Oleh: St. Erwin Napitupulu I. PENDAHULUAN
Dengan berjalannya waktu serta semakin dirasakan adanya kebutuhan untuk lebih maju dan berkembang oleh warga HKI maka Sinode HKI ke 59 yang akan diselenggarakan pada tahun 2010 sangat dinantikan dan diharapkan akan membawa perubahan yang sangat nyata di dalam tubuh HKI. Apa yang menyebabkan hal tersebut? Ini disebabkan karena Sinode HKI ke 59 adalah merupakan sinode periode yang akan memilih para pemimpin di gereja HKI, dimana akan terjadi perubahan kepemimpinan di HKI baik Ephorus, Sekjen, serta Praeses maupun Majelis Pusat.
HKI yang telah berusia 83 tahun telah kaya akan pengalaman dalam bergereja. Sebagai gereja yang mandiri dan mempunyai warga yang militan maka semua warga sangat mendambakan dan mengharapkan terpilihnya pemimpin yang mampu membawa HKI ke arah yang lebih baik terutama dalam menghadapi tantangan jaman baik di dalam negeri maupun dari luar negeri. Masalah dalam negeri, terutama dalam hal dampak krisis ekonomi, pengangguran, pendidikan dan keberadaan kita sebagai umat yang percaya kepada Yesus Kristus di tengah bangsa ini serta masalah lainnya merupakan tantangan yang harus dijawab oleh pemimpin HKI masa depan. Demikian juga Globalisasi dan dampak yang diakibatkannya, membuat gereja HKI juga harus mampu menghadapi atau mencari solusi untuk memecahkan persoalan akibat dari hal tersebut.
Inilah bagian dari nilai atau harapan yang di gantungkan pada Sinode ke 59 tahun 2010 ini.
Sebagai warga gereja, dalam kesempatan ini kami mencoba untuk memberikan masukan secara sederhana tentang gaya (style) pemimpin yang diharapkan untuk mampu membawa gereja HKI ke arah yang lebih baik lagi serta mampu menjawab tantangan yang akan dihadapi di masa datang. Kita percaya bahwa pemimpin HKI yang terpilih di Sinode ke 59 adalah pemimpin yang dipilih oleh Tuhan (Napinillit ni Debata) bukan yang di izinkan oleh Tuhan (Dipaloas Debata).
II. SEJARAH MANAJEMEN KEPEMIMPINAN HKI
Gereja Hoeria Christen Batak (cikal bakal dari Gereja HKI) yang didirikan oleh seorang awam (F. Sutan Malu Panggabean), berdiri pada tanggal 1 Mei 1927. Pada saat itu pendirinya menjadi pemimpin organisasi tersebut.
Pada tanggal 1 September 1929 H.Ch.B telah membuat/menetapkan peraturan yang disebut “Statuten Huishoukdelijk Reglement atau Aturan Ni Vereening Hoeria Christen Batak”. Pada Statuten H.Ch.Btersebut telah dituliskan Visi dan Misi H.Ch.B sehingga pemimpin pada saat itu telah mengetahui arah serta tujuan gereja dan telah digambarkan adanya suatu sistem manjemen bagaimana menata gereja dengan baik.
Walaupun sistem tata kelola yang tercantum dalam Statuten tersebut belum sepenuhnya mengikuti fungsi manjemen seperti yang diharapkan seperti Planning, Organizing, Staffing, Directing, Leading, Coordinating, Motivating, Controlling dan Budgeting namun telah menunjukkan bagaimana seorang pemimpin menjalankan tugasnya, misalnya adanya pembagian tugas yang dilakukan pada semua aras pelayanan, pengambilan keputusan yang dilakukan secara mufakat dan musyawarah yang bermakna bahwa pemimpin tidak otoriter dan adanya pengawasan dalam pekerjaan. Pola kepemimpinan saat itu adalah kepemimpinan piramidal dimana dalam menentukan kebijakan hanya dilakukan oleh beberapa orang.
Pada dekade 40 an, para pemimpin HKI telah sadar dan belajar dari pengalaman selama ini maka dirasa perlu adanya perubahan. Pada Sinode HKI tahun 1946 di Patane Porsea nama H.Ch.B diubah menjadi Huria Kristen Indonesia (HKI). Perubahan nama itu menggambarkan bahwa misi dari organisasi tesebut bukan hanya untuk suku batak saja tetapi terbuka untuk semua suku di Indonesia.. Hal ini sekaligus juga merubah sistem tata kelola dari gereja tersebut dimana pada saat itu sinode memilih seorang pemimpin yang disebut Ketua Pucuk Pimpinan.
Kepemimpinan pada saat itu telah mulai menggambarkan adanya perubahan pola kepemimpinan dengan lebih mengaktifkan semua fungsi jabatan yang ada dalam struktur kepungurusan di semua tingkat pelayanan, walaupun belum semua fungsi manajemen berjalan dengan baik. Hal tersebut kemunkinan juga masih disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan ketersediaan sumber daya pada saat itu.
Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pimpinan HKI menjalankan kebijakan atau program kerja sesuai keputusan yang diambil melalui sinode sebagai pengambil keputusan tertinggi yang diselenggarakan secara berkala.
Pada sinode 1990 pimpinan tertinggi HKI dirubah dari Ketua Pucuk Pimpinan menjadi Ephorus yang dibantu oleh seorang Sekretaris Jenderal. Dalam Anggaran Dasar dan Peraturan Rumah Tangga HKI tahun 1993, Ephorus sebagai pimpinan tertinggi dibantu oleh Sekretaris Jenderal. dan Majelis Pusat yang berfungsi untuk membantu pimpinan dalam menjabarkan keputusan sinode dan pembuatan anggaran belanja dan pendapatan yang selanjutnya merupakan kebijakan teknis bagi semua aras pelayanan.
Dalam Sinode 2005 terjadi perubahan dalam Tata Dasar dan PRT HKI dimana dalam pola kepemimpinan di HKI, Majelis Pusat berubah fungsi menjadi mitra Pucuk Pimpinan yang berfungsi dalam pengawasan (controlling), pembuatan peraturan (legislasi) dan pembuatan anggaran (budgeting).
Jika dibandingkan dengan sistem manjemen pada saat ini bahwa pola kepemimpinan di HKI telah menunjukan perubahan yang telah mulai mengikuti pola manajemen modern. Pucuk Pimpinan HKI sebagai executive dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya telah di awasi dan dibantu dalam pembuatan semua kebijakan penjabaran keputusan sinode dan ketetapan yang diambil dalam rapat Majelis Pusat.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana model atau gaya seorang pemimpin yang diharapkan agar dapat melaksanakan semua program yang telah ditetapkan dalam sinode dan rapat Majelis Pusat serta mampu membawa HKI ke arah yang lebih baik.
III. GAYA KEPEMIMPINAN YANG DIHARAPKAN
Keberhasilan suatu organisasi tidak terlepas dari gaya seorang pemimpin dalam menjalankan roda organisasi tersebut. Dalam Alkitab banyak gaya kepemimpinan yang dapat di jadikan panutan dalam pola kepemimpinan saat ini. Misalnya bagaimana Musa memimpin bangsa Israel dalam perjalanannya dari Mesir hingga ke Tanah Kanaan, dan para nabi lainnya.
Dalam menghadapi perubahan jaman yang terus bergerak dan menghadapi globalisasi, saat ini dibutuhkan pemimpin yang mampu menghadapi semua tantangan tersebut. Pada tahun-tahun terakhir ini, banyak buku yang ditulis oleh para teorist tentang bagaimana gaya kepemimpinan seseorang yang diharapkan dalam memimpin suatu organisasi massa, politik, gereja, perusahaan maupun dalam keluarga.
Tulisan-tulisan tentang gaya kepemimpinan yang ditawarkan saat ini dijelaskan secara rinci seperti pengambilan keputusan (Decision making process), Hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin (leaders – followers/sub ordinate interaction), kewenangan pemimpin (leaders authority), Kepemimpinan Hamba, Lead Like Yesus, Yesus CEO dan masih banyak lagi buku yang dapat di pelajari dan di implementasikan.
Dalam hal ini kita hanya menyoroti kepemimpinan dari 3 hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pemimpin yaitu :
1. Watak Pemimpin (Personality traits of leader)
Watak seorang pemimpin sangat mempengaruhi jatuh bangunnya suatu organisasi. Banyak para ahli membuat beberapa karakter yang harus dipunyai oleh seorang pemimpin yang berhasil.
Para ahli melakukan penelitian dengan membedakan pemimpin dan non-pemimpin melalui: kejujuran dan integritas, tingkat energi yang dikeluarkan, ambisi dan keinginan untuk memimpin, kecerdasan (intelligence), percaya diri, dan pengetahuan yang relevan dengan tugasnya (Kilpatrick and Locke, 1991, Stogdill, 1974). Dari hasil penelitian tersebut ada beberapa karakteristik seorang pemimpin yang dihargai yaitu kejujuran, memiliki pandangan ke masa depan, memberikan inspirasi, memiliki kemampuan memimpin (kompeten), berperilaku adil, dan bersifat mendukung (supportive) serta bisa bekerjasama (cooperative)
Seorang pemimpin yang dipenuhi Roh hingga buah Roh sangat nyata dalam kehidupannya sungguh berpengaruh kuat dan luas dalam kepemimpinan di gereja. Kepemimpinan rohani sangat menekankan “memimpin dengan wibawa rohani”, yang artinya lebih banyak mendasarkan kepemimpinan pada pengaruh rohani bukan pada wibawa formal atau posisional. Kepemimpinan rohani selalu menyentuh karakter atau watak sang pemimpin.
Dalam kepemimpinan, kecerdasan otak (IQ) memang diperlukan tetapi kecerdasan emosi (EQ) lebih diperlukan lagi. Orang yang memiliki kecerdasan otak (inteligensi) tinggi akan menjadi begitu bodoh manakala ia tidak dapat mengendalikan emosinya, kebijaksanaannya seperti hilang tanpa bekas. Tanpa kecerdasan emosional, nota bene termasuk ketenangan batin dan kemampuan mengendalikan diri (emosi), mustahil kita bisa berpikir jernih.
Saya berpendapat bahwa kecerdasan emosional sangat erat hubungannya dengan kecerdasan spiritual (SQ), walaupun perbedaannya sangat amat tipis namun bisa dibedakan sebab SQ mempunyai akar dari kedekatan seseorang dengan Tuhan Allah sendiri. Buah Roh menjadi identifikasinya.
Social Quotient (Kemampuan bersosial) juga merupakan factor keberhasilan seorang pemimpin. Bagaimana seorang pemimpin harus mampu bermasyarakat dan hidup bersosial ditengah lingkungan maupun ditengah jemaatnya.
2. Kepemimpinan Situasional (Situational /Transactional Leadership).
Teori yang dicetuskan oleh Ken Blanchard ini menggunakan 4 gaya kepemimpinan (leadership style) dengan melakukan pendekatan secara delegating, supporting, coaching dan directing untuk menjelaskan gaya kepemimpinan yang sangat memperhatikan situasi/kondisi dan kesiapan mereka yang dipimpin.
Pada prinsipnya tidak ada kepemimpinan kecuali ada yang mau mengikuti. Kesiapan pengikut dalam Kepemimpinan Situasional didefinisikan sebagai seberapa jauh seorang yang dipimpin memperlihatkan kemampuan dan kemauannya untuk melaksanakan tugas yang diembankan kepadanya. Kita harus menyadari bahwa orang cenderung berbeda tingkat kesiapannya (readiness) dalam melakukan tugasnya, itu sangat tergantung dari tugas yang diembannya.
Gaya (style) memimpin tergantung pada kesiapan (readiness) atau kedewasaan mereka yang dipimpin. Gaya kepemimpinan disetiap gereja tidaklah sama, tergantung dari para anggota gereja, sejauh mana kesiapan mereka untuk mengemban tugas pelayanan. Disinilah peran pemimpin gereja nampak jelas, yaitu gaya kepemimpinan macam apa yang akan diterapkan. Keliru memilih dan menerapkan gaya kepemimpinan akan berakibat merosotnya efektifitas dan efisiensi gereja dalam memenuhi panggilannya. Janganlah menjiplak gaya kepemimpinan gereja lain hanya karena gaya tersebut berhasil dengan gemilang di gereja itu.
3. Kepemimpinan Transformasional.
Teori kepemimpinan ini menjalankan kepemimpinan selangkah lebih jauh yaitu berusaha untuk meningkatkan (men- transformasi -kan) goal-goal pribadi (atau yang hanya terfokus pada tujuan/goal) kepada tujuan yang lebih tinggi, lebih jauh ke depan, yaitu tujuan atau goal kelompok yang lebih luas, bersifat nasional, bahkan global. Kepemimpinan Transformasional mengkomunikasikan visi yang memberi inspirasi dan mendorong (memotivasi) para pengikut untuk mencapai hal-hal yang bersifat lebih luas, tinggi, dan bahkan luar biasa. Para pemimpin dalam kepemimpinan ini memiliki kemampuan untuk mengarahkan dan mengatur anggota dan sistemnya sedemikian rupa sehingga semua anggota memiliki integritas tinggi terhadap visi dan misi organisasi. Ciri khas dari Kepemimpinan Transformasional adalah bahwa pemimpin sangat memperhatikan kepedulian dan pengembangan para anggotanya, dia mengubah anggota-anggotanya dengan membantu mereka untuk melihat hal-hal yang lama dengan cara pandang yang baru. Pemimpin mampu membuat anggota terpesona, bersemangat, dan terinspirasi sehingga mereka semakin bersemangat untuk mencapai sasaran (visi) yang telah ditetapkan bersama. Tambahan pula pemimpin mampu membuat visi organisasi jelas dimengerti sehingga menjadi milik setiap anggota, artinya setiap anggota menganggap visi organisasi adalah visinya sendiri, inilah kekuatan dari Kepemimpinan Transformasional. Dan jika sang pemimpin telah tiada atau pensiun (emeritus) pengikutnya akan meneruskannya untuk mencapai visi yang terbentang jauh di depan. Mereka tidak akan berhenti mengejar visi organisasi walaupun pemimpin mereka telah berganti dengan pemimpin baru
Sesungguhnya ketiga model tersebut saling melengkapi. Watak sang pemimpin, kesiapan pengikut (anggota), dan meningkatkan kemampuan anggota sehingga bisa melihat dan memiliki visi organisasi, sangat penting untuk membuat kepemimpinan sebuah organisasi berhasil dengan baik.
IV.RELEVANSI KEPEMIMPINAN DI GEREJA
Dari tulisan diatas gaya kepemimpinan menurut para ahli sangat relevan dengan kepemimpinan didalam gereja yaitu kepemimpinan yang selalu serta harus mengacu dan berpedoman kepada Firman Tuhan .
Kepemimpinan gereja yang relevan secara sistematis ada 4 point sbb :
1. Kepemimpinan gereja antara pelayanan terhadap Allah dan pelayanan terhadap sesama manusia.
Tugas pimpinan gereja “bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani” dan menjadi gembala yang tidak “memerintah atas mereka yang dipercayakan” kepadanya, melainkan yang “menjadi teladan” (bdk Mat 20:25-28, Mrk 10:45; Yoh 13:5-15 dll), dan tidak menggunakan paksaan melainkan kesukarelaan (bdk 1 Petr 5:2-4). Disini pemimpin gereja harus menjadi teladan untuk dunia tentang kepemimpinan yang sebenarnya, dan bukan sebaliknya (menerapkan struktur-struktur kekuasaan dan penindasan duniawi dalam gereja). Kepemimpinan dan administrasi adalah untuk melayani.
Pimpinan gereja haruslah yang mempunyai dedikasi dan integritas yang tinggi dalam pelayanannya di gereja. Seorang pemimpin yang mencoba mencari suatu jabatan di luar gereja terutama ikut terlibat dalam politk praktis pada suatu partai/golongan tertentu akan mengakibatkan tidak adanya rasa netralitas dan kemampuan untuk berdiri diatas semua partai dan golongan. Apabila ada seorang calon pemimpin di gereja yang telah pernah dan masih ikut dalam ranah politik praktis atau bersifat partisan maka pola kepemimpinannya akan sangat diragukan untuk mampu membawa gereja ke arah yang lebih baik untuk mengemban Tri Tugas Panggilan gereja.
Seorang pemimpin di gereja adalah yang “Huria” dimana tidak pernah dan mau ikut dalam politik praktis dimana dedikasinya hanya ditujukan untuk gereja sehingga diharapkan bahwa seorang pemimpin yang seperti ini akan lebih mampu untuk mengajak semua umat menuju ke satu arah untuk pengembangan gereja yang lebih baik. Seorang pemimpin gereja juga harus berani dan tegas mengatakan dan menegakkan kebenaran dan tidak membela yang salah dalam gereja. Apabila pemimpin yang mau membela yang salah maka integritas dan dedikasinya dalam memimpin sangat diragukan.
2. Kepemimpinan gereja antara menerima tanggung jawab kekuasaan dan memberdayakan orang lain.
Seorang pemimpin harus mampu untuk menerima kekuasaan yang dipercayakan kepadanya secara bertanggung jawab, ia harus juga mampu untuk membagi kekuasaan dan mendelegasikan tanggung jawab. Tidak ada juga gunanya kalau seorang pemimpin memikul semua beban kekuasaan sendiri, mengorbankan kesehatannya dan keluarganya, tetapi akhirnya semua tergantung pada dia dan orang lain tidak dibutuhkan, tidak berdaya lagi dan hanya menjadi penonton. Seorang pemimpin gereja tidak boleh menghindari orang lain maju hanya karena merasa posisinya terancam, tetapi ia harus memotivasi dan memberdayakan orang lain, menemukan kelebihan dan karunia mereka dan mengembangkannya. Kita harus mampu untuk melibatkan orang lain dalam keputusan-keputusan dan dalam realisasinya secara partisipatoris. Profesionalisme dalam kepemimpinan gereja sangat penting, namun jangan sampai profesionalisme itu hanya terbatas pada kelompok elite kecil, dan tanggung jawab dan imanat am orang percaya atau kaum awam semakin diabaikan.
3. Kepemimpinan gereja antara karisma dan kompetensi.
Setiap orang diberi karunia atau karismata oleh Roh Kudus, dan ini tidak boleh diabaikan melainkan seharusnya menentukan pembagian tanggung jawab dalam kepemimpinan gereja. PB menyebut beberapa karunia seperti mengajar, melayani, membuat ajaib atau menyembuhkan, berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata dengan pengetahuan, bernubuat, membedakan bermacam-macam roh dll. (bdk 1 Kor 12; 1 Tim 4:14), dan sudah dikembangkan dalam PB bermacam-macam fungsi atau jabatan gerejawi seperti apostolat, diakonat, presbiter, pastorat, episkopat dll, untuk memimpin gereja dalam panggilan duniawi, dalam dimensi pelayanan (diakonia), kesaksian (marturia) dan pengayuban/persekutuan (koinonia) termasuk kehidupan spiritual (leiturgia). Dalam tubuh Kristus tidak ada fungsi dan karunia yang lebih tinggi atau lebih penting dari pada yang lain, sehingga kepemimpinan gereja adalah fungsi untuk memberdayakan, mengkoordinasi dan mengorganisir karunia-karunia yang ada dengan baik sehingga tubuh ini dapat melakukan misinya di dunia ini secara optimal.
4. Kepemimpinan gereja antara konservasi dan transformasi.
Disini seorang pemimpin menjadi “konservatif” dalam arti yg sebenarnya: mempertahankan dan menjamin nilai, tradisi dan aturan gereja yang menjadi identitas persekutuan. Disini sering dituntut bahwa seorang pemimpin harus menjadi teladan yang baik (atau bahkan sempurna) dalam menaati nilai-nilai persekutuannya. Dan ini tidak hanya berlaku jika konformitas dituntut oleh nilai-nilai etika Kristen, namun juga jika dituntut oleh kebiasaan atau tradisi masyarakat setempat yang harus diperhatikan .
Di sisi lain, seorang pemimpin gereja selalu harus sadar bahwa formalisme aturan, kelembagaan yang statis dan sikap yang eksklusif adalah lawan gereja sebagai gerakan misi Allah dan dinamika Roh Kudus. Injil Yesus Kristus selalu menantang kita untuk menerobos dan mentransformasikan nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan kita sesuai dengan inti perintah kasih terhadap Allah dan sesama manusia. Disini kepemimpinan gereja harus selalu siap untuk membaca tanda-tanda zaman, memiliki “sense of crisis” dari pada hanya sibuk dengan masalah-masalah intern gereja. Kepemimpinan gereja harus mendengar, mengangkat dan menyuarakan suara-suara kenabian dalam gereja sehingga gereja dapat menjadi motor untuk perubahan atau transformasi masyarakat, dan sekaligus berani untuk ditransformasikan atau mengalami perubahan sesuai dengan konteks di mana kita berada.
Pemimpin HKI juga harus mampu mempersiapkan warganya serta membuat perencanaan suksesi dalam kepemimpinan HKI masa depan. Pemimpin HKI tidak hanya berbuat dan berpikir untuk jangka pendek tetapi dituntut bagaimana untuk membuat perencanaan yang lebih baik menyongsong masa depan yang penuh dan banyak tantangan.
V. PENUTUP
Dari semua penjelasan diatas masih banyak lagi berbagai style of leadership yang perlu dipelajari tetapi dengan memenuhi minimum requirement diatas, maka diharapkan seorang pemimpin gereja dapat menjadi pemimpin yang berhasil dan disenangi oleh semua pihak serta yang terutama adalah menjadi kemuliaan bagi Nama Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja.
Marilah kita semua warga HKI untuk saling berangkulan dan jalan bersama (sinode) dalam memilih pemimpin yang kita harapkan akan mampu membawa HKI menuju masa depan yang lebih baik dalam tuntunan dan pimpinan Tuhan.
Jakarta 15 Juni 2010
Penulis adalah Majelis Pusat HKI 2000 – 2005 & 2005 - 2010
Dipilih untuk Diutus (Menjelang Sinode Godang HKI)
Oleh: Pdt. T.S. Gultom, S.Th
Yesus Kristus berkata: “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu mnita kepada Bapa dalam narnaKu, diberikanNya kepadamu “. Joh. 15.16 Yesus Kristus dengan kasihNya telah memilih dan menetapkan HKI untuk dijadikan duta-dutaNya. “Aku telah memilih kamu,” KataNya. Yesus telah berdoa semalam-malaman sebelum Ia memilih dan HKI adalah hasil pergumulan Yesus Kristus dalam doaNya. Alangkah baikNya Yesus Kristus, Ia tidak menunggu sampai kita memilih Dia, melainkan Ia lebih dahulu memilih kita dan memberi kita hak menggunakan namaNya didalam hidup, doa dan pelayanan HKI . Tujuan pemilihan Yesus Kristus bagi kita, pertama adalah untuk “datang kepadaNya, bersatu, terikat dan diam didalamNya”. Hidup bersama didalam Yesus Kristus dan serupa dengan Yesus Kristus. Datang kepadaNya adalah suatu gerakan perubahan dari kehidupan yang lama digantikan dengan kehidupan yang baru. Hidup dalam dunia yang baru dalam reaksi yang baru bersama Yesus Kristus. Kedua, Kita dipanggil untuk datang kepadaNya, untuk kemudian “diutus keluar kedalam dunia”. Yesus Kristus tidak memilih kita untuk hidup menjauhkan diri dari dunia, melainkan untuk mewakili Dia di dalam dunia. Dia yang memilih kita pergi ke dalam dunia, bukan berarti sama/ “sarombang” seperti dunia, melainkan berbeda dengan dunia. Kita hendaknya tampil beda, ada spesialisasinya (tandi) dengan dunia. Dipilih untuk diutus itu adalah berkat. Kita memiliki missi keselamatan dunia. Dipilih untuk diutus ke dunia “agar semua orang menerima dan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat” (Visi HKI). Kita yang telah diberkati akan menjadi berkat bagi dunia ini.
Genderang pemilihan Pimpinan Pusat HKI periode 2010-2015 segera ditabuh dan akan berlangsung dari tgl 11-15 Agustus 2010 di Mikie Holiday Resort & Hotel, Berastagi Kabupaten Tanah Karo. Lazimnya sinode periode, maka perhatian terfokus pada figur calon-calon yang akan dipilih. Sekitar kurang lebih 350 orang akan berkumpul di Mikei Holiday Resort & Hotel, peserta sinode yang telah dipilih untuk diutus dari setiap jemaat, resort dan daerah, pusat, peserta sinode dari utusan-utusan lembaga. Satu program yang sangat penting dalam agenda sinode adalah memilih Pimpinan Pusat, Majelis Pusat, 9 Pareses, dan BPKP. Sinode yang disebut sebut akan menelan biaya lebih kurang 1 Miliar, sungguh sangat penting dan strategis karena akan menentukan arah dan perjalanan HKI hingga 2015. Gereja-gereja HKI diberbagai tanah air menggelar doa bersama ruasnya agar sinode godang berjalan dengan baik dan sakses, jauh dari perselisihan dan perpecahan. Sinode Godang adalah “panggilan untuk datang kepada Yesus Kristus dan hidup bersama-sama dengan Kristus”.
Apapun tindakan, perkataan dan keinginan dari setiap peserta sinode semuanya itu boleh berlangsung dalam relasi yang baru bersama Yesus Kristus. Peserta Sinode diharapkan memahami dan mensyukuri bahwa mereka telah dipilih dan diutus oleh Yesus Kristus. Dengan pemahaman itu peserta sinode adalah pribadi yang telah diberkati oleh Tuhan dan akan menjadi berkat di sinode nantinya, sehingga apa yang diharapkan oleh semua ruas HKI dapat terkabul. Peserta Sinode yang diberangkatkan ke Sinode dengan menggunakan dana dari ruas yang dikumpulkan antara lain melalui “durung-durung di parmingguan”, dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Warga HKI tidak pernah mengamanatkan agar peserta Sinode yang diutus berkelahi di arena sinode. Keinginan hanya satu, “HKI tetap utuh dan keputusan sinode godang menciptakan kcsejukan dan kedamaian bagi para Pendeta, Guru jemaat, Bibelvrow; Diakones, Evangelis, Penatua dan seluruh warga HKI”. Kita dipilih untuk diutus ke Sinode Godang untuk menjalankan kedamaian. Kemungkinan akan banyak orang yang akan datang dan mungkin didatangkan untuk melihat atau ada maksud yang terselubung. Tapi yang pasti jumlah peserta sinode sudah tertentu, dan apabila ada penyalahan akan jumlah itu, semua peserta Sinode harus menolak. Bisa saja bahwa hotel di sekitar tempat pelaksanana Sinode, habis diboking oleh orang-orang tertentu, artinya ada pengerahan massa. Cara-cara seperti itu mengundang hal-hal yang tidak baik dan perlu diantisipasi.
Peserta Sinode tidak diperbolehkan “menghalalkan segala cara hanya untuk mencapai tujuan,” Harus diawasi supaya tidak sampai ke tingkat “money politik” dalam menarik simpatik seseorang. Tebar pesona yang sarat dengan janji-janji muluk harus dihuang jauh-jauh. Hubungan “partuturon/dongan tubu, hula-hula, boru ro di angka parpadanan” harus dikesampingkan. Yang utama dalam pemilihan adalah “kedepankan kejujuran dengan nurani yang dalam dan murni” Kita telah menerima berkat dari Yesus Kristus dan berkat itu bukanlah uang, bukanlah partuturon, bukan pula kemampuan untuk menciptakan sebuah cara, tetapi berkat itu adalah “hati yang jujur, hati yang murni yang dihasilkan oleh hubungan yang baik dengan Yesus Kristus. “ Kita dipilih untuk diutus ke Sinode Godang untuk menerima perbedaan bukan dengan kekerasan, tetapi dengan kasih. Dunia berbeda dengan kita dan perbedaan itu harus disikapi dengan kasih. Tuntutan yang pokok bagi orang Kristen adalah bahwa dia harus mempunyai keberanian untuk menjadi lain. Kasih adalah pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. Berarti kasih itu sangat kita butuhkan dan Sinode adalah tempat pelipatgandaan kasih itu. Bahasa kasih pasti mengeluarkan “kata-kata positif/pujian”.
Orang yang mempunyai kasih, dia akan mengeluarkan bahasa kasih yaitu pujian, dorongan, dukungan. Misalnya: ada orang yang mengalami kegagalan maka dorongan yang diberikan adalah dukungan: “coba lagi, karnu pasti bisa, pasti ada kesempatan”. Apabila ada orang yang mengalami keberhasilan maka dorongan yang diberikan adalah apresiasi yang tinggi dan dukungan penuh. Bahasa kasih adalah “pelayanan”. Bahasa kasih ini adalah yang paling menonjol di antara yang lain, karena anda mau melakukaa suatu tindakan bagi orang lain sebagai tanda cinta anda. Anda mau melakukan suatu tindakan bagi orang lain bukan dikarenakan janji-janji yang indah, kedudukan yang akan anda terima, bukan pula suatu usaha untuk mencapai obsesi bahkan bukan karena uang atau fasilitas apapun itu. Tetapi anda mau melakukan suatu tindakan bagi orang lain adalah didorong dan sebagai tanda kasih anda. Kasih itu adalah positif, melakukan hal yang positif, bertindak positif dan menerima secara positif. Tentu berbagai potensi harus diperhitungkan memilih dan melakukan pilihan bagi orang lain, tetapi yang tak boleh dikesampingkan adalah potensi “Spritualitas, kecerdasan kerohaniannya “. Memang kecerdasan intelektual sangat perlu, namun yang utama adalah kecerdasan kerohanian dan emosi. Kasih pasti memilih pemimpin yang gerejani, Uluan ni huria “na huria”, karena dia berada didalam gereja bukan pemimpin yang akademis (pendidikan) atau organisatoris (pemimpin yang telah terjun ke politik). Kita dipanggil untuk diutus memberikan kesaksian yang berpusat pada Yesus Kristus. Ada tiga unsur yang terdapat didalamya, yaitu:
1. Kesaksian kita datang dari Persekutuan yang lama dan erat dengan Yesus Kristus. Seorang saksi adalah orang yang kira-kira berkata demikian: “ini adalah benar dan aku mengetahuinya. “ Tiada kesaksian tanpa pengalaman pribadi. Dalam sinode godang akan banyak hal yang dibahas, dibicarakan bahkan diperdebatkan. Ada yang mendukung dan ada yang menolak. Kesaksian akan silih berganti seakan akan dia mengetahui segala-galanya, ada yang hanya ondo omong doang, ada yang sengaja menciptakan kekeruhan dan mungkin ada yang benar. Apapun kesaksian itu, benar atau tidak yang utama adalah bahwa kesaksian itu benar dan dia mengetahuinya.
2. Kesaksian kita datang dari keyakinan batin. Tidak ada gunanya orang bicara kalau ia sendiri tidak yakin kepada apa yang dia katakan. Tidak ada kesaksian yang efektif tanpa keyakinan batin yang berasal dari hubungan yang akrab dengan Kristus. Tidak ada gunanya orang bicara kalau dia mengada-ada, seakan-akan dia tau padalah dia tidak tau. Tidak ada gunanya seseorang bicara tentang sesuatu hal, kalau apa yang dia katakan itu bukan hasil hubungannya yang akrab dengan Yesus Kristus. Orang yang jahat tidak akan mungkin membicarakan sesuatu hal yang benar.
3. Kesaksian kita adalah kesaksian yang dinyatakan. Mengetahui sesuatu yang benar, adalah seorang yang berani mengatakan bahwa itu benar dan terpangil menjadi pelaku kebenaran tersebut. Tidak usah malu, apabila kita mengetahui bahwa seseorang bersalah padahal dia benar, kita harus berani mengatakan bahwa dia benar dan ikut melakukan kebenaran yang dia lakukan. Akan banyak orang yang benar apabila kesaksiannya diletakkan pada porsi yang benar. Menyatakan kebenaran Allah kedalam dunia ini, itu merupakan suatu missi menata dunia untuk hidup didalam keberaturan. Gereja yang bertumbuh dalam Kristus adalah hidup didalam kebenaran Allah sehingga tercipta gereja yang tersusun rapi dan beraturan. Dipilih untuk diutus, peserta Sinode adalah gereja-gereja rohani yang diutus dari setiap jemaat diharapkan berlombalomba menyatakan kebenaran Allah, itulah missi yang dimiliki setiap peserta “menata sinode itu hidup dan berjalan didalam keberaturan“. Tidak semborono, atau berlaku sesuka hati saja. Kita dipilih untuk membawa keberaturan sehingga dunia merasakan keharmonisan dan kebahagiaan dalam damai Kristus.
Akhirnya, dipilih untuk diutus, masuk kedalam persekutuan dengan Yesus Kristus dan keluar bersama-sama dengan Yesus Kristus menuju dunia ini dengan menunjuk kepada mereka buah kehidupan kristiani. Yesus Kristus mengutus kita bukan untuk berdebat, bukan memaksa, bukan menonjolkan kehebatan, melainkan untuk menarik simpatik, menarik hati mereka, sehingga mereka masuk kedalamnya. Dengan senyum dan kelemahlembutan akan menjadi demikian hebatnya untuk menarik simpatik orang lain. Semoga Sinode Godang HKI yang akan berlangsung dari tgl 11-15 Agustus 2010 berjalan dengan baik, menjadi berkat bagi seluruh warga HKI dan kemuliaan bagi Tuhan Yesus Kristus Raja Gereja itu.
SELAMAT BERSINODE
Tuhan memberkati.
Dengan berjalannya waktu serta semakin dirasakan adanya kebutuhan untuk lebih maju dan berkembang oleh warga HKI maka Sinode HKI ke 59 yang akan diselenggarakan pada tahun 2010 sangat dinantikan dan diharapkan akan membawa perubahan yang sangat nyata di dalam tubuh HKI. Apa yang menyebabkan hal tersebut? Ini disebabkan karena Sinode HKI ke 59 adalah merupakan sinode periode yang akan memilih para pemimpin di gereja HKI, dimana akan terjadi perubahan kepemimpinan di HKI baik Ephorus, Sekjen, serta Praeses maupun Majelis Pusat.
HKI yang telah berusia 83 tahun telah kaya akan pengalaman dalam bergereja. Sebagai gereja yang mandiri dan mempunyai warga yang militan maka semua warga sangat mendambakan dan mengharapkan terpilihnya pemimpin yang mampu membawa HKI ke arah yang lebih baik terutama dalam menghadapi tantangan jaman baik di dalam negeri maupun dari luar negeri. Masalah dalam negeri, terutama dalam hal dampak krisis ekonomi, pengangguran, pendidikan dan keberadaan kita sebagai umat yang percaya kepada Yesus Kristus di tengah bangsa ini serta masalah lainnya merupakan tantangan yang harus dijawab oleh pemimpin HKI masa depan. Demikian juga Globalisasi dan dampak yang diakibatkannya, membuat gereja HKI juga harus mampu menghadapi atau mencari solusi untuk memecahkan persoalan akibat dari hal tersebut.
Inilah bagian dari nilai atau harapan yang di gantungkan pada Sinode ke 59 tahun 2010 ini.
Sebagai warga gereja, dalam kesempatan ini kami mencoba untuk memberikan masukan secara sederhana tentang gaya (style) pemimpin yang diharapkan untuk mampu membawa gereja HKI ke arah yang lebih baik lagi serta mampu menjawab tantangan yang akan dihadapi di masa datang. Kita percaya bahwa pemimpin HKI yang terpilih di Sinode ke 59 adalah pemimpin yang dipilih oleh Tuhan (Napinillit ni Debata) bukan yang di izinkan oleh Tuhan (Dipaloas Debata).
II. SEJARAH MANAJEMEN KEPEMIMPINAN HKI
Gereja Hoeria Christen Batak (cikal bakal dari Gereja HKI) yang didirikan oleh seorang awam (F. Sutan Malu Panggabean), berdiri pada tanggal 1 Mei 1927. Pada saat itu pendirinya menjadi pemimpin organisasi tersebut.
Pada tanggal 1 September 1929 H.Ch.B telah membuat/menetapkan peraturan yang disebut “Statuten Huishoukdelijk Reglement atau Aturan Ni Vereening Hoeria Christen Batak”. Pada Statuten H.Ch.Btersebut telah dituliskan Visi dan Misi H.Ch.B sehingga pemimpin pada saat itu telah mengetahui arah serta tujuan gereja dan telah digambarkan adanya suatu sistem manjemen bagaimana menata gereja dengan baik.
Walaupun sistem tata kelola yang tercantum dalam Statuten tersebut belum sepenuhnya mengikuti fungsi manjemen seperti yang diharapkan seperti Planning, Organizing, Staffing, Directing, Leading, Coordinating, Motivating, Controlling dan Budgeting namun telah menunjukkan bagaimana seorang pemimpin menjalankan tugasnya, misalnya adanya pembagian tugas yang dilakukan pada semua aras pelayanan, pengambilan keputusan yang dilakukan secara mufakat dan musyawarah yang bermakna bahwa pemimpin tidak otoriter dan adanya pengawasan dalam pekerjaan. Pola kepemimpinan saat itu adalah kepemimpinan piramidal dimana dalam menentukan kebijakan hanya dilakukan oleh beberapa orang.
Pada dekade 40 an, para pemimpin HKI telah sadar dan belajar dari pengalaman selama ini maka dirasa perlu adanya perubahan. Pada Sinode HKI tahun 1946 di Patane Porsea nama H.Ch.B diubah menjadi Huria Kristen Indonesia (HKI). Perubahan nama itu menggambarkan bahwa misi dari organisasi tesebut bukan hanya untuk suku batak saja tetapi terbuka untuk semua suku di Indonesia.. Hal ini sekaligus juga merubah sistem tata kelola dari gereja tersebut dimana pada saat itu sinode memilih seorang pemimpin yang disebut Ketua Pucuk Pimpinan.
Kepemimpinan pada saat itu telah mulai menggambarkan adanya perubahan pola kepemimpinan dengan lebih mengaktifkan semua fungsi jabatan yang ada dalam struktur kepungurusan di semua tingkat pelayanan, walaupun belum semua fungsi manajemen berjalan dengan baik. Hal tersebut kemunkinan juga masih disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan ketersediaan sumber daya pada saat itu.
Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pimpinan HKI menjalankan kebijakan atau program kerja sesuai keputusan yang diambil melalui sinode sebagai pengambil keputusan tertinggi yang diselenggarakan secara berkala.
Pada sinode 1990 pimpinan tertinggi HKI dirubah dari Ketua Pucuk Pimpinan menjadi Ephorus yang dibantu oleh seorang Sekretaris Jenderal. Dalam Anggaran Dasar dan Peraturan Rumah Tangga HKI tahun 1993, Ephorus sebagai pimpinan tertinggi dibantu oleh Sekretaris Jenderal. dan Majelis Pusat yang berfungsi untuk membantu pimpinan dalam menjabarkan keputusan sinode dan pembuatan anggaran belanja dan pendapatan yang selanjutnya merupakan kebijakan teknis bagi semua aras pelayanan.
Dalam Sinode 2005 terjadi perubahan dalam Tata Dasar dan PRT HKI dimana dalam pola kepemimpinan di HKI, Majelis Pusat berubah fungsi menjadi mitra Pucuk Pimpinan yang berfungsi dalam pengawasan (controlling), pembuatan peraturan (legislasi) dan pembuatan anggaran (budgeting).
Jika dibandingkan dengan sistem manjemen pada saat ini bahwa pola kepemimpinan di HKI telah menunjukan perubahan yang telah mulai mengikuti pola manajemen modern. Pucuk Pimpinan HKI sebagai executive dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya telah di awasi dan dibantu dalam pembuatan semua kebijakan penjabaran keputusan sinode dan ketetapan yang diambil dalam rapat Majelis Pusat.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana model atau gaya seorang pemimpin yang diharapkan agar dapat melaksanakan semua program yang telah ditetapkan dalam sinode dan rapat Majelis Pusat serta mampu membawa HKI ke arah yang lebih baik.
III. GAYA KEPEMIMPINAN YANG DIHARAPKAN
Keberhasilan suatu organisasi tidak terlepas dari gaya seorang pemimpin dalam menjalankan roda organisasi tersebut. Dalam Alkitab banyak gaya kepemimpinan yang dapat di jadikan panutan dalam pola kepemimpinan saat ini. Misalnya bagaimana Musa memimpin bangsa Israel dalam perjalanannya dari Mesir hingga ke Tanah Kanaan, dan para nabi lainnya.
Dalam menghadapi perubahan jaman yang terus bergerak dan menghadapi globalisasi, saat ini dibutuhkan pemimpin yang mampu menghadapi semua tantangan tersebut. Pada tahun-tahun terakhir ini, banyak buku yang ditulis oleh para teorist tentang bagaimana gaya kepemimpinan seseorang yang diharapkan dalam memimpin suatu organisasi massa, politik, gereja, perusahaan maupun dalam keluarga.
Tulisan-tulisan tentang gaya kepemimpinan yang ditawarkan saat ini dijelaskan secara rinci seperti pengambilan keputusan (Decision making process), Hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin (leaders – followers/sub ordinate interaction), kewenangan pemimpin (leaders authority), Kepemimpinan Hamba, Lead Like Yesus, Yesus CEO dan masih banyak lagi buku yang dapat di pelajari dan di implementasikan.
Dalam hal ini kita hanya menyoroti kepemimpinan dari 3 hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pemimpin yaitu :
1. Watak Pemimpin (Personality traits of leader)
Watak seorang pemimpin sangat mempengaruhi jatuh bangunnya suatu organisasi. Banyak para ahli membuat beberapa karakter yang harus dipunyai oleh seorang pemimpin yang berhasil.
Para ahli melakukan penelitian dengan membedakan pemimpin dan non-pemimpin melalui: kejujuran dan integritas, tingkat energi yang dikeluarkan, ambisi dan keinginan untuk memimpin, kecerdasan (intelligence), percaya diri, dan pengetahuan yang relevan dengan tugasnya (Kilpatrick and Locke, 1991, Stogdill, 1974). Dari hasil penelitian tersebut ada beberapa karakteristik seorang pemimpin yang dihargai yaitu kejujuran, memiliki pandangan ke masa depan, memberikan inspirasi, memiliki kemampuan memimpin (kompeten), berperilaku adil, dan bersifat mendukung (supportive) serta bisa bekerjasama (cooperative)
Seorang pemimpin yang dipenuhi Roh hingga buah Roh sangat nyata dalam kehidupannya sungguh berpengaruh kuat dan luas dalam kepemimpinan di gereja. Kepemimpinan rohani sangat menekankan “memimpin dengan wibawa rohani”, yang artinya lebih banyak mendasarkan kepemimpinan pada pengaruh rohani bukan pada wibawa formal atau posisional. Kepemimpinan rohani selalu menyentuh karakter atau watak sang pemimpin.
Dalam kepemimpinan, kecerdasan otak (IQ) memang diperlukan tetapi kecerdasan emosi (EQ) lebih diperlukan lagi. Orang yang memiliki kecerdasan otak (inteligensi) tinggi akan menjadi begitu bodoh manakala ia tidak dapat mengendalikan emosinya, kebijaksanaannya seperti hilang tanpa bekas. Tanpa kecerdasan emosional, nota bene termasuk ketenangan batin dan kemampuan mengendalikan diri (emosi), mustahil kita bisa berpikir jernih.
Saya berpendapat bahwa kecerdasan emosional sangat erat hubungannya dengan kecerdasan spiritual (SQ), walaupun perbedaannya sangat amat tipis namun bisa dibedakan sebab SQ mempunyai akar dari kedekatan seseorang dengan Tuhan Allah sendiri. Buah Roh menjadi identifikasinya.
Social Quotient (Kemampuan bersosial) juga merupakan factor keberhasilan seorang pemimpin. Bagaimana seorang pemimpin harus mampu bermasyarakat dan hidup bersosial ditengah lingkungan maupun ditengah jemaatnya.
2. Kepemimpinan Situasional (Situational /Transactional Leadership).
Teori yang dicetuskan oleh Ken Blanchard ini menggunakan 4 gaya kepemimpinan (leadership style) dengan melakukan pendekatan secara delegating, supporting, coaching dan directing untuk menjelaskan gaya kepemimpinan yang sangat memperhatikan situasi/kondisi dan kesiapan mereka yang dipimpin.
Pada prinsipnya tidak ada kepemimpinan kecuali ada yang mau mengikuti. Kesiapan pengikut dalam Kepemimpinan Situasional didefinisikan sebagai seberapa jauh seorang yang dipimpin memperlihatkan kemampuan dan kemauannya untuk melaksanakan tugas yang diembankan kepadanya. Kita harus menyadari bahwa orang cenderung berbeda tingkat kesiapannya (readiness) dalam melakukan tugasnya, itu sangat tergantung dari tugas yang diembannya.
Gaya (style) memimpin tergantung pada kesiapan (readiness) atau kedewasaan mereka yang dipimpin. Gaya kepemimpinan disetiap gereja tidaklah sama, tergantung dari para anggota gereja, sejauh mana kesiapan mereka untuk mengemban tugas pelayanan. Disinilah peran pemimpin gereja nampak jelas, yaitu gaya kepemimpinan macam apa yang akan diterapkan. Keliru memilih dan menerapkan gaya kepemimpinan akan berakibat merosotnya efektifitas dan efisiensi gereja dalam memenuhi panggilannya. Janganlah menjiplak gaya kepemimpinan gereja lain hanya karena gaya tersebut berhasil dengan gemilang di gereja itu.
3. Kepemimpinan Transformasional.
Teori kepemimpinan ini menjalankan kepemimpinan selangkah lebih jauh yaitu berusaha untuk meningkatkan (men- transformasi -kan) goal-goal pribadi (atau yang hanya terfokus pada tujuan/goal) kepada tujuan yang lebih tinggi, lebih jauh ke depan, yaitu tujuan atau goal kelompok yang lebih luas, bersifat nasional, bahkan global. Kepemimpinan Transformasional mengkomunikasikan visi yang memberi inspirasi dan mendorong (memotivasi) para pengikut untuk mencapai hal-hal yang bersifat lebih luas, tinggi, dan bahkan luar biasa. Para pemimpin dalam kepemimpinan ini memiliki kemampuan untuk mengarahkan dan mengatur anggota dan sistemnya sedemikian rupa sehingga semua anggota memiliki integritas tinggi terhadap visi dan misi organisasi. Ciri khas dari Kepemimpinan Transformasional adalah bahwa pemimpin sangat memperhatikan kepedulian dan pengembangan para anggotanya, dia mengubah anggota-anggotanya dengan membantu mereka untuk melihat hal-hal yang lama dengan cara pandang yang baru. Pemimpin mampu membuat anggota terpesona, bersemangat, dan terinspirasi sehingga mereka semakin bersemangat untuk mencapai sasaran (visi) yang telah ditetapkan bersama. Tambahan pula pemimpin mampu membuat visi organisasi jelas dimengerti sehingga menjadi milik setiap anggota, artinya setiap anggota menganggap visi organisasi adalah visinya sendiri, inilah kekuatan dari Kepemimpinan Transformasional. Dan jika sang pemimpin telah tiada atau pensiun (emeritus) pengikutnya akan meneruskannya untuk mencapai visi yang terbentang jauh di depan. Mereka tidak akan berhenti mengejar visi organisasi walaupun pemimpin mereka telah berganti dengan pemimpin baru
Sesungguhnya ketiga model tersebut saling melengkapi. Watak sang pemimpin, kesiapan pengikut (anggota), dan meningkatkan kemampuan anggota sehingga bisa melihat dan memiliki visi organisasi, sangat penting untuk membuat kepemimpinan sebuah organisasi berhasil dengan baik.
IV.RELEVANSI KEPEMIMPINAN DI GEREJA
Dari tulisan diatas gaya kepemimpinan menurut para ahli sangat relevan dengan kepemimpinan didalam gereja yaitu kepemimpinan yang selalu serta harus mengacu dan berpedoman kepada Firman Tuhan .
Kepemimpinan gereja yang relevan secara sistematis ada 4 point sbb :
1. Kepemimpinan gereja antara pelayanan terhadap Allah dan pelayanan terhadap sesama manusia.
Tugas pimpinan gereja “bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani” dan menjadi gembala yang tidak “memerintah atas mereka yang dipercayakan” kepadanya, melainkan yang “menjadi teladan” (bdk Mat 20:25-28, Mrk 10:45; Yoh 13:5-15 dll), dan tidak menggunakan paksaan melainkan kesukarelaan (bdk 1 Petr 5:2-4). Disini pemimpin gereja harus menjadi teladan untuk dunia tentang kepemimpinan yang sebenarnya, dan bukan sebaliknya (menerapkan struktur-struktur kekuasaan dan penindasan duniawi dalam gereja). Kepemimpinan dan administrasi adalah untuk melayani.
Pimpinan gereja haruslah yang mempunyai dedikasi dan integritas yang tinggi dalam pelayanannya di gereja. Seorang pemimpin yang mencoba mencari suatu jabatan di luar gereja terutama ikut terlibat dalam politk praktis pada suatu partai/golongan tertentu akan mengakibatkan tidak adanya rasa netralitas dan kemampuan untuk berdiri diatas semua partai dan golongan. Apabila ada seorang calon pemimpin di gereja yang telah pernah dan masih ikut dalam ranah politik praktis atau bersifat partisan maka pola kepemimpinannya akan sangat diragukan untuk mampu membawa gereja ke arah yang lebih baik untuk mengemban Tri Tugas Panggilan gereja.
Seorang pemimpin di gereja adalah yang “Huria” dimana tidak pernah dan mau ikut dalam politik praktis dimana dedikasinya hanya ditujukan untuk gereja sehingga diharapkan bahwa seorang pemimpin yang seperti ini akan lebih mampu untuk mengajak semua umat menuju ke satu arah untuk pengembangan gereja yang lebih baik. Seorang pemimpin gereja juga harus berani dan tegas mengatakan dan menegakkan kebenaran dan tidak membela yang salah dalam gereja. Apabila pemimpin yang mau membela yang salah maka integritas dan dedikasinya dalam memimpin sangat diragukan.
2. Kepemimpinan gereja antara menerima tanggung jawab kekuasaan dan memberdayakan orang lain.
Seorang pemimpin harus mampu untuk menerima kekuasaan yang dipercayakan kepadanya secara bertanggung jawab, ia harus juga mampu untuk membagi kekuasaan dan mendelegasikan tanggung jawab. Tidak ada juga gunanya kalau seorang pemimpin memikul semua beban kekuasaan sendiri, mengorbankan kesehatannya dan keluarganya, tetapi akhirnya semua tergantung pada dia dan orang lain tidak dibutuhkan, tidak berdaya lagi dan hanya menjadi penonton. Seorang pemimpin gereja tidak boleh menghindari orang lain maju hanya karena merasa posisinya terancam, tetapi ia harus memotivasi dan memberdayakan orang lain, menemukan kelebihan dan karunia mereka dan mengembangkannya. Kita harus mampu untuk melibatkan orang lain dalam keputusan-keputusan dan dalam realisasinya secara partisipatoris. Profesionalisme dalam kepemimpinan gereja sangat penting, namun jangan sampai profesionalisme itu hanya terbatas pada kelompok elite kecil, dan tanggung jawab dan imanat am orang percaya atau kaum awam semakin diabaikan.
3. Kepemimpinan gereja antara karisma dan kompetensi.
Setiap orang diberi karunia atau karismata oleh Roh Kudus, dan ini tidak boleh diabaikan melainkan seharusnya menentukan pembagian tanggung jawab dalam kepemimpinan gereja. PB menyebut beberapa karunia seperti mengajar, melayani, membuat ajaib atau menyembuhkan, berkata-kata dengan hikmat, berkata-kata dengan pengetahuan, bernubuat, membedakan bermacam-macam roh dll. (bdk 1 Kor 12; 1 Tim 4:14), dan sudah dikembangkan dalam PB bermacam-macam fungsi atau jabatan gerejawi seperti apostolat, diakonat, presbiter, pastorat, episkopat dll, untuk memimpin gereja dalam panggilan duniawi, dalam dimensi pelayanan (diakonia), kesaksian (marturia) dan pengayuban/persekutuan (koinonia) termasuk kehidupan spiritual (leiturgia). Dalam tubuh Kristus tidak ada fungsi dan karunia yang lebih tinggi atau lebih penting dari pada yang lain, sehingga kepemimpinan gereja adalah fungsi untuk memberdayakan, mengkoordinasi dan mengorganisir karunia-karunia yang ada dengan baik sehingga tubuh ini dapat melakukan misinya di dunia ini secara optimal.
4. Kepemimpinan gereja antara konservasi dan transformasi.
Disini seorang pemimpin menjadi “konservatif” dalam arti yg sebenarnya: mempertahankan dan menjamin nilai, tradisi dan aturan gereja yang menjadi identitas persekutuan. Disini sering dituntut bahwa seorang pemimpin harus menjadi teladan yang baik (atau bahkan sempurna) dalam menaati nilai-nilai persekutuannya. Dan ini tidak hanya berlaku jika konformitas dituntut oleh nilai-nilai etika Kristen, namun juga jika dituntut oleh kebiasaan atau tradisi masyarakat setempat yang harus diperhatikan .
Di sisi lain, seorang pemimpin gereja selalu harus sadar bahwa formalisme aturan, kelembagaan yang statis dan sikap yang eksklusif adalah lawan gereja sebagai gerakan misi Allah dan dinamika Roh Kudus. Injil Yesus Kristus selalu menantang kita untuk menerobos dan mentransformasikan nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan kita sesuai dengan inti perintah kasih terhadap Allah dan sesama manusia. Disini kepemimpinan gereja harus selalu siap untuk membaca tanda-tanda zaman, memiliki “sense of crisis” dari pada hanya sibuk dengan masalah-masalah intern gereja. Kepemimpinan gereja harus mendengar, mengangkat dan menyuarakan suara-suara kenabian dalam gereja sehingga gereja dapat menjadi motor untuk perubahan atau transformasi masyarakat, dan sekaligus berani untuk ditransformasikan atau mengalami perubahan sesuai dengan konteks di mana kita berada.
Pemimpin HKI juga harus mampu mempersiapkan warganya serta membuat perencanaan suksesi dalam kepemimpinan HKI masa depan. Pemimpin HKI tidak hanya berbuat dan berpikir untuk jangka pendek tetapi dituntut bagaimana untuk membuat perencanaan yang lebih baik menyongsong masa depan yang penuh dan banyak tantangan.
V. PENUTUP
Dari semua penjelasan diatas masih banyak lagi berbagai style of leadership yang perlu dipelajari tetapi dengan memenuhi minimum requirement diatas, maka diharapkan seorang pemimpin gereja dapat menjadi pemimpin yang berhasil dan disenangi oleh semua pihak serta yang terutama adalah menjadi kemuliaan bagi Nama Tuhan Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja.
Marilah kita semua warga HKI untuk saling berangkulan dan jalan bersama (sinode) dalam memilih pemimpin yang kita harapkan akan mampu membawa HKI menuju masa depan yang lebih baik dalam tuntunan dan pimpinan Tuhan.
Jakarta 15 Juni 2010
Penulis adalah Majelis Pusat HKI 2000 – 2005 & 2005 - 2010
Dipilih untuk Diutus (Menjelang Sinode Godang HKI)
Oleh: Pdt. T.S. Gultom, S.Th
Yesus Kristus berkata: “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu mnita kepada Bapa dalam narnaKu, diberikanNya kepadamu “. Joh. 15.16 Yesus Kristus dengan kasihNya telah memilih dan menetapkan HKI untuk dijadikan duta-dutaNya. “Aku telah memilih kamu,” KataNya. Yesus telah berdoa semalam-malaman sebelum Ia memilih dan HKI adalah hasil pergumulan Yesus Kristus dalam doaNya. Alangkah baikNya Yesus Kristus, Ia tidak menunggu sampai kita memilih Dia, melainkan Ia lebih dahulu memilih kita dan memberi kita hak menggunakan namaNya didalam hidup, doa dan pelayanan HKI . Tujuan pemilihan Yesus Kristus bagi kita, pertama adalah untuk “datang kepadaNya, bersatu, terikat dan diam didalamNya”. Hidup bersama didalam Yesus Kristus dan serupa dengan Yesus Kristus. Datang kepadaNya adalah suatu gerakan perubahan dari kehidupan yang lama digantikan dengan kehidupan yang baru. Hidup dalam dunia yang baru dalam reaksi yang baru bersama Yesus Kristus. Kedua, Kita dipanggil untuk datang kepadaNya, untuk kemudian “diutus keluar kedalam dunia”. Yesus Kristus tidak memilih kita untuk hidup menjauhkan diri dari dunia, melainkan untuk mewakili Dia di dalam dunia. Dia yang memilih kita pergi ke dalam dunia, bukan berarti sama/ “sarombang” seperti dunia, melainkan berbeda dengan dunia. Kita hendaknya tampil beda, ada spesialisasinya (tandi) dengan dunia. Dipilih untuk diutus itu adalah berkat. Kita memiliki missi keselamatan dunia. Dipilih untuk diutus ke dunia “agar semua orang menerima dan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat” (Visi HKI). Kita yang telah diberkati akan menjadi berkat bagi dunia ini.
Genderang pemilihan Pimpinan Pusat HKI periode 2010-2015 segera ditabuh dan akan berlangsung dari tgl 11-15 Agustus 2010 di Mikie Holiday Resort & Hotel, Berastagi Kabupaten Tanah Karo. Lazimnya sinode periode, maka perhatian terfokus pada figur calon-calon yang akan dipilih. Sekitar kurang lebih 350 orang akan berkumpul di Mikei Holiday Resort & Hotel, peserta sinode yang telah dipilih untuk diutus dari setiap jemaat, resort dan daerah, pusat, peserta sinode dari utusan-utusan lembaga. Satu program yang sangat penting dalam agenda sinode adalah memilih Pimpinan Pusat, Majelis Pusat, 9 Pareses, dan BPKP. Sinode yang disebut sebut akan menelan biaya lebih kurang 1 Miliar, sungguh sangat penting dan strategis karena akan menentukan arah dan perjalanan HKI hingga 2015. Gereja-gereja HKI diberbagai tanah air menggelar doa bersama ruasnya agar sinode godang berjalan dengan baik dan sakses, jauh dari perselisihan dan perpecahan. Sinode Godang adalah “panggilan untuk datang kepada Yesus Kristus dan hidup bersama-sama dengan Kristus”.
Apapun tindakan, perkataan dan keinginan dari setiap peserta sinode semuanya itu boleh berlangsung dalam relasi yang baru bersama Yesus Kristus. Peserta Sinode diharapkan memahami dan mensyukuri bahwa mereka telah dipilih dan diutus oleh Yesus Kristus. Dengan pemahaman itu peserta sinode adalah pribadi yang telah diberkati oleh Tuhan dan akan menjadi berkat di sinode nantinya, sehingga apa yang diharapkan oleh semua ruas HKI dapat terkabul. Peserta Sinode yang diberangkatkan ke Sinode dengan menggunakan dana dari ruas yang dikumpulkan antara lain melalui “durung-durung di parmingguan”, dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Warga HKI tidak pernah mengamanatkan agar peserta Sinode yang diutus berkelahi di arena sinode. Keinginan hanya satu, “HKI tetap utuh dan keputusan sinode godang menciptakan kcsejukan dan kedamaian bagi para Pendeta, Guru jemaat, Bibelvrow; Diakones, Evangelis, Penatua dan seluruh warga HKI”. Kita dipilih untuk diutus ke Sinode Godang untuk menjalankan kedamaian. Kemungkinan akan banyak orang yang akan datang dan mungkin didatangkan untuk melihat atau ada maksud yang terselubung. Tapi yang pasti jumlah peserta sinode sudah tertentu, dan apabila ada penyalahan akan jumlah itu, semua peserta Sinode harus menolak. Bisa saja bahwa hotel di sekitar tempat pelaksanana Sinode, habis diboking oleh orang-orang tertentu, artinya ada pengerahan massa. Cara-cara seperti itu mengundang hal-hal yang tidak baik dan perlu diantisipasi.
Peserta Sinode tidak diperbolehkan “menghalalkan segala cara hanya untuk mencapai tujuan,” Harus diawasi supaya tidak sampai ke tingkat “money politik” dalam menarik simpatik seseorang. Tebar pesona yang sarat dengan janji-janji muluk harus dihuang jauh-jauh. Hubungan “partuturon/dongan tubu, hula-hula, boru ro di angka parpadanan” harus dikesampingkan. Yang utama dalam pemilihan adalah “kedepankan kejujuran dengan nurani yang dalam dan murni” Kita telah menerima berkat dari Yesus Kristus dan berkat itu bukanlah uang, bukanlah partuturon, bukan pula kemampuan untuk menciptakan sebuah cara, tetapi berkat itu adalah “hati yang jujur, hati yang murni yang dihasilkan oleh hubungan yang baik dengan Yesus Kristus. “ Kita dipilih untuk diutus ke Sinode Godang untuk menerima perbedaan bukan dengan kekerasan, tetapi dengan kasih. Dunia berbeda dengan kita dan perbedaan itu harus disikapi dengan kasih. Tuntutan yang pokok bagi orang Kristen adalah bahwa dia harus mempunyai keberanian untuk menjadi lain. Kasih adalah pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. Berarti kasih itu sangat kita butuhkan dan Sinode adalah tempat pelipatgandaan kasih itu. Bahasa kasih pasti mengeluarkan “kata-kata positif/pujian”.
Orang yang mempunyai kasih, dia akan mengeluarkan bahasa kasih yaitu pujian, dorongan, dukungan. Misalnya: ada orang yang mengalami kegagalan maka dorongan yang diberikan adalah dukungan: “coba lagi, karnu pasti bisa, pasti ada kesempatan”. Apabila ada orang yang mengalami keberhasilan maka dorongan yang diberikan adalah apresiasi yang tinggi dan dukungan penuh. Bahasa kasih adalah “pelayanan”. Bahasa kasih ini adalah yang paling menonjol di antara yang lain, karena anda mau melakukaa suatu tindakan bagi orang lain sebagai tanda cinta anda. Anda mau melakukan suatu tindakan bagi orang lain bukan dikarenakan janji-janji yang indah, kedudukan yang akan anda terima, bukan pula suatu usaha untuk mencapai obsesi bahkan bukan karena uang atau fasilitas apapun itu. Tetapi anda mau melakukan suatu tindakan bagi orang lain adalah didorong dan sebagai tanda kasih anda. Kasih itu adalah positif, melakukan hal yang positif, bertindak positif dan menerima secara positif. Tentu berbagai potensi harus diperhitungkan memilih dan melakukan pilihan bagi orang lain, tetapi yang tak boleh dikesampingkan adalah potensi “Spritualitas, kecerdasan kerohaniannya “. Memang kecerdasan intelektual sangat perlu, namun yang utama adalah kecerdasan kerohanian dan emosi. Kasih pasti memilih pemimpin yang gerejani, Uluan ni huria “na huria”, karena dia berada didalam gereja bukan pemimpin yang akademis (pendidikan) atau organisatoris (pemimpin yang telah terjun ke politik). Kita dipanggil untuk diutus memberikan kesaksian yang berpusat pada Yesus Kristus. Ada tiga unsur yang terdapat didalamya, yaitu:
1. Kesaksian kita datang dari Persekutuan yang lama dan erat dengan Yesus Kristus. Seorang saksi adalah orang yang kira-kira berkata demikian: “ini adalah benar dan aku mengetahuinya. “ Tiada kesaksian tanpa pengalaman pribadi. Dalam sinode godang akan banyak hal yang dibahas, dibicarakan bahkan diperdebatkan. Ada yang mendukung dan ada yang menolak. Kesaksian akan silih berganti seakan akan dia mengetahui segala-galanya, ada yang hanya ondo omong doang, ada yang sengaja menciptakan kekeruhan dan mungkin ada yang benar. Apapun kesaksian itu, benar atau tidak yang utama adalah bahwa kesaksian itu benar dan dia mengetahuinya.
2. Kesaksian kita datang dari keyakinan batin. Tidak ada gunanya orang bicara kalau ia sendiri tidak yakin kepada apa yang dia katakan. Tidak ada kesaksian yang efektif tanpa keyakinan batin yang berasal dari hubungan yang akrab dengan Kristus. Tidak ada gunanya orang bicara kalau dia mengada-ada, seakan-akan dia tau padalah dia tidak tau. Tidak ada gunanya seseorang bicara tentang sesuatu hal, kalau apa yang dia katakan itu bukan hasil hubungannya yang akrab dengan Yesus Kristus. Orang yang jahat tidak akan mungkin membicarakan sesuatu hal yang benar.
3. Kesaksian kita adalah kesaksian yang dinyatakan. Mengetahui sesuatu yang benar, adalah seorang yang berani mengatakan bahwa itu benar dan terpangil menjadi pelaku kebenaran tersebut. Tidak usah malu, apabila kita mengetahui bahwa seseorang bersalah padahal dia benar, kita harus berani mengatakan bahwa dia benar dan ikut melakukan kebenaran yang dia lakukan. Akan banyak orang yang benar apabila kesaksiannya diletakkan pada porsi yang benar. Menyatakan kebenaran Allah kedalam dunia ini, itu merupakan suatu missi menata dunia untuk hidup didalam keberaturan. Gereja yang bertumbuh dalam Kristus adalah hidup didalam kebenaran Allah sehingga tercipta gereja yang tersusun rapi dan beraturan. Dipilih untuk diutus, peserta Sinode adalah gereja-gereja rohani yang diutus dari setiap jemaat diharapkan berlombalomba menyatakan kebenaran Allah, itulah missi yang dimiliki setiap peserta “menata sinode itu hidup dan berjalan didalam keberaturan“. Tidak semborono, atau berlaku sesuka hati saja. Kita dipilih untuk membawa keberaturan sehingga dunia merasakan keharmonisan dan kebahagiaan dalam damai Kristus.
Akhirnya, dipilih untuk diutus, masuk kedalam persekutuan dengan Yesus Kristus dan keluar bersama-sama dengan Yesus Kristus menuju dunia ini dengan menunjuk kepada mereka buah kehidupan kristiani. Yesus Kristus mengutus kita bukan untuk berdebat, bukan memaksa, bukan menonjolkan kehebatan, melainkan untuk menarik simpatik, menarik hati mereka, sehingga mereka masuk kedalamnya. Dengan senyum dan kelemahlembutan akan menjadi demikian hebatnya untuk menarik simpatik orang lain. Semoga Sinode Godang HKI yang akan berlangsung dari tgl 11-15 Agustus 2010 berjalan dengan baik, menjadi berkat bagi seluruh warga HKI dan kemuliaan bagi Tuhan Yesus Kristus Raja Gereja itu.
SELAMAT BERSINODE
Tuhan memberkati.