Friday, October 22, 2010

SETIA MELAYANI: "SAHAT ULA TOHONAN MI"


(MENINJAU DASAR & EFEK DARI PELAKSANAAN

MUTASI/ROTASI PARA PELAYAN DI HKI)

OLEH: St. Raja PS. Janter Aruan, SH

I. Pendahuluan

Profesi pendeta dan pelayan gereja adalah suatu panggilan, bahwa menjadi pemberita Injil/Pengkotbah atau pendakwah didasari oleh suatu keyakinan akan keberadaan Tuhan Allah Chalik semesta alam ada berita keselamatan dan penghapusan dosa. Dipercayai dalam hal ini pelayan atau pekerja gereja adalah yang diutus dan menjadi Wakil Tuhan dan pasti mendapatkan upah dari Sang Pengutus. Kemudian Pemberitaan Injil diorganisir melalui para missionaris yang melahirkan berbagai aliran dan gereja-gereja.


Kita tahu bahwa Huria Kristen Indonesia (HKI) adalah suatu lembaga Gereja yang besar, lahir karena panggilan sejarah dan salah satu dari Gereja pejuang yang ikut serta dalam gerakan perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia ditandai dengan dianugrahinya gelar Pejuang Perintis Kemerdekaan kepada Pendeta HKI yaitu Tuan Manullang, rasa enggan dan tidak mau dipimpin oleh pelayan atau pendeta sibottar mata yang nyata-nyata dibonceng oleh penjajah, maka lahirlah Huria Christen Batak (HChB) berkedudukan di Pantoan Pematang siantar simalungun pada tahun 1927 yang kemudian dinasionalisasi menjadi Huria Kristen Indonesia pada Tahun 1946 lewat sinode di Patane Porsea.


II. Pembahasan

2.1. Latar Belakang Mutas/Rotasi

Kenyang dengan pengalaman pahit diasingkan dari komunitas Kristen secara nasional maupun internasional. Dengan pengalaman perjuangan yang panjang dan tidak kecil, HKI akhirnya mampu bertumbuh dan berkembang hingga saat ini. Lewat kemandirian teologi, dana dan daya HKI mampu memiliki asset dan harta benda yang tidak sedikit lagi HKI yang harus dikelola dengan baik. HKI kini telah berdiri di hampir seluruh provinsi di tanah air dengan memiliki jemaat sebanyak 734 dengan Resort sebanyak 127 yang semuanya diasuh dalam 9 Daerah yang dipimpin oleh Praeses. Untuk mencapai tujuan dalam melaksanakan tugas gereja, maka HKI mengangkat para pelayan yang ditahbiskan, terdiri dari: Pendeta, Guru Jemaat, Evangelis, Diakones, Bibelvrow, dan sintua (lih. Tata Gereja HKI bagian Anggaran Dasar Bab V pasal 14).


Oleh karenanya sudah pada tempatnyalah HKI juga harus menata diri dan melengkapi aturan-aturan guna maksimalisasi tujuan pelayanan di semua aras HKI. Bahwa kemudian pendeta dan pelayan gereja bukan lagi hanya sebagai panggilan, akan tetapi telah pula menjadi profesi atau lapangan pekerjaan. Dalam melaksanakan tugas panggilan gereja sudah pula harus memiliki staf dan para pelayan yang pada gilirannya harus diatur dan dipandang sebagai tenaga kerja yang membutuhkan fasilitas pengaturan kepersonaliaan khusus soal Mutasi dan Rotasi tersendiri yang dikenal dengan sebutan Peraturan Kepegawaian HKI yang diputuskan oleh Majelis Pusat HKI dengan nomor 208/II/MP/2001 khususnya pada Bab IX pada pasal 31.


2.2. Pengertian Mutasi/Rotasi

Sesungguhnya Mutasi dan Rotasi adalah perintah Tuhan kita Yesus Kristus yang Empunya Gereja. Perihal penginjilan dan pelayanan sesungguhnya telah dimulai sejak puluhan ribu tahun yang lalu dan dapat kita lihat dari pengalaman Abraham yang dipanggil Allah untuk pergi ke Tanah PerjanjianNya, Musa yang diutus untuk membawa keluar bangsa Israel dari perbudakan Mesir, para Nabi-nabi yang Allah utus untuk membebaskan umatNya hingga zaman Yesus bersama Murid-murid dan Para Rasul. Untuk itulah Yesus memberikan mandat dan mengutus setiap orang percaya, khususnya para pelayan gereja sebagaimana yang dituliskan dalam Injil Matius 28:19–20, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan babtislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”. Dan di dalam Kisah Para Rasul 1: 8, “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun keatas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”. Dengan demikian tidak ada alasan bagi siapapun pelayan, khususnya di HKI untuk merasa tidak puas apalagi sampai dengan menolaknya.


Berikut saya sampaikan beberapa pemikiran tentang mutasi dan atau rotasi. Ada tiga pengertian mutasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka:

1. Dipandang dari segi administrasi mutasi boleh diartikan sebagai pemindahan pegawai dari satu jabatan ke jabatan lain,

2. Dari segi ilmu Biologi mutasi berarti adanya perubahan yang mendadak di kromosom.

3. Dari segi ilmu kedokteran, mutasi berarti adanya perubahan di bentuk, kwalitas atau sifat lain.


Menjadi topik kita kali ini adalah mutasi dipandang dari segi administrasi yang berarti adanya pemindahan pegawai atau pelayan dan pekerja Gereja dari satu tempat pelayanan ke tempat pelayanan lain.


Sedangkan pengertian rotasi berarti perputaran dan dalam pengertian lain rotasi berarti cara menananam berbagai jenis tanaman pada bidang tanah yang sama secara bergilir dalam jangka waktu tertentu. Dalam sistem managemen organisasi permanen mutasi dan rotasi sangat menentukan dan berdampak luas terhadap hasil kinerja yang mau dicapai, dalam pooling pendapat pegawai kota Malang menghasilkan lebih dari 58,7% variable mutasi dan rotasi sebagai pilihan untuk penyegaran dan peningkatan kinerja. Pada dasarnya menurut hemat saya, bahwa apa yang dilaksanakan oleh Pucuk Pimpinan HKI dalam hal pemindah tempatkan para pelayan di HKI adalah substansi dari pengertian mutasi/rotasi yang sesungguhnya.


Beranjak dari istilah “pucuk pimpinan” yang dipakai HKI untuk menyebut Ephorus dan Sekjend, jelas bahwasanya Ephorus dan Sekjend adalah central/pusat dari pengambilan keputusan di HKI dan itu bersifat absolut dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, termasuk dalam pemutasian para pelayan HKI. Dan hal ini secara jelas diterangkan dalama Tata Gereja HKI bagian Anggaran Rumah Tangga Bab IV pasal 12 ayat 18 diaturkan bahwa Pucuk Pimpinan bertugas salah satunya untuk memutasikan para pelayan dan diperkuat dalam Bab V pasal 20 ayat a – e. Pada ayat a dengan jelas disampaikan bahwa Pucuk Pimpinan berhak dan berwewenang menyelenggarakan mutasi bagi seluruh pelayan demi penyegaran dan pengembangan pelayanan. Artinya oleh hukum di HKI pun, Pucuk Pimpinan diberikan hak preogative (istimewa) untuk melaksanakan mutasi bagi para pelayan di HKI dengan berpedoman pada aturan dan peraturan HKI. Dan bukankah pada saat akan ditahbiskan sebagai pelayan di HKI di hadapan Kristus Kepala Gereja kita telah berjanji untuk siap mengemban mandat sebagai gembala yang harus mengingat prinsip dan semangat kependetaan untuk siap ditempatkan dimana saja, siap memberitakan Firman Tuhan dimana saja dan dalam segala kondisi, dan siap mati untuk Injil. Artinya bahwa mutasi dan rotasi itu adalah perintah bagi kita sebagai pelayan HuriaNya melalui Pucuk Pimpinan sebagai perintah Tuhan yang mesti diemban dengan penuh sukacita. Sebaiknya Penguatan Komitmen untuk Setia Melayani atau Sahat Ula Tohonan mi penting bagi pelayan untuk membangun frame minded agar tidak pernah dan tidak akan pernah merasa terganggu, tidak puas apalagi sampai menggalang opini jemaat dan atau para sintua menjadi alat menolak pemutasian yang telah ditetapkan oleh Pucuk Pimpinan. Bahwa menghalang-halangi dan berupaya menolak kebijakan pemutasian adalah sebagai upaya intervensi terhadap kewenangan Pucuk Pimpinan dan sebagaimana yang telah diaturkan dalam Peraturan Kepegawaian HKI pasal 31 ayat 6 tindakan tersebut dianggap pemutusan hubungan kerja oleh pelayan yang bersangkutan.


Berikut saya kutip Peraturan Kepegawaian HKI dan Aturan Rumah Tangga tentang mutasi oleh Pucuk Pimpinan:

A. Peraturan Kepegawaian tentang mutasi: Bab IX, pasal 31:

Ayat 1: Pimpinan Pusat HKI wajib melakukan evaluasi kepada Pendeta, Guru Jemaat, Evangelis, Bibelvrow, Diakones dan kepada semua unsur-unsur Pimpinan dari semuaaLembaga Badan Usaha HKI, untuk dasar penempatan dan Pemutasian.

Ayat 2: Penempatan Pendeta, Guru Jemaat, Evangelis, Bibelvrow, Diakones yang akan memimpin atau bekerja di Jemaat dan Lembaga/Badan usaha dan penempatan pegawai lainnya dilaksanakan oleh Pimpinan Pusat HKI (Ephorus dan Sekretaris Jenderal) sesuai degan Tata Gereja dan PRT HKI yang sedang berlaku.

Ayat 3: Pelaksanaan mutasi dilakukan yang bersangkutan, setelah hari dan tanggal pemutasian diterbitkan dan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan diterima berita resminya dari Pimpinan, atau Departemen/Lembaga/Badan Usaha yang bersangkutan dan perumahan harus dikosongkan. Diluar ketentuan ini, diatur tersendiri oleh Pimpinan Pusat HKI.

Ayat 4: Jika lalai melaksanakan ayat 3 pasal ini kepada pegawai tersebut dapat dikenakan sanksi administratif berupa larangan bekerja (non Aktif)

Ayat 5: Setelah menjalani sanksi administratif, Pimpinan Pusat dapat mengktifkan kembali pegawai tersebut dengan penempatan yang baru atau memberlakukan apa yang tertera dalam ayat 1 pasal ini.

Ayat 6: Pegawai yang menolak penempatan atau pemutasian adalah melanggar peraturan kepegawaian HKI, dengan demikian telah memutuskan hubungan kerjanya dengan Gereja /Lembaga-lembaga/Badan Usaha HKI atas kehendak sendiri.

Ayat 7: Pegawai yang telah memutuskan hubungan kerjanya dengan Gereja/Lembaga-lembaga/Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat 6 pasal ini, tidak dibenarkan bekerja di Gereja/Lembaga lembaga/Badan Usaha dimana saja dalam bentuk apapun.

Ayat 8: Pimpinan atau Kepala Unit yang memperkerjakan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam ayat 6 pasal ini baik berupa honorarium akan dikenakan hukuman jabatan bagi yang bersangkutan.


B. Tata Gereja HKI bagian Aturan Rumah Tangga Bab IV pasal 12 ayat 18:

Ayat 18: Mengangkat, memberhentikan, memutasi dan mempesiunkan para pelayan sesusai dengan peraturan di HKI


C. Tata Gereja HKI bagian Aturan Rumah Tangga Bab V pasal 20 ayat a-e:

Ayat a: Pucuk Pimpinan HKI berhak dan berwewenang menyelenggarakan mutasi bagi seluruh pelayan demi penyegaran dan pengembangan pelayanan dengan berpedoman kepada Peraturan yang berlaku di HKI.

Ayat b: Praeses memberi saran dan usul tertulis kepada Pucuk Pimpinan HKI untuk pertimbangan mutasi bagi seorang Pendeta, Guru Jemaat, Diakones, Bibelvrow di wilayah pelayanannya.

Ayat c: Pendeta Resort memberi saran dan usul tertulis kepada Praeses untuk pertimbangan mutasi bagi seorang Guru Jemaat, Diakones, Bibelvrow di wilayah pelayanannya.

Ayat d: Seorang Pendeta yang telah melayani paling lama 5 (lima) tahun dalam satu Resort dapat dimutasikan dan yang telah melayani 10 (sepuluh tahun) dalam satu Daerah, wajib pindah ke Daerah Lain.

Ayat e: Seorang Guru Jemaat yang telah melayani paling lama 10 (sepuluh) tahun dalam satu jemaat wajib pindah ke jemaat yang lain.


Ada beberapa akibat atau ekses kurang baik bila tidak dilakukan mutasi atau rotasi pada organisasi atau lembaga Gereja:

Saya sebut dengan istilah Kontrak Mati.

Istilah ini memang agak kasar untuk ditampilkan, tetapi bagi saya, justru kata inilah yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi ekstrem dari tidak adanya kebijakan rotasi dalam suatu organisasi. Pendeta atau pelayan Gereja yang sampai dengan pensiun bekerja pada satu unit kerja tertentu, tanpa merasakan pengalaman bekerja pada unit kerja lainnya menurut saya adalah seorang yang sangat perkasa. Tentu yang bersangkutan adalah orang yang sangat kuat karena mampu menahan kejenuhan dan depresi yang luar biasa. Bagi mereka yang tidak tahan, pengalaman menunjukkan banyak pula yang meninggal dunia di pertengahan perjalanan, sebelum yang bersangkutan memasuki masa pensiun. Kondisi inilah yang saya sebut dengan Kontrak mati.


Dikenal dengan Chauvinisme sempit.

Ekses negatif lain dari tidak pernahnya seorang pendeta atau pelayan bekerja pada unit kerja lainnya, adalah timbulnya apa yang disebut chauvinisme sempit. Bekerja dan menikmati pengalaman melayani pada unit kerja yang sama, selama bertahun-tahun tanpa merasakan pengalaman melayani di tempat lain, akan dapat menimbulkan perasaan bahwa tempat yang bersangkutan melayani adalah resort/unit pelayanan yang paling hebat. Kebanggaan dan kesetiaan yang tumbuh terhadap jemaat pelayanan akan menimbulkan anggapan tempat pelayan lainnya sebagai unit kerja atau pelayanan yang tidak sehebat unit kerja dimana selama ini yang bersangkutan bertugas. Kondisi seperti ini akan menjadi lebih buruk lagi, jika pendeta/pelayan yang bersangkutan merasa dirinya paling hebat, karena tidak pernah melihat kinerja orang lain di tempat pelayanan lain. Kalau diamati, pelayan seperti ini seolah-olah seperti “katak dalam tempurung”. Ini sangat berbahaya dan tidak baik bagi budaya hamba Tuhan dan kelangsungan kinerja pelanan Gereja secara keseluruhan.


Akibat lain juga adalah Kejenuhan dan Depresi.

Lamanya seorang melayani pada daerah Resort, jemaat dan jabatan tertentu akan mengakibatkan kejenuhan dan depresi. Akibat lebih lanjut dari kondisi ini terhadap lembaga Gereja, tentu saja akan mengakibatkan kinerja dan pelayanan menurun. Sudah barang tentu, ini merupakan kerugian bagi visi Gereja.


Ada juga pemahaman mutasi/rotasi adalah hukuman.

Tidak adanya kebijakan rotasi atau sangat jarangnya dilakukan rotasi/mutasi, dapat menimbulkan efek negatif bagi suasana kejiwaan pendeta dan pelayan lainnya. Apabila pada suatu saat, kemudian Gereja melakukan mutasi kepada seseorang pendeta atau pelayan apakah dalam tataran pendeta resort maupun pekerjaan lainnya, maka pendeta dan atau pelayan lainnya yang dipindahkan dan para pendeta dan pelayan lainnya akan menilai bahwa itu adalah “hukuman” atas kesalahan yang dilakukan, atau yang bersangkutan memang tidak disukai. Bagi yang tidak dipindahkan mungkin akan berpikir “salah apa dia?”


Sesungguhnya mutasi dan rotasi itu sangat penting dan boleh berdampak peningkatan kualitas dan menjadi sarana pembinaan dan evaluasi yang terukur. Bahwa perputaran jabatan merupakan salah satu alat yang dapat digunakan oleh pihak manajemen lembaga organisasi tertentu (dalam hal ini Pucuk Pimpinan HKI). Ada beberapa keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh baik untuk pihak lembaga dan pelayan/pekerja yang bersangkutan, antara lain:


1. Sebagai sarana evaluasi penugasan pelayan.

Mutasi/Rotasi adalah alat yang penting dan efisien bagi pimpinan HKI untuk melakukan penilaian terhadap pejabatnya, apakah kinerja yang bersangkutan meningkat atau menurun dari jabatan lainnya yang pernah dipegangnya. Dari evaluasi ini pimpinan kantor akan mengetahui kecocokan jabatan yang paling tepat untuk diberikan kepada staf nya, sesuai dengan disiplin ilmu, keterampilan, dan karakter yang dimiliki. Dengan demikian, pimpinan dapat menempatkan pejabatnya pada jabatan yang paling tepat sesuai dengan kemampuannya (The right man on the right place). Tanpa melakukan Mutasi rotasi, maka pimpinan unit kerja pelayanan tentu tidak akan pernah tahu kemampuan dan kinerja pengerjanya.


2. Sebagai sarana meningkatkan produktivitas kerja.

Melalui Mutasi atau rotasi, pimpinan unit kerja Praeses atau lainnya akan tahu keunggulan dan kelemahan kinerja pengerjanya. Dari evaluasi/penilaian atas keunggulan dan kelemahan ini, maka pimpinan dapat menempatkan pelayan dalam jabatan yang tepat. Dengan demikian, produktivitas kerja yang bersangkutan akan maksimal pada jabatan barunya, dan pada gilirannya Gereja atau kantor unit kerja akan mendapatkan manfaat berupa meningkatnya produksi (out come) dengan bertambahnya orang orang ber iman dan bertumbuh nya Gereja Gereja yang dapat melayani secara menyeluruh pada gilirannya mensejahterakan warga jemaat.


3. Sebagai sarana pembinaan Pelayan Manfaat lain bagi kedinasan.

Mutasi dan rotasi dapat dijadikan sebagai alat untuk membina para pelayan. Sebagai contoh, pendeta yang ditempatkan pada jabatan tertentu ternyata telah sering melakukan kesalahan, maka pimpinan dapat melakukan pembinaan dengan memutasikan atau merotasi yang bersangkutan pada jabatan lain.


4. Sebagai sarana untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan HKI.

Mutasi dan Rotasi dapat digunakan pula sebagai sarana untuk memperkokoh HURIA Kristen Indonesia Pelaksanaannya dilakukan dengan memberikan kemungkinan untuk memindahkan pejlayan dari satu daerah ke daerah lainnya di seluruh wilayang dimana HKI tumbuh dan berkembang . Misalnya pejabat pendeta resort dari Riau dipindahkan ke Jakarta, atau pendeta dari Parlilitan di pindahkan ke Bandung dan sebagainya. Melalui cara ini, maka para pelayan dan pendeta HKI terikat dalam rasa persatuan dan kesatuan kerja dalam bingkai Huria Kristen Indonesia.


Mutasi juga bermanfaat bagi kepentingan Pelayan sendiri di antaranya adalah sebagai berikut:

Memperluas pengalaman dan kemampuan.


1. Dengan banyaknya perpindahan jabatan yang dialami oleh pengerja atau pelayan, maka dapat dipastikan yang bersangkutan akan memiliki banyak pengalaman. Pengalaman tersebut, diharapkan akan meningkatkan kemampuan baik pengetahuan (knowledge) maupun keterampilan (skill).


2. Menghilangkan hambatan psikologis pelayan.

Mutasi dan Rotasi akan dapat memberikan kesegaran baru bagi pejabat. Rasa jenuh dan depresi yang menghimpit karena kelamaan bekerja pada jabatan tertentu diharapkan akan hilang, setelah dilakukan mutasi/rotasi. Suasana kerja baru diharapkan dapat memicu motivasi untuk maju dan mendatangkan tingkat produktivitas kerja yang lebih baik lagi. Tantangan-tantangan baru dari tugas di tempat pelayanan baru, diharapkan akan mendorong yang bersangkutan untuk bekerja lebih giat lagi.


3. Kepentingan warga Jemaat.

Bagi Jemaat Mutasi dan rotasi diharapkan akan memberikan keuntungan antara lain cepatnya layanan jasa kepada mereka. Pendeta /pengerja dan pelayan yang terlepas dari kejenuhan dan merasa fresh dalam menjalankan tugasnya yang baru akan memberikan pelayanan yang jauh lebih baik daripada mereka yang selama bertahun-tahun melakukan pekerjaan yang sama di tempat yang sama pula.


2.3. Strategi Keberhasilan Kebijakan Mutasi/Rotasi

Dari gambaran di atas, maka rotasi perlu realisasikan menjadi suatu kebijakan dalam sistem penyelenggaraan personalia dan kepegawaian pelayan dan pengerja di HKI. Agar kebijakan ini dapat berjalan dengan baik, di bawah ini saya disampaikan beberapa strategi untuk menunjang keberhasilan kebijakan mutasi/rotasi, di antaranya sebagai berikut:


1. Kebijakan mutasi/rotasi perlu diatur dalam sebuah peraturan yang lebih baik, konprehensif dan memiliki legalitas yang kuat.

2. Praeses berkewenangan merekomendasikan mutasi non reguler para pelayan di lingkungan daerahnya sesuai dengan penilaian kinerja pelayan sesuai dengan Tata Gereja bagian Aturan Rumah Tangga Bab V pasal 20 ayat b: “Praeses memberi saran dan usul tertulis kepada Pucuk Pimpinan HKI untuk pertimbangan mutasi bagi seorang Pendeta, Guru Jemaat, Diakones, Bibelvrow di wilayah pelayanannya”

3. Perlu adanya sosialisasi, konsolidasi dan internalisasi pemahaman yang merata bagi setiap pelayan dan pengerja yang ada di HKI, sehingga memiliki pemahaman yang benar tentang proses pemutasian sebagai berkat Allah juga.

4. Seluruh Pendeta, pengerja dan pegawai harus “legowo” untuk menerima kebijakan mutasi/rotasi. Siapapun harus siap ditempatkan di setiap medan pelayanan HKI mulai dari jemaat, resort hingga daerah dan badan usaha milik HKI dengan posisi/jabatan yang berbeda

5. Semua stakeholders dan warga jemaat HKI harus memiliki persepsi yang sama perihal kebaikan dan tujuan kebijakan mutasi/rotasi yang ditetapkan oleh Pucuk Pimpinan.

Pentingnn keuangan di HKI lewat sistem sentralisasi. Untuk menghindari kekuatiran setiap pelayan dan pengerja di HKI terhadap tempat pelayanan yang baru.


III. Kesimpulan

1. Mutasi dan Rotasi perlu dilakukan untuk kepentingan HKI, pelayan yang bersangkutan maupun Jemaat. Oleh karena itu, mutasi/rotasi harus dijadikan sebagai kebijakan yang wajib diterapkan secara reguler.

2. Mutasi dan Rotasi merupakan Hak dan Wewenang Istimewa Pucuk Pimpinan sebagai salah alat pembinaan dan penghargaan yang dapat dilakukan menurut penilaian dan kebijakan Pucuk Pimpinan dengan berpedoman pada Tata Gereja HKI bagian Anggaran Rumah Tangga Bab IV pasal 12 ayat 18 dan Bab V pasal 20 khususnya ayat a dan b, serta Peraturan Kepegawaian HKI Bab IX, pasal 31.

3. Perlu kearifan semua pihak untuk menerima konsep kebijakan mutasi dan rotasi sebagai hal yang positif dan membangun untuk mewujudkan Pengembangan HKI selaras dengan Tugas Panggilan Gereja.

Tuhan memberkati!


Tuesday, October 19, 2010

KEGIATAN TERBARU PUCUK PIMPINAN

BERITA TERBARU KEGIATAN PUCUK PIMPINAN
(Jumat - Minggu, 14-17 Oktober 2010)

I. Jumat-Sabtu, 14-15 Oktober 2010;
1. Kegiatan Rapat Kedua Majelis Pusat yang dilaksanakan bertempat di Rumah Doa Sola Gratia, Pancur Batu (Kamis, 14 Oktober 2010) dan Balai Pelatihan dan Pendidikan Dinas Kesehatan Pemprovsu, Medan (Jumat, 15 Oktober 2010).
2. Kegiatan Rapat diawali dengan ibadah yang dimpin oleh Sekjend HKI dengan pengkhotbah dibawakan Pdt. Halomoan dan Doa Syafaat oleh Pdt. MAE. Samosir. Dalam kotbahnya Pdt. Halomoan mengangkat perikop dari Injil Lukas 8:1-15 tentang Perumpamaan Penabur. Dalam penjelasan khotbah disampaikan bahwa secara nyata pengalaman yang diumpamakan Yesus sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi kalangan petani. Pada masa menanam, bibit yang dibawa dari rumah tidak seluruhnya akan sampai ke lahan dimana bibit akan ditanam. Ada bibit yang akan jatuh di sepanjang perjalanan ke lahan (sawah). Yesus menjelaskan bibit-bibit yang jatuh itu ke tempat-tempat yang berbeda seperti di jalan, bebatuan, semak-semak, dan benih yang memang jatuh di tempat semestinya yakni di lahan/sawah. Semua benih akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Yesus memberi arti dari pertumbuhan setiap benih adalah untuk mengumpamakan perihal Kerajaan Sorga. Dimana, bahkan para murid yang bersama Yesus masih memepertanyakannya, padahal sesungguhnya sebagai umatNya, kita sudah diberi kemampuan untuk memahami tentang Kerajaan Allah, berbeda bagi mereka yang tidak percaya tidak akan mampu memahaminya. Akan tetapi, kemampuan yang ada pada diri kita menjadi tidak berfungsi karena keberdosaan dan kekerasan hati kita. Mengenai benih yang jatuh di jalan, Yesus mau menjelaskan mengenai mereka yang bertobat setengah-setengah dan tidak teguh dalam imannya sehingga dengan mudahnya meninggalkan imannya. Dalam konteks bergereja hal ini juga terjadi, banyak yang mengaku sudah bertobat, datang beribadah ke gereja, namun sekeluar dari pintu gereja mereka tidak lagi mengingat Firman Tuhan sebagai makanan rohani bagi mereka. Banyak yang datang ke gereja hanya untuk mencari-cari kesalahan dan melihat yang kurang dari para pelayan dan sebaliknya pelayan terhadap jemaatnya, sehingga kuasa Roh Kudus tidak ada pada mereka. Bagaimana benih yang jatuh di bebatuan? Pertumbuhan benih ini tidak akan lama. Sikap seperti ini akan menghasilkan iman yang tidak teguh dan mudah terlepas dari akarnya, dengan adanya permasalahan-permasalahan kecil atau besar di gereja, mereka kemudian menarik diri dan bahkan meninggalkan gereja. Bahkan harta kepemilikan yang Allah berikan kepada merekapun dapat menjadikan mereka lupa kepada Allah yang memberikannya dan membawa mereka menjauh dari Tuhan. Tentu saja bibit yang jatuh di tanah yang subur (lahan/sawah) adalah mereka yang terus berdiri teguh di dalam iman dengan pelbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi. Lalu apakah tugas dan tanggungjawab kita sebagai pelayan? Tanggungjawab kita adalah bisakah kita menjadikan bibit-bibit yang jatuh pada tiga lahan buruk menjadi bibit yang baik dan bahkan lahan itu sendiri (bebatuan, semak, dan jalanan) bisa menghasilkan buah yang berlimpah dan berkualitas. Semoga lewat rapat kita kali ini, akan membawa manfaat dan perubahan bagi HKI sebagai lahan dimana bibit-bibit disemai dan ditanam.
3. Rapat Majelis Pusat kemudian dibuka oleh Pdt. DR. Langsung Sitorus, MTh (Ephorus). “Bapak-bapak kita puji syukur bagi Tuhan karena diperkenankan untuk melaksanakan Rapat Kedua Majelis Pusat HKI guna membicarakan segala sesuatu demi pengembangan HKI”. Ungkap Ephorus, yang dilanjutkan dengan pengetukan sela sebanyak tiga kali sebagai tanda sah pembukaan Rapat Kedua Majelis Pusat HKI.
4. Dilanjutkan dengan Pemilihan Pimpinan Rapat Kedua Majelis Pusat HKI. Pada kesempatan ini, dipilih oleh forum atas usulan Ephorus sebagai Ketua dan Sekretaris adalah Pdt. Janiandar Pasaribu dan St. M. Panjaitan.
5. Dengan diarahkan dan dipimpin oleh Pimpinan Rapat, Rapat Kedua Majelis Pusat HKI berjalan sebagaimana mestinya sesuai agenda rapat yang ada dan menetapkan beberapa keputusan penting untuk masing-masing bidang di HKI dengan pembagian komisi-komisi antara lain: Marturia; Koinonia; Diakonia; Bidang Umum; Bidang Keuangan dan Pembangunan; dan Anggaran. Rapat berakhir Sabtu, 16 Oktober 2010 pukul 4.00am dengan doa oleh


II. Jumat, 15 Oktober 2010
1. Pagi pukul 9.00am Pucuk Pimpinan bersama dengan rombongan diterima tatap muka dan audiensi oleh Sekda Pemprovsu, Bapak DR. RE. Nainggolan di ruang kerja beliau, dan dilanjutkan dengan audiensi dengan Bapak Gubernur Sumatera Utara, Bapak H. Syamsul Arifin Silaban, SE diruangan beliau di Kantor Gubernur Sumatera Utara. Untuk berita dapat di akses di http://hariansib.com/?p=146461. Pada kesempatan ini, Pucuk Pimpinan menguraikan beberapa hal pokok tentang HKI dan tujuan kehadiran Pucuk Pimpinan dan rombongan yang kemudian tidak lupa juga memperkenalkan rombongan yang hadir bersama-sama dengan Pucuk Pimpinan. Mulai dari hasil Sinode HKI Ke-59 pada bulan Agustus 2010; Pencanangan tahun 2011 sebagai tahun pengembangan bagi HKI dengan harapan bersama-sama dengan pemerintah HKI mampu mengembangkan pelayanannya untuk mengembangkan kesejahteraan umat juga; kerjasama HKI dengan Pemerintahan dalam mengupayakan masyarakat yang damai di tengah-tengah kepluralisan masyarakat Indonesia, khususnya di Sumatera Utara; hingga rencana renovasi gedung perkantoran HKI di Pematang Siantar. Untuk itulah besar harapan HKI adanya dukungan dari pemerintahan Sumatera Utara untuk merealisasikannya. Oleh Bapak DR. RE. Nainggolan kemudian menyampaikan ucapan syukur dan selamat atas terpilihnya Pdt. DR. Langsung Sitorus, MTh dan Pdt. M.P. Hutabarat, STh sebagai Ephorus dan Sekretaris Jendral HKI periode 2010-2015. Berangkat dari penjelasan Ephorus perihal mutasi pelayan di HKI, Pak RE. Nainggolan memberikan apresiasi dan menambahkan bahwa memang sudah semestinya pemutasian harus didasari analisa dan evaluasi organisasi atas aspek-aspek terkait dengan organisasi dan sumber dayanya. “Sudahlah sangat bijaksana apa yang direncanakan oleh Bapak Ephorus”, ungkap Pak RE. Nainggolan. HKI juga diharapkan sebagai motor penggerak di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan khususnya di Sumatera Utara dalam mempertahankan kesatuan dan kebersamaan masyarakat Sumatera Utara. Sangat tepat yang disampaikan Bapak SBY, Presiden RI bahwa SUMUT sungguh luar biasa karena bisa mempertahankan kerukunan di tengah kemajemukan masyarakatnya. Oleh karena itu, tidaklah mungkin akan dapat dipertahankan seperti apa yang disampaikan oleh Presiden kita, jika dalam kehidupan bermasyarakat kita memaksakan kehendak, kepercayaan dan keyakinan kita kepada orang lain dan hidup secara ekslusif. “Saya tertarik dengan lagu gereja “Aku tidak memandang Kau dari Gereja mana”, lagu ini dapat menginspirasi kita untuk mengembangkan kebersamaan membangun daerah untuk membentengi Sumut dari pengaruh-pengaruh tidak baik dan mengancam stabilitas Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Lebih lanjut, Bapak RE. Nainggolan menceritakan pengalamannya bahwa sudah banyak orang yang mengatakan bahwa beliau sudah lama tidak memberi perhatian kepada pembangunan fisik gereja. Menurut beliau, sudah saatnya gereja-gereja berkonsentrasi untuk membangun sumber daya jemaat. Lewat pengembalaan yang mengangkat kesejahteraan umat, kehadiran gereja menjadi lebih nyata. Maka, secara otomatis jemaat juga akan memberikan konstribusinya bagi pembangunan gerejanya, dan ekses lebih luasnya lagi adalah dengan sejahteranya umat, maka para pelayanpun akan juga sejahtera. Hal ini bisa kita wujudkan misalnya dengan pengembangan koperasi-koperasi kecil (Credit Union) di kalangan jemaat sesuai dengan mata pencaharian mereka dan berdasarkan kemampuan masing-masing jemaat. Untuk agunannya, bisa saja digunakan keabsahan anggota mereka sebagai warga jemaat. HKI saat ini diharapkan harus mampu merespon pembangunan jemaat, sebab gereja yang utuh adalah jika jemaatnya utuh dan sejahtera secara jasmani dan rohani. Dengan demikian, HKI telah ikut memberikan konstribusinya untuk pembangunan kesejahateraan bangsa, khususnya Sumatera Utara.
2. Siang pukul 11.30pm, Pucuk Pimpinan bersama rombongan kembali diterima tatap muka dan audiensi dengan Gubernur Provinsi Sumatera Utara, Bapak H. Syamsul Arifin, SE di ruang kerjanya. Beberapa pesan yang disampaikan Gubernur antara lain adalah agar para pelayan HKI menjadi pelayan yang baik dan mengajak HKI sebagai Pilar Kedamaian di tengah-tengah kehidupan berbangsa, khususnya masyarakat Sumatera Utara. Gubernur pada kesempatan ini jug menyarankan agar memanfaatkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) untuk berdialog dan menerima masukan dari kalangan umat beragama lainnya, dilanjutkan dengan mengucapkan selamat atas terpilihnya Pdt. DR. Langsung Sitorus, MTh dan Pdt. M.P. Hutabarat, STh sebagai Ephorus dan Sekretaris Jendral HKI Periode 2010-2015 pada Sinode Ke-59 di bulaln Agustus 2010 lalu.

III. Sabtu, 16 Oktober 2010
Pagi pukul 10.00am Pucuk Pimpinan menggelar rapat bersama jajaran Praeses HKI bertempat di Balai Pelatihan dan Pendidikan Dinas Kesehatan Pemprovsu, Medan. Agenda rapat membahas anggaran pendapatan praeses dan sosialisasi hasil ketetapan Majelis Pusat HKI. Salah satu agenda terpenting adalah berkaitan dengan upaya dan strategi untuk merealisasikan sentralisasi keuangan di HKI mulai dari jemaat, resort, hingga daerah. Rapat yang dipimpin oleh Pucuk Pimpinan ini menghasilkan beberapa ketetapan di antaranya adalah anggaran pendapatan praeses yakni gaji dan tunjangan praeses. Rapat diakhiri pukul 5.30 pm dengan bernyanyi dan berdoa dipimpin oleh Ephorus.

IV. Minggu, 17 Oktober 2010
Pagi pukul 10.00am Ephorus memimpin Ibadah Minggu di Gereja HKI Patane Porsea sekaligus melantik Pdt. M.Togar Aruan, STh menjadi Praeses HKI Daerah III Tobasa periode 2010 – 2015 menggantikan Pdt. Salome Br. Nainggolan, STh (sekarang menjabat sebagai Majelis Pusat HKI). Dalam hotbahnya, Ephorus mengajak umat Tuhan untuk meneladani Paulus seperti perikop Khotbah yang diambil dari Pilippi 3: 17-21. Ephorus mengatakan umat kristiani hendaknya menjadi teladan yang pantas ditiru di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Lewat Firman Tuhan, Ephorus mejelaskan bahwa untuk membuat diri kita menjadi teladan dan tiruan sungguh-sungguh memerlukan iman kepada Tuhan Yesus yang menjadi teladan dan penyelamat manusia, karena dengan iman maka Tuhan Yesus lewat roh kudus akan memampukan kita menjadi teladan di tengah-tengah keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Ephorus mengatakan, hendaknyalah umat Kristiani tidak membuat kebutuhan perut menjadi Tuhan agar dia mampu menjadi tiruan dan teladan dalam kehidupan, “Memiliki harta duniawi adalah penting tetapi yang terpenting adalah berperangai sebagaimana diajarkan Yesus sehingga harta sorgawi juga menjadi milik kita,” sebut Ephorus. Hadir dalam kebaktian itu Bupati Tobasa Kasmin Simanjuntak dan istri, Wakil Bupati Liberti Pasaribu SH MSi, Ketua DPRD Sahat Panjaitan, Pelaksana Sekda Ir Saibon Sirait, Asisten I Drs Rudolf Manurung dan para pejabat teras Pemkab Tobasa. Undangan lainnya yang hadir antara lain Direktur PT TPL Juanda Panjaitan SE dan istri didampingi Lambertus Siregar dan para jemaat HKI se daerah Tobasa.

Sebelum kebaktian ditutup, Ephorus melantik Pdt Togar Aruan menjadi Praeses HKI Daerah III Tobasa. Sebelum melantik, Ephorus berpesan dan menjelaskan bahwa yang memilih Pdt. M.Togar Aruan, STh menjadi Praeses adalah Sinode. Oleh karena itu, hendaknyalah sebagai Praeses mampu melaksanakan segala program kerja yang ditetapkan Sinode di daerah pelayanannya. Selain itu, sebagai wakil ephorus di daerahnya maka Praeses harus bergandengan tangan dengan Pemerintah Daerah dalam memajukan jemaat dan pembangunan masyarakat. Pelantikan ditandai dengan serah terima jabatan dan penyampaian berkat oleh Ephorus Pdt DR Langsung Sitorus.

Acara pelantikan Praeses dirangkaikan dengan pesta pembangunan dan syukuran terpilihnya Putra Tobasa menjadi Ephorus HKI. Pdt. DR. Langsung Sitorus, MTh adalah Putra Narumontak Desa Patane IV Kecamatan Porsea Tobasa dan merupakan anak HKI Patane. Acara syukuran ditandai dengan makan bersama dan acara pesta pembangunan dilakukan dengan acara lelang berupa makanan dan lelang ulos. Pada acara lelang Bupati Tobasa Kasmin Simanjuntak tampil menjadi juru lelang dan secara merata membagi lelang kepada para staf Pemkab Tobasa. Suasana sukacita terlihat pada acara yang dihadiri hampir seribuan orang anggota jemaat HKI itu. Pada kesempatan itu, Jemaat HKI Daerah Tobasa memberikan ulos kepada Ephorus dengan didampingi Inang Ephorus, Bupati Tobasa Kasmin Simanjuntak dan istri, Wabub Liberti Pasaribu SH MSi dan Ketua DPRD Sahat Panjaitan. Beritanya dapat diakses di: http://hariansib.com/?p=146912). (yph)

Monday, October 18, 2010

Minggu, 5 Desember 2010: Advent II

Ev. Lukas 21:25-33

(Minggu, 5 Desember 2010: Advent II)

Pengantar oleh St. Raja PS. Janter Aruan, SH, MH

Lewat perumpamaanNya, Yesus mengajarkan tentang beberapa hal bagi kita di masa penantian (Adven II) ini, di antaranya: “Akan ada tanda-tanda pada matahari dan bulan dan bintang-bintang, dan di bumi bangsa-bangsa akan takut dan bingung menghadapi deru dan gelora laut. Orang akan mati ketakutan karena kecemasan berhubung dengan segala apa yang menimpa bumi ini, sebab kuasa-kuasa langit akan guncang. Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah kepalamu, sebab pembebasanmu sudah dekat” (Luk 21:20-28).

Sebagian kepercayaan Yahudi pada masa kehidupan Yesus adalah bahwa YHWH akan membangkitkan seorang Mesias untuk menyelamatkan umat-Nya. Sebagian orang memandang Mesias ini sebagai seorang tokoh politik yang akan memerdekakan orang-orang Yahudi dari penjajahan Romawi. Sebagian orang yang lain mengharapkan kedatangan Musa atau Elia untuk memimpin umat Israel seperti yang mereka lakukan dalam Perjanjian Lama. Ada juga orang-orang yang berharap akan kedatangan seorang Mesias-Imam yang akan membawa umat kembali ke suatu penyembahan yang benar kepada YHWH. Namun, yang hadir adalah Dia yang penuh kelemah lembutan di dalam kasih. Setelah bernubuat tentang keruntuhan Yerusalem, Yesus bersabda bahwa akan ada tanda-tanda kosmis, peristiwa-peristiwa dahsyat yang akan menimpa orang-orang Israel dan menakutkan banyak orang. Namun tanda paling besar akan menyusul: “Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya” (Luk 21:27). Siapakah ‘Anak Manusia’ ini? Dalam visi Daniel tentang akhir zaman, dikatakan: “Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya. Lalu diberikanlah kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah” (Dan 7:13-14). Anak Manusia adalah Mesias dan sekaligus juga sang Hakim. Ia berbeda dari jenis-jenis Mesias yang biasanya diharap-harapkan oleh orang-orang Yahudi karena Dia datang dari surga dan bukan sekadar seorang manusia; Dia dekat dengan YHWH di alam surgawi. Kepada Mesias yang ini, Anak Manusia, diberikan kuasa dan otoritas atas seluruh bumi dan segala isinya, dan kekuasaan-Nya kekal. Yesus adalah sang Mesias, Anak Manusia yang penuh kasih. Apabila Dia datang kembali, maka Dia akan menghakimi dunia. Dia mendorong mereka yang percaya untuk bangkit dan mengangkat kepala mereka, sebab pembebasan mereka sudah dekat (lihat Luk 21:28). Kita tidak perlu takut akan akhir zaman dan kedatangan Anak Manusia, Yesus Kristus, karena Dia adalah seorang Hakim yang adil.

Pdt. Jansen Simanjuntak, STh

Benar akan banyak tanda-tanda alam atau zaman yang dapat dilihat sebagai waktu akan datangnya masa akhir zaman. Namun, tidak semua tanda-tanda itu dapat kita percayai, karena banyak di antaranya yang disengaja dibuat oleh manusia untuk kepentingannya dan golongan tersendiri.

Pdt. Happy Pakpahan, STh

Bahkan sekarang banyak yang nyeleneh tindakan dari manusia, ketika didapati ada kejadian alam bukan malah dilihat sebagai tanda-tanda dari yang Maha Kuasa dan kemudian mendorong diri untuk merefleksikannya terhadap kehidupannya, melainkan banyak yang membuatnya sebagai “bakal berkat” dengan menerjemahkannya menjadi no undian lotre togel. Kita diajak untuk peka agar terhindar dari dampak negatif yang ditimbulkan, menjadi korban. Namun, sebaliknya kita harus menjadikan diri kita untuk lebih peka terhadap suara Tuhan atas hidup kita. Banyak yang dapat menguasai tanda-tanda zaman atau alam, jadi berhati-hatilah agar jangan terjatuh pada dosa mengilahikan manusia, kita harus tetap berkiblat pada Tuhan yang mengizinkan tanda-tanda zaman itu terjadi.

Pdt. Edwin Manullang, STh

Kita jangan mempertanyakan kapan dan bagaimana waktu dari akhir zaman itu terjadi, melainkan persiapkanlah diri kita untuk waktu yang telah ditentukanNya. Perumpamaan yang Yesus angkat bertujuan untuk mengungkapkan hal-hal yang tersembunyi dengan menceritakan kejadian sehari-hari yang bisa dialami. Kerajaan Allah pasti akan hadir, maka persiapkanlah diri kita agar dapat bertahan dan berdiri teguh di hadapan pengadilanNya (ayat 36).

Cln. Pdt. Yansen Hasibuan, STh

Injil menyatakan bahwa Yesus adalah seorang pengamat alam yang tajam, Pengajaran-Nya menyentuh lingkungan di sekeliling-Nya dan pendengar-Nya. Tidak terkecuali perumpamaan-perumpamaan yang diberikan-Nya, beberapa kali perumpamaan-perumpamaan Yesus menyentuh kehidupan petani, nelayan, dan gembala. Pendengar Yesus hidup lebih dekat dengan alam daripada kita pada saat ini, sehingga mereka tidak mengalami kesulitan memahami pesan yang ingin disampaikan-Nya. Pada konteks perjumpaan Injil dengan kehidupan masyarakat hari ini, maka perumpamaan yang Yesus dulu pakai, direlevansikan dan dimodifikasi oleh para pelayan sekarang melihat perkembangan lingkungannya, misalnya tekait dengan IT dan modrenisasi yang ada. Keberadaan Injil diharapkan dapat menjawab keresahan masyarakat dalam pelbagai pertanyaan yang muncul dalam dirinya lewat perumpamaan-perumpamaan yang dapat dimengerti dan menyentuh kesehariannya. Demikianlah pada zaman Injil, pohon ara adalah pohon buah yang sudah umum di seluruh Israel, khususnya di dekat Yerusalem di mana terletak Bethphage (rumah pohon ara). Di Israel, pohon ara juga dipakai untuk menyatakan pemerintahan Salomo yang penuh kedamaian, "tiap-tiap orang hidup dengan aman di bawah pohon anggur dan pohon ara" (l Raja 4:25 dan Mikha 4:4). Pohon ara dengan daun-daunnya yang hijau besar akan memberikan tempat berteduh yang luas selama musim panas. Tidak seperti pohon-pohon lain misalnya, pohon zaitun, cedar, dan palem, daun pohon ara akan gugur daunnya pada waktu mendekati musim dingin. Sementara jenis pohon lain yang berganti daun, mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan di awal musim semi. Misalnya, pada waktu pohon almond sudah mulai berbunga, pohon ara masih bertahan dengan cabang-cabang yang tanpa daun sampai di awal musim panas. Kemudian getah tumbuh-tumbuhan itu mulai mengalir, kuncup-kuncup semakin besar dan dalam beberapa hari muncul daun-daun muda. Alam memberitakan bahwa bahaya dari embun beku malam yang mematikan telah berlalu dan musim panas telah tiba. Pohon ara yang bersemi pada musim panas, tepat pada saat pohon itu mulai menampakkan tanda kehidupan untuk pertama kalinya. "Apabila ranting-rantingnya melembut, dan daun-daunnya mulai bertunas, kamu tahu bahwa musim panas sudah dekat." (ayat 29-30). Musim panas, summer dalam bahasa Yunani disebut therosi dan di dalam bahasa Ibrani mungkin menimbulkan permainan kata-kata yakni qayis (musim panas; buah musim panas) dan qes (akhir kehidupan; saat penghukuman terakhir).

Gambaran tentang pohon ara yang bertunas biasanya dihubungkan dengan masa turunnya berkat (Yoel 2:22) dan hampir tidak pernah dihubungkan dengan masa penghancuran dan malapetaka. Perumpamaan semacam ini seharusnya tidak dilihat terutama dalam hubungannya dengan malapetaka yang diramalkan di dalam percakapan ini. Tetapi penekanannya adalah penebusan yang terbukti pada waktu datangnya Kerajaan Allah. Meskipun Matius dan Markus mengatakan malapetaka seperti kelaparan dan gempa bumi "adalah permulaan penderitaan" (Matius 24:8; Markus 13:8), tetapi Lukas menghilangkan kalimat ini. Dia menghadirkan perkataan Yesus dalam suatu kerangka pengharapan yang penuh sukacita. "Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat" (Lukas 21:28 ). Lukas menggunakan bahasa yang hampir identik dengan aplikasi dari perumpamaan tentang pohon ara yang bertunas: "Demikian juga, jika kamu melihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah, bahwa Kerajaan Allah sudah dekat" (Lukas 21:31). Tentu saja, istilah "penebusan" dan "Kerajaan Allah" di dalam konteks ini mempunyai referensi pada perwujudan keselamatan di masa yang akan datang. Istilah-istilah ini menunjuk pada kedatangan Kerajaan Allah yang terakhir di mana umat Allah akan dilepaskan dari penderitaan. Kemudian "makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakaan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah" (Roma 8:21).

Yesus memakai kebenaran ini langsung kepada orang-orang sezaman-Nya. Dia memberitahu murid-murid-Nya "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya itu terjadi" (Markus 13:30). Dia menggunakan ungkapan "semuanya ini," sekali lagi. Seharusnya murid-murid akan mampu mengetahui bilamana penajisan dan kehancuran Bait Allah akan tiba, sama halnya dengan kemampuan mereka untuk menentukan bila musim panas akan tiba, yaitu melalui melihat pohon ara. Tetapi teks ini mengatakan, "Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu sebelum semuanya itu terjadi." Semuanya ini diprediksikan di dalam percakapan tentang akhir zaman jauh sesudah zaman Yesus. Tetapi gulungan surat Qumran memberikan cahaya yang penting pada arti kata "angkatan terakhir." Ungkapan ini menunjukkan bahwa jangka waktunya tidak dibatasi sampai satu masa kehidupan, dan seharusnya tidak diartikan secara harfiah. Kata 'angkatan terakhir' menunjuk kepada orang yang bertahan dan tetap setia sampai pada akhirnya. Karena itu, orang-orang yang termasuk di dalamnya adalah murid-murid yang mendengar perkataan yang keluar dari bibir Yesus sendiri, orang-orang yang menyaksikan kejatuhan Yerusalem, dan orang-orang percaya sepanjang abad yang dengan tabah menunggu penggenapan nubuat tentang akhir zaman.

Perumpamaan ini berakhir dengan perkataan, "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." (Lukas 21:33). Biasanya dalam kehidupan manusia yang sudah berlalu menjadi bagian dari masa lalu dan tidak penting lagi untuk masa sekarang. Arti perumpamaan ini adalah bahwa perkataan Yesus tidak akan kehilangan pengaruhnya ketika suatu nubuat khusus telah digenapi tepat pada waktunya. Perkataan Yesus tetap berlaku hari ini sama seperti pada waktu diucapkan pertama kali. Apakah pesan dari perumpamaan ini? Tidak ada angkatan yang bebas dari malapetaka sampai pada hari kedatangan Kristus kembali ketika Kerajaan Allah datang dengan segala kepenuhannya. Tetapi orang Kristen tidak boleh cemas dan berkecil hati. Seharusnya malah kita harus meneliti tanda-tanda zaman dengan sangat teliti, sama seperti melihat pohon ara yang bertunas, dan mengetahui bahwa kejadian-kejadian yang terjadi di sekitarnya mengantarkan ke zaman yang baru. Karena itu, perumpamaan ini mendorong orang-orang percaya untuk tetap waspada. Kesengsaraan yang dialami jangan sampai mengurangi kesabarannya dan meruntuhkan kepercayaannya. Malahan, harus meneguhkan pengharapannya akan hari terakhir yang sudah dekat, yang penuh kemuliaan, di mana kesengsaraan merupakan pertanda. Dan meskipun orang-orang percaya sepanjang zaman telah menderita kesusahan dan telah menanggulangi kemalangan, orang-orang Kristen saat ini, lebih dari yang pernah terjadi sebelumnya, dikuatkan oleh perkataan Paulus, "Hal ini harus kamu lakukan, karena kamu mengetahui keadaan waktu sekarang, yaitu bahwa saatnya telah tiba bagi kamu untuk bangun dari tidur. Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita daripada waktu kita menjadi percaya. Hari sudah jauh malam, telah hampir siang" (Roma 13:11, 12)

Setiap hari kita menghadapi pilihan-pilihan. Kita dapat mempertimbangkan apa yang telah dilakukan Yesus untuk menebus dan menyembuhkan kita. Kita menaruh kepercayaan pada firman-Nya untuk manifestasi kemuliaan-Nya secara penuh pada saat kedatangan-Nya untuk kedua kali. Atau, kita dapat melihat penderitaan kita di dunia dan dengan cepat menjadi takut dan khawatir. Apabila kita datang menghadap Tuhan dalam doa dan memperkenankan firman-Nya yang memberi pengharapan dan dorongan untuk menyentuh hati kita dan mengarahkan pemikiran-pemikiran kita, maka kita akan diangkat dan dipenuhi dengan sukacita dan damai-sejahtera, dan memampukan kita untuk melihat lebih daripada sekedar keadaan kita sendiri. Firman-Nya menggerakkan batin kita dan kita dapat percaya bahwa dalam Dia semua hal adalah mungkin.

Pada zaman modern ini banyak orang Kristiani masih menderita di bawah rezim-rezim sekuler, atheis, dan totaliter mayoritas. Terkadang situasi sedemikian memberi kesan bahwa kuasa kegelapan telah menang dan berjaya. Namun, dengan tetap berdiri teguhnya masyarakat nasrani di Indonesia, meskipun didapati selalu memperoleh kesulitan dalam mengekspresikan imannya, penutupan dan pembakaran gereja di beberapa daerah di tanah air dan gangguan keamanan yang terus berkelanjutan menjadi bukti bahwa penyertaan Kristus dalam tuntunan Roh Kudus bagi umatNya senantiasa ada dan terus akan ada (Matius 28:20). Hal ini membuktikan bahwa masih berlakunya kata-kata Yesus bahwa Dia akan melindungi Gereja-Nya. Pada zaman ini orang-orang Kristiani adalah saksi-saksi hidup atas ucapan Yesus ini: “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Luk 21:33). Amin. (yph)

(Bahan Renungan Kebaktian Pagi di kantor Pusat HKI yang dipimpin St. Raja PS. Janter Aruan, SH, MH)


Minggu, 28 November 2010: Advent I

Ev. Yesaya 32:1-8
(Minggu, 28 November 2010: Advent I)

Pengantar oleh Pdt. Edwin JP. Manullang, STh
Latar belakang sejarah bagi pelayanan nubuat Yesaya, anak Amos adalah Yerusalem pada masa pemerintahan empat raja Yehuda: Uzia, Yotam, Ahas, dan Hizkia (Yes 1:1). Raja Uzia wafat pada tahun 740 SM (bd. 1Sam 6:1) dan Hizkia pada tahun 687 SM; jadi, pelayanan Yesaya meliputi lebih daripada setengah abad sejarah Yehuda. Menurut tradisi Yahudi, Yesaya mati syahid dengan digergaji menjadi dua (bd. Ibr 11:37) oleh Raja Manasye putra Hizkia yang jahat dan penggantinya (+ 680 SM).

Yesaya berasal dari keluarga kalangan atas di Yerusalem; dia orang berpendidikan, memiliki bakat sebagai penggubah syair dan berkarunia nabi, mengenal keluarga raja, dan memberikan nasihat secara nubuat kepada para raja mengenai politik luar negeri Yehuda. Biasanya, Yesaya dipandang sebagai nabi yang paling memahami kesusastraan dan paling berpengaruh dari semua nabi yang menulis kitab. Ia menikahi seorang wanita yang juga berkarunia kenabian, dan pasangan ini memiliki dua putra yang namanya mengandung pesan yang simbolik bagi bangsa itu.

Yesaya hidup sezaman dengan Hosea dan Mikha; ia bernubuat selama perluasan yang mengancam dari kerajaan Asyur, keruntuhan terakhir Israel (kerajaan utara) serta kemerosotan rohani dan moral di Yehuda (kerajaan selatan). Yesaya memperingati raja Yehuda, Ahas, untuk tidak mengharapkan bantuan dari Asyur melawan Israel dan Aram; ia mengingatkan Raja Hizkia, setelah kejatuhan Israel tahun 722 SM, agar jangan mengadakan persekutuan dengan bangsa asing menentang Asyur. Ia menasihati kedua raja itu untuk percaya Tuhan saja sebagai perlindungan mereka (Yes 7:3-7; Yes 30:1-17).

Beberapa cendekiawan meragukan apakah Yesaya menulis seluruh kitab ini. Mereka menentukan pasal 1-39 (Yes 1:1-39:8) saja yang ditulis Yesaya dari Yerusalem; mereka beranggapan pasal 40-66 (Yes 40:1-66:24) berasal dari seorang atau beberapa orang pengarang lain sekitar satu atau satu setengah abad kemudian. Akan tetapi, tidak ada data alkitabiah yang mengharuskan kita menolak Yesaya sebagai penulis seluruh kitab ini. Nubuat-nubuat Yesaya dalam pasal 40-66 (Yes 40:1-66:24) untuk para buangan Yahudi di Babel jauh setelah kematiannya menekankan kemampuan Allah untuk menyatakan berbagai peristiwa khusus di masa depan melalui para nabi-Nya (Yes 53:1-12). Jikalau seorang dapat menerima perwujudan penglihatan dan penyataan kenabian (bd. Wahy 1:1; Wahyu 4:1-22:21), maka lenyaplah sudah halangan utama untuk percaya bahwa Yesaya menulis seluruh kitab ini. Bukti-bukti pendukung positif cukup banyak dan tergolong di bawah dua bagian yang luas. Pertama, bukti dari dalam kitab ini sendiri mencakup pernyataan pembukaan (Yes 1:1) (yang berlaku untuk seluruh kitab) dan banyak kesamaan ungkapan dan pikiran yang mencolok di antara kedua bagian utama kitab ini. Salah satu contoh terkenal ialah ungkapan "Yang Mahakudus, Allah Israel" yang muncul 12 kali dalam pasal 1-39 (Yes 1:1--39:8) dan 14 kali dalam pasal 40-66 (Yes 40:1-66:24), dan hanya enam kali di seluruh bagian PL lainnya. Tidak kurang dari 25 bentuk kata Ibrani muncul dalam kedua bagian utama Yesaya, tetapi tidak terdapat di kitab nubuat yang lain di PL. Kedua, bukti dari luar kitab ini mencakup kesaksian Talmud Yahudi dan PB sendiri, yang menghubungkan seluruh bagian kitab ini dengan nabi Yesaya (mis. bd. Mat 12:17-21 dengan Yes 42:1-4; Mat 3:3 dan Luk 3:4 dengan Yes 40:3; Yoh 12:37-41 dengan Yes 6:9-10 dan Yes 53:1; Kis 8:28-33 dengan Yes 53:7-9; Rom 9:27 dan Yes 10:16-21 dengan Yes 10:1-34; Yes 53:1-12; Yes 65:1-25).

Nubuat ini menggambarkan pemerintahan sebagaimana dicita-citakan dan yang serupa dengan pemerintahan Mesias, bdk Yes 11:3-4; 29:18; 35:5; Yer. 23:5-6. Bagian ini sastera kebijaksanaan dan terutama mengingatkan beberapa bagian dari Kitab Amsal. Boleh jadi ayat-ayat ini ciptaan seorang berhikmat yang disisipkan ke dalam kitab Yesaya sebagai penjelasan pada Yes 32:5, yang menyebutkan "orang bebal" dan "orang yang berbudi luhur", bdnYes 32:6,8. Bukan pemimpin saja (Yes 32:1-2) tapi djuga rakyat akan sama sekali berubah hatinya; tidak degil dan keras kepala (mata tidak berlengket; telinga mendengar: bahasa kiasan), melainkan akan memperhatikan apa jang dikatakan nabi (yang dahulu diperlakukan sebagai orang gagap, yang tidak dapat dimengerti, tapi sekarang sebagai orang yang delas bicaranya). Puncak Keselamatan Israel dan Pemulihan Rohaninya, kehancuran pasukan Asyur secara nubuat menunjuk pada konflik terakhir di dunia sebelum pemerintahan Kristus, Sang Raja Israel yang sempurna. Kerajaan Kristus akan menggenapi cita-cita Allah mengenai satu persemakmuran yang kudus, yang melaksanakan keadilan sempurna di seluruh bumi. Raja yang adalah Allah ini akan memberikan perteduhan sempurna kepada semua orang yang mencari perlindungan kepada-Nya, dan Dia akan memuaskan jiwa-jiwa mereka yang haus dengan air kehidupan. Dia akan menganugerahkan kepada orang-orang percaya kuasa rohani untuk melihat dan mendengar yang tidak akan pernah melemah, dan suatu hati yang mengerti serta kesaksian yang jelas yang merupakan hasil dari perubahan sempurna karena kelahiran baru. Di bawah pemerintahan dan pengaruh-Nya manusia tidak akan lagi disesatkan oleh sang raja dusta, melainkan akan dapat melihat secara jelas perbedaan antara hikmat yang bermoral dengan kebebalan, dengan menyadari betapa dungunya suatu kehidupan yang bertumpu pada kejahatan. Standar penilaian Allah pada akhirnya akan dipakai oleh manusia.

Beberapa waktu lalu, kita telah memilih para pimpinan kita di mulai dari legislatif hingga kepala daerah, dan di beberapa daerah masih berlangsung. Orang kristen berdoa agar rakyat Indonesia memilih orang yang Tuhan pilih, dan agar orang yang dipilih melaksanakan kehendak Tuhan. Kita mengharapkan terjadinya perubahan positif di berbagai segi kehidupan bangsa Indonesia. Demikianlah, Nabi Yesaya yang menyaksikan pemerintahan empat raja Yehuda (Yes 1:1), memperoleh penglihatan tentang kemunculan seorang "Raja yang adil" yang akan memerintah menurut kebenaran. Raja adil ini membawa pengaruh kepada para pemimpin di bawahnya. Kebenaran dan keadilan para pemimpin ini digambarkan bagaikan "Tempat perlindungan dari angin ribut, aliran-aliran air di tempat kering, dan naungan batu yang besar di tanah tandus". Maksudnya rakyat memperoleh perlindungan dan rasa aman. Hati yang merencanakan kejahatan, akal yang merancang perbuatan keji terhadap orang lemah akan terbongkar dan tidak lagi ditutup-tutupi. Siapakah "Raja yang adil" ini? Tidak satu pun raja-raja Israel atau Yehuda yang sepenuhnya menggenapi gambaran ini. Dalam terang Perjanjian Baru, Yesus Kristuslah sang Raja Adil itu. Di dalam-Nya Roh tercurah penuh. "Roh dari atas" ini akan mengubah "Padang gurun menjadi kebun buah, dari tempat kering menjadi subur", menyebabkan keadilan berlaku di semua tempat bahkan di padang gurun, menimbulkan damai sejahtera, ketenangan, dan ketentraman. Bangsa yang dipimpin "Raja yang adil" ini akan tinggal di tempat yang damai, tentram, dan aman. Membuat setiap penduduknya dapat bekerja dengan aman tanpa merasa takut untuk berkarya. Apakah kita rindu pemerintah Indonesia berlaku seperti "Raja yang adil" ini? Kita perlu berdoa agar pemerintah kita tunduk kepada prinsip-prinsip Sang Raja Sejati, memberlakukan kebenaran dan keadilan. Seluruh bangsa di muka bumi mendambakan seorang pemimpin atau raja yang adil; yang mampu menjalankan pemerintahan dengan benar; dan mampu memberikan kesejahteraan lahir-batin kepada rakyatnya. Mungkin ayat 1-8, diucapkan sehubungan dengan naiknya Hizkia sebagai raja Israel saat itu. Tetapi, rupanya Hizkia tidak sepenuhnya berhasil memenuhi keinginan rakyat. Bacaan ini menyiratkan nubuatan janji Mesianis. Sekitar dua ribu tahun yang lalu, nubuat itu tergenapi dalam diri Yesus Kristus. Dia adalah Raja yang benar; bahkan Dia sendiri adalah kebenaran (Yoh. 14:6). Karena itu "di mana ada kebenaran, di situ tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran adalah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya" (Yes. 32:17). Adil dan benar yang dunia tawarkan baru dapat diberlakukan jika kuasa dan harta campur tangan. Itulah konsep keadilan dan kebenaran yang dunia tawarkan. Bayangkan bila orang-orang yang berkuasa dan berharta saja yang memperoleh perlakuan itu; sedangkan rakyat jelata yang tak berharta atau berkuasa hanya menjadi korban kebuasan penguasa lalim! Harus pupuskah perjuangan demi keadilan dan kebenaran? Yesus Kristus yang adalah "Kebenaran dan Hidup", membuka tangan menawarkan keadilan yang sesungguhnya. Berbahagialah yang menyambutnya

Pdt. Jansen Simanjuntak, STh
Kehadiran raja yang adil mengarah kepada perubahan menuju yang lebih baik. Dari pesimis menjadi optimis, itulah yang diharapkan dari kita dalam menjalankan tugas dan kewajiban kita. Kehadiran raja yang adil, itulah Yesus Kristus membawa kita kepada perubahan mulai cara berpikir dan tindakan. Pilkada yang sudah berlalu dan yang masih berlangsung, semua masyarakat mengharapkan hadirnya pimpinan yang mensejahterakan rakyat, akan tetapi sebagai masyarakat kita tidak bisa berpangku tangan menantikannya untuk terealisasi. Bahkan banyak pimpinan yang kemudian mengecewakan rakyat yang memilihnya, untuk itu sama seperti peringatan Yesaya kepada raja Yehuda, Ahas, agar tidak bergantung kepada Asyur, melainkan cukup hanya kepada Tuhan, kita diingatkan agar kita jangan sekali-kali mengandalkan dan berharap kepada kekuatan manusia, tetapi senantiasa mengandalkan Tuhan.

St. Raja PS. Janter Aruan, SH, MH
Perikop ini juga mengisahkan keadaan bangsa Israel yang mengharapkan kehadiran raja yang membawa mereka keluar dari pelbagai masalah dan penderitaan bangsa mereka. Dan nubuatan ini kemudian digenapi oleh kehadiran Yesus Sang Mesias. Dengan kehadiran Yesus, perubahan yang ditawarkannya ternyata tidak seperti yang diharapkan bangsa Israel di bawah pemerintahan Romawi. Perubahan dengan jalan perang untuk membebaskan mereka dari jajahan Romawi, melainkan perubahan yang mengarah pada pribadi bangsa itu. Perubahan itu juga yang diharapkan dari kita, di masa Advent I menjelang kelahiran Yesus, kita diajak untuk mempersiapkan diri dengan melakukan perubahan diri menuju yang lebih baik. Misalnya, dengan memberikan nilai lebih dari kinerja kita di kantor pusat HKI sesuai dengan tugas kita masing-masing.

Pdt. Edwin JP. Manullang, STh
Hanya dengan kuasa Tuhan kita dapat melakukan perubahan dalam diri dan juga lingkungan kita.

Pdt. Jansen Simanjuntak
Tentang penderitaan dan sukacita, Allah dapat memakai keduanya untuk menyapa manusia agar menyadari hubungannya dengan Tuhan, bahkan perantaraan orang lain sekalipun. Perihal menjadi pemimpin, lewat hidup Yesus kita belajar bahwa menjadi pemimpin tidak harus duduk di tahtanya, melainkan seorang pemimpin juga dapat memimpin dengan berada langsung di tengah-tengah rakyatnya, bahkan dengan cara kedua tersebut transformasi di tengah-tengah masyarakat lebih cepat terwujud. Melalui masa Advent I ini, kita diharapkan untuk mempersiapkan diri kita dengan melakukan transformasi diri dalam terang kasih Kristus.

(Bahan Renungan Kebaktian Pagi di kantor Pusat HKI yang dipimpin Pdt. Edwin JP. Manullang, STh)