Thursday, February 03, 2011

RENUNGAN JUMAT AGUNG 2011

RENUNGAN JUMAT AGUNG TGL. 22 APRIL 2011.

Berdasarkan Evangelium (Perikope Khotbah): Yesaya 52:13 – 53:12: Hamba TUHAN Yang Menderita

52: 13 Sesungguhnya, hamba-Ku akan berhasil, ia akan ditinggikan, disanjung dan dimuliakan.

14. Seperti banyak orang akan tertegun melihat Dia – begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi –

15. demikianlah ia akan membuat tercengang banyak bangsa, raja-raja akan mengatupkan mulutnya melihat dia; sebab apa yang tidak diceritakan kepada mereka akan mereka melihat, dan apa yang tidak mereka dengar akan mereka pahami.

53:1. Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan TUHAN dinyatakan?

2. Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupa pun tidak, sehingga kita menginginkannya.

3. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan.

4. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.

5. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya; dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.

6. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.

7. Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.

8. Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya? Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umat-Ku ia kena tulah.

9. Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya.

10. Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya.

11. Sesudah kesusahan jiwanya ia akan melihat terang dan menjadi puas; dan hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul.

12. Sebab itu Aku akan membagikan kepadanya orang-orang besar sebagai rampasan, dan ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan, yaitu sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak.

Kalau kita bandingkan terjemahan Bahasa Indonesia ini (Alkitab LAI) dengan terjemahan bahasa Batak Toba (Bibel LAI), terjemahan bahasa Indonesia lebih mendekati kepada teks aslinya dalam bahasa Ibrani. Di sini dicoba menterjemahkan teks Ibraninya ke bahasa Batak-Toba yang lebih tepat:

52:13. Ida ma, naposo-Ki marbisuk, marsangap, jala timbul huhut marmulia.

14. Ai tung mansai torop jolma longang taringot tu Ibana; alana tung rumoa bohina sian jolma; jala rumangna (rumoa) sian anak ni jolma.

15. Songon i muse mansai torop bangso (parbegu) tarhalomong taringot tu ibana; torop raja pahohom pamangan nasida. Ala nasida marnida akka na so hea tarbarita tu nasida; jala nasida mangantusi akka na so hea tarbege tu nasida.

53:1. Ise porsea tu na tarbege hami? Jala tu ise ma tangan-hagogoon ni Jahowa dipatuduhon?

2. Ai songon tumbur do ibana tubu di adopan-Na; jala songon tunas sian tano na mahiang. So adong hinauli di ibana, jala so adong hinajogi, molo niida ibana. Jala so adong rupa asa nihalomohon ibana.

3. Akka jolma mangaleai jala pasiding ibana. Ibana sada baoa sitaon pardangolan jala situhuk parsahiton. Godang halak pasiding bohi maradophon ibana, ala leana; jala tung so tarrajuman do ibana.

4. Hape ibana manuhuk akka sahitta jala ibana mamorsan akka pardangolanta. Alai hita manghata ibana, na Elohim do mamissang, mambalbal dohot pasipalhon.

5. Hape ibana tartullang hinorhon ni pangalaosionta do; ibana maropuk hinorhon ni akka hajahatonta do. Pissangpissang hona tu ibana, asa hita marahasonangan; jala hamalumon di hita, ala ni bugangna .

6. Sude hita lilu songon birubiru nalilu. Ganup hita masibuat dalanna be. Dungi Jahowa manipahon tu ibana dosa ni hita saluhut.

7. Ibana dipasipal alai ibana manaonhonsa, jala ibana dang mambuka pamanganna. Songon birubiru na ditogu tu paneatan; songon induk ni biru-biru di jolo ni sigusting imbuluna, jala tung so diukkap pamanganna.

8. Dung tanggal ibana sian hadangolon dohot panguhumion, jala ise ma naboi mangetongi parngoluonna; tutu disirang ibana sian tano ni jolma na mangolu, tung ala ni hajahaton ni bangso-Ku umbaen uhuman hona tu ibana.

9. Ibana mangalehon tu akka parjahat tanomanna, jala hamateanna tu akka parjahat ; Nang pe ibana ndang mangulahon hajukkaton; jala dang adong sipaotooto di pamanganna.

10. Alai Jahowa manghalomohon parsipalna mangae sahit. Ala hosana gabe pelean hasesaan ni dosa, idaonna ma pomparan, marganjang ma akka taonna, jala lomo ni roha ni Jahowa masa ma marhite tanganna.

11. Ibana marnida hosana malua sian na sorat, sabam ma ibana di parbinotoanna. Naposo-Ki, nabonar na sintong I, pasintong mansai torop halak, jala ibana mamorsan akka dosa nasida.

12. Alani i Ahu mansagihon tu ibana mansai torop, jala Ahu mansagihon (tu ibana) akka nagogo songon silehonlehon, ala ibana sumeahon hosana tu hamatean, jala tarrajum ibana songon akka parjahat; jala ibana mamorsan dosa ni hatoropan jala ibana mangondihon akka parjahat.

Beberapa catatan pergumulan iman

Banyak agama-agama mempersoalkan dan bersoal tentang Yesus dari Nazareth. Yang paling memperdebatkan apa dan siapa Yesus dari Nazareth ada tiga agama, yakni Yahudi, Kristen dan Islam.

1. Agama Yahudi, berpegang kepada Kitab Suci Perjanjian Lama (39 buku). Dalam kitab ini tidak ada disebut tentang nama Yesus dari Nazaret (Yesua haNazarene). Tetapi dalam buku itu dikenal nama Yesua (Yosua) yakni tokoh yang melanjutkan misi Musa membawa umat Israel masuk di tanah Kanaan, setelah Musa wafat di gunung Nebo. Yosua bin Nun bukan Yesua haNazarene (Yesus dari Nazareth) yang di Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Lama banyak nubuat-nubuat tentang Mesias yang akan datang. Tetapi penganut agama Yahudi tidak menghubungkan isi pemberitaan Perjanjian Lama (isi 5 Kitab Musa, Mazmur, Ketubim dan Nebiim) itu kepada Yesus Kristus. Mereka menolak pemenuhan nubuat-nubuat PL dalam diri Yesus Kristus. Sikap mereka itu adalah tindakan penyangkalan dan penolakan terhadap Yesus Kristus, bukan karena jujur memahami isi PL. Orang Yahudi yang sekarang, yang menganut agama Yahudi, adalah pewaris dan pelanjut sikap kakek/nenek moyang mereka yang hidup di zaman Yesus (yaitu kelompok penolak Yesus dari Nazareth/Yesua haNazarene sebagai Kristus/hammasiah) dan yang terus menerus ingin menghapus Yesus dan ajaran-Nya dari bumi umat manusia. Hasil dialog antar penganut agama Yahudi dan penganut agama Kristen, hanya mengajak orang Yahudi yang menganut agama Yahudi untuk mengakui bahwa Yesus Kristus adalah salah satu putra Yahudi yang luar biasa, karena ajaran-ajarannya dapat memanggil lebih satu miliar manusia menjadi pengikut-Nya. Mereka menolak agar mereka diinjili, dengan alasan, bahwa TUHAN (Yahowa) yang dipuja oleh orang Yahudi penganut agama Yahudi sama dengan TUHAN (Yahowa) yang dipuja dan dimuliakan Yesus dari Nazareth. Tetapi lahirnya dan bekerjanya Yesus Kristus sebagai orang Yahudi hendak mengatakan bahwa orang Yahudi penganut agama Yahudi perlu diinjili. Yesus Kristus datang ke dunia adalah untuk menginjili mereka. Itu perlu karena agama Yahudi tidak menjadi jalan keselamatan bagi seluruh umat manusia, pada hal TUHAN menginginkan agar semua umat manusia mendapat berkat dan keselamatan melalui Yahudi yang setia pada TUHAN. Memahami isi PL menunjuk kepada Yesus Kristus, merupakan langkah pertama mewujudkan rencana TUHAN Allah itu.

2. Agama Islam mengajarkan bahwa para pengikutnya percaya kepada isi Kitab Taurat, isi Kitab Zabur (Mazmur), isi kitab Injil dan isi kitab al-Quran. Tetapi ukuran kebenaran yang paling benar bagi mereka adalah isi kitab al-Quran dan tambahannya adalah Hadis yang mereka nilai sebagai sahih (tak diragukan kebenaran dan keabsahannya). Prinsip yang digunakan dalam menilai isi kitab-kitab suci itu adalah: Isi al-Quran sebagai kitab yang dipercayaai sebagai kitab yang terakhir diwahyukan adalah kebenaran mutlak dan membatalkan atau sedikitnya mengkoreksi/memperbaiki apa yang pernah diwahyukan dalam kitab-kitab sebelumnya. Prinsip ini berlaku juga bagi mereka dalam menilai dan memahami apa dan siapa Isa al-Masih (sebutan al-Quran untuk Yesus Kristus/Yesua hamMasiah). Al Quran dipandang sebagai kitab yang mengkoreksi pemberitaan Alkitab (khususnya Perjanjian Baru) terutama tentang Isa Al Masih, yang mereka pandang sebagai sudah dibelokkan. Al Quran sama sekali menolak penyembahan kepada Yesus sebagai Tuhan, dan dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada anak bagi Allah. Al Quran hanya sampai kepada pengakuan bahwa Isa Al Masih itu seorang nabi atau seorang rasul. Sehubungan dengan kerasnya penolakan al Quran terhadap berita Alkitab tentang Yesus Kristus, apa yang dikatakan al-Quran tidak boleh dilengkapi dengan apa yang dikatakan oleh Injil, terutama tentang apa dan siapa Yesus Kristus (Isa al-Masih), serta tentang kematian dan kebangkitannya. Misalnya: Dalam al-Quran Surat ke-19 (Maryam) ayat 33 dikatakan (sebagai ucapan Nabi Isa al-Masih): “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali”. (dikutip dari al-Qurรคan dan Terjemahannya, Dep.Agama RI Jakarta, thn 1984/1985). Tentang kelahiran Isa al-Masih ada diceritakan dalam al-Quran, tetapi itu tidak diperkenankan dilengkapi dengan cerita kelahiran Yesus Kristus yang diceritakan dalam Injil. Tentang kematian nabi Isa al-Masih sangat kabur diberitakan di dalam al-Quran [Dikatakan: “maka setelah Engkau (=Allah) wafatkan aku (=Al Masih)”, Sura 5 (Al-Maa-Idah) ayat 117); “Hai ’Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir,..” (Sura 3/Ali Imran ayat 55)], tetapi itu tidak diperkenankan diperjelas dengan cerita kematian Yesus Kristus, yang ada di dalam Injil. Tentang kebangkitan hidup kembali nabi Isa al-Masih sama sekali tidak ada dalam al-Quran, tetapi hal itu tidak diperkenankan untuk diketahui berdasarkan berita kebangkitan Yesus Kristus yang ada dalam kitab Injil. Contoh lainnya: Dalam al-Quran dikatakan bahwa Al Masih diciptakan dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, “namanya Al Masih ’Isa Putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan salah seorang di antara orang-orang yang didekatkan (kepada Allah)” [Sura 3 (Ali Imran) ayat 45]. Tetapi ajaran mereka tidak memperkenankan untuk menerangkan ketermukaan Al Masih (Yesus Kristus) di dunia dan di akhirat, dan bagaimana Dia didekatkan kepada Allah, berdasarkan apa yang disaksikan dalam Injil. Sewaktu orang Kristen (Ahli Kitab) dituduh mentigakan Allah dalam hubungan kepercayaan orang Kristen kepada Yesus Kristus (sebagai Tuhan, tidak hanya sebagai Rasul), ayat al-Quran menghardik: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu…” (Sura 5 ayat 77). Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah memang kepercayaan Kristen tentang Yesus Kristus [(yang berdasar kepada Alkitab (PL dan PB)] berlebih-lebihan, atau memang merupakan suatu konkuensi dari kepercayaan kepada TUHAN (Yahowa) Allah (Elohim) yang memang mahakuasa dan mahaesa dan merupakan bukti kepatuhan kepada Dia saja? Dua sikap agama yang dikatakan di atas merupakan gambaran sikap manusia zaman sekarang, yang harus dijawab oleh umat Kristen sehubungan dengan pengenalan dan kepercayaan Kristen kepada Yesus Kristus.

3. Agama Kristen, mendasarkan iman kepercayaannya tentang Yesus Kristus kepada pemberitaan Perjanjian Lama. Penulis-penulis Injil berusaha melihat dan menunjukkan bahwa nubuat-nubuat Perjanjian Lama dipenuhi dalam diri dan karya Yesus Kristus. Banyak tokoh yang pernah muncul di kalangan bangsa Israel/orang Yahudi dari sejak zaman nabi-nabi hingga zaman modern ini, tetapi tidak satu pun dari mereka yang dapat dibaca dan dikenal atau dirujuk sebagai pemenuhan dari apa yang dinubuatkan Perjanjian Lama sebagai Mesias, bahkan sebagai wujud penyataan TUHAN Allah sendiri. Menyadari kenyataan ini, sebenarnya harus diakui bahwa penyaksian dan kesaksian para penulis Injil yang mendasarkan isi Perjanjian Lama dalam memperkenalkan Yesus Kristus, merupakan temuan besar. Para penulis Injil berhasil memahami apa dan siapa TUHAN (Yahowa) menurut PL dan apa rencana-rencana-Nya demi masa depan umat manusia keseluruhan. Dengan kesaksian itu, Yesus Kristus tidak hanya sekedar seorang pemuda Yahudi yang paling luar biasa sepanjang zaman, tetapi seorang yang merubah pradigma keberagamaan yang pernah dianut oleh masing-masing kelompok umat beragama, terutama paradigma keberagamaan umat Israel/Yahudi, dan sekaligus merubah pengenalan konservatif kaum Yahudi tentang TUHAN (Yahowa), maupun pengenalan konservatif agama-agama lainnya tentang Allah, dewa atau sembahan mereka. Perubahan paradigma keberagamaan dan pengenalan akan TUHAN tersebut secara laten dan terus menerus menyoroti semua paradigma keberagamaan dan pengenalan akan TUHAN yang diajarkan oleh agama-agama yang muncul belakangan. Kesaksian PB dan orang Kristen tentang Yesus Kristus merupakan buah kepercayaan kepada TUHAN yang hidup dan yang berkuasa penuh atas diri dan cara-Nya dalam menyatakan diri kepada umat manusia. Keyakinan ini dan buahnya dalam penulisan surat-surat yang ada di PB maupun penulisan dan pengajaran dogma Kristen, mendorong umat Kristen melawan semua teori keagamaan yang menyangkal kemampuan TUHAN Allah menyatakan wujud diri-Nya dalam dan melalui Yesus Kristus berdasarkan kemahakuasaan-Nya. Jadi apa yang ditulis dan disaksikan dalam Injil tentang Yesus Kristus masih merupakan kesaksian yang tidak tergugatkan kebenarannya, walaupun banyak kesaksian, “wahyu”, temuan-temuan modern (seperti dengan ditemukannya Injil Judas Iskariot, Injil Maria Magdalena, atau temuan arkheologi di Israel, dll) yang mencoba menyangkal kebenaran kesaksian Injil tersebut. Berita Injil tentang kehidupan Yesus Kristus dan kematian-Nya dan tentang apa dan siapa Dia, masih dapat dipertanggung-jawabkan secara iman dan secara historis-kritis. Tuduhan al Quran yang mengatakan bahwa ahli kitab (Kristen) berlebih-lebihan dalam memahami apa dan siapa Yesus Kristus dan TUHAN Allah kurang tepat sasaran. Kritikan (tuduhan) itu muncul (1) karena adanya kekurangpahaman mengenai kesaksian tentang Yesus dalam kitab-kitab Injil, dan (2) karena teologi ketritunggalan TUHAN Allah yang ditolak al Quran memang bukan teologi ketritunggalan TUHAN Allah yang dianut agama Kristen, dan (3) ke-anak-an Yesus dalam kerangka keesaan TUHAN Allah yang dikritik habis oleh Al Quran, bukanlah ke-AnakAllah-an Yesus Kristus yang disaksikan dalam kitab-kitab Injil atau Perjanjian Baru dan ajaran gereja. Alkitab masih (1) tetap menjadi sumber utama kebenaran untuk memahami dan mengenal apa dan siapa Yesus; (2) sumber utama kebenaran berita tentang Yesus sehubungan dengan kelahiran, karya, kematian, kebangkitan (hidup kembali) dan perannya di akhirat; (3) sumber utama kebenaran ajaran tentang ke-Allah-an TUHAN Allah (Yahowa Elohim) yang Mahaesa walau berbagai cara dipakai-Nya untuk menyatakan diri. Allah yang esa itu bukan Bapa, bunda Maria dan Yesus Kristus (seperti diduga al Quran dianut orang Kristen), tetapi Bapa-Anak-Rohkudus (seperti disaksikan Alkitab). (3) Dan Alkitab masih sumber kebenaran bahwa ke-AnakAllah-an Yesus adalah sebutan khusus untuk menyatakan salah satu dari cara-Nya datang ke tengah manusia, dan tidak mengkonotasikan atau mengindikasikan adanya Allah lain (atau dua Allah yang berbeda) disembah oleh orang Kristen sebagai TUHAN selain Yahowa Elohim yang disaksikan dalam Perjanjian Lama. (Kata Ibrani ’Elohim sama dengan kata Arab ’ilah (bahasa Indonesia Allah ! al-ilah). Yahowa Elohim disebut juga sebagai Hu (yang dalam bahasa Ibrani berarti “Dia”), dan dari itu juga dipanggil dengan nama Allah-Hu.)

Memahami Peristiwa Jumat Agung

Di hari Jumat itu ada tiga orang yang disalibkan di Golgatha. Tetapi tidak semua ketiga orang tersebut dipercayai sebagai yang menggenapi nubuatan Firman TUHAN dalam Perjanjian Lama. Hanya Dia, yang bernama Yesus dari Nazareth, yang di bagian atas salibnya dilengketkan papan bertuliskan: “Yesua haNazarene Melek Yisrael”/”Iesus Nazarenus Rex Iudaiorum”. Tentang Dia ditelusuri dalam Perjanjian Lama, karena perjalanan hidup-Nya dan apa yang diperbuat-Nya tidak pantas mendapat penyiksaan yang begitu hebat. Ada apa dibalik semua peristiwa itu? Mengapa para tokoh agama Yahudi begitu hebat berusaha melenyapkan Yesus dari Nazareth tersebut? Apa maksud Yahowa Elohim dengan Yesus dari Nazareth ini? Apakah Dia benar sebagai orang yang dikutuk oleh TUHAN Allah karena ulah-Nya mengajar ajaran yang berbeda dengan ajaran tokoh-tokoh agama Yahudi dan karena Dia melakukan tindakan-tindakan menyelamatkan manusia dari penderitaan mereka bahkan menghidupkan orang mati? Apakah Dia ternyata seorang yang sangat taat kepada Firman TUHAN yang diajarkan dari Perjanjian Lama, dan sangat taat kepada TUHAN Allah? Jawabannya dari Perjanjian Lama. Salah satu dari jawaban itu adalah Yesaya 52:13 s/d 53:12. Dia itu adalah Hamba Yang menderita yang dikatakan dalam perikop panjang ini. Tidak ada manusia yang pernah lahir di dunia ini, yang perjalanan hidupnya dapat dicocokkan kepada apa yang dikatakan oleh nabi dalam kitab Yesaya jilid dua ini, selain dari pada Yesus dari Nazareth yang disalibkan di Golgatha.

(1) Dia itu disebut “hamba-Ku” (=hamba TUHAN), yaitu orang yang mematuhi TUHAN sebagai tuannya dengan segenap hati, kekuatan, jiwa, akalbudinya dan segenap eksistensinya, dalam mengerjakan apa yang disuruhkan dan diperintahkan kepadanya. Kesuksesan hamba ini melakukan tugasnya membuat Dia ditinggikan, disanjung dan dimuliakan, oleh para pengagumnya di dunia maupun oleh tuan-Nya (yaitu oleh TUHAN) sendiri.

Hamba yang sukses ini tidak dimodali dengan postur tubuh yang gagah tampan, dan wajah atau rupa yang sangat mempesona. Yang Dia miliki adalah “begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia”. Memang dia bukan “monyet” dan bukan “belutung”, tetapi seorang manusia yang jelek rupa. “Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupa pun tidak, sehingga kita menginginkan-Nya” (Yes.53:2). Dari sosok tubuh dan wajahnya saja sebenarnya Hamba ini sudah harus gagal dalam pengembanan tugasnya, karena dia dihina dan dihindari orang; orang menutup muka terhadap dia; dan dia tidak masuk hitungan. Tetapi ternyata justru Dia berhasil dan sukses. Semua target kerja yang ditentukan oleh tuannya untuk dia capai, dapat diperolehnya. Itu luar biasa, dan pantas orang takjub terhadapnya. Perjuangan dan kesuksesan seperti itu pantas ditiru. Hal ini menjadi pendorong bagi setiap orang yang kurang elok rupanya dan yang kurang gagah dan kurang tampan tampangnya, untuk meraih kesuksesan kerja yang hingga mencengangkan siapapun yang ada di sekitarnya (termasuk mencengangkan petinggi-petinggi Negara).

(2) Banyak bangsa dan banyak raja tercengang melihat karya daripada hamba yang berhasil ini, karena karyanya benar-benar merupakan karya yang belum pernah dihasilkan oleh siapapun dalam sejarah kemanusiaan. Sudah ada manusia yang berhasil “menang dalam perang”, berhasil “menemukan ilmu yang paling canggih”, berhasil menciptakan alat-alat mutahir, berhasil sampai di bulan, berhasil menyelam ke dasar lautan terdalam, berhasil hidup di angkasa luar, berhasil membangun kerajaannya menjadi adikuasa, berhasil mengkloning manusia, berhasil menjadi tokoh agama yang diikuti miliaran manusia, dan banyak keberhasilan yang lain, tetapi semua keberhasilan tersebut tidak mencengangkan dan tidak membuat mulut terkatup karena mengaguminya. Keberhasilan-keberhasilan seperti itu masih keberhasilan manusiawi, dan tidak mendatangkan keselamatan kepada seluruh umat manusia. Karya-karya sedemikian paling membuat hidup agak lebih sejahtera, tetapi tidak mampu memberi keselamatan. Hamba yang disebut Yesaya ini membuat banyak bangsa dan raja-raja tercengang, karena karya-Nya mendatangkan keselamatan bagi seluruh umat manusia. Keselamatan yang diberikan itu adalah keselamatan dari murka TUHAN yang hendak membasmi manusia.

(3) Karyanya yang menyelamatkan itu dapat diraihnya, karena dia mau dan benar-benar mau menjadi hamba TUHAN yang menanggung penyakit dan memikul kesengsaraan seluruh umat manusia; mau tertikam, diremukkan, dipukuli hingga tubuhnya penuh bilur-bilur; mau dianiaya, ditindas dan Dia sama sekali tidak melawan kepada yang melakukan semua itu kepada-Nya; Dia diputus dari dunia orang hidup; dia kena tulah; kuburnya di kuburan orang fasik; dia dimatikan karena dipandang sebagai orang jahat padahal tidak. Tetapi bukan karena kejelekan rupanya atau karena dosanya atau karena keangkuhannya, maka Dia mengalami semuanya itu. Itu semua Dia alami sebagai pelampiasan murka TUHAN Allah. TUHAN berkehendak meremukkan Dia (53:10). TUHAN melampiaskan murka-Nya kepada Hamba ini, yang aturan murka itu seharusnya dilampiaskan kepada semua manusia berdosa. Hamba ini mau mengalami semua itu, agar umat manusia, yang - karena dosa dan kejahatan mereka- memang seharusnya mengalaminya, tidak lagi mengalaminya. Dengan tegas penubuat ini mengatakan: penyakit kita yang ditanggungnya; kesengsaraan kita yang dipikulnya; dia tertikam karena pemberontakan kita; dia diremukkan karena kejahatan kita; kepadanya ditimpakan ganjaran-ganjaran agar kita selamat. TUHAN MENIMPAKAN KEPADANYA KEJAHATAN KITA SEKALIAN. Mengapa bisa terjadi demikian? Dasar pemahaman penubuat adalah pemahaman teologi Persembahan (Kurban) Penebus Dosa yang dipraktekkan menurut kepercayaan dan agama Yahudi (Perjanjian Lama).

(4) Dalam praktek keagamaan Yahudi (PL) ada yang disebut “kurban penebus dosa” (Imamat 5:14-6:7; 7:1-10). Kurban itu adalah seekor domba jantan yang tidak bercela. Hewan ini dikurbankan dalam rangka mendapat tebusan salah atau pengampunan dosa orang yang mengurbankannya, sehingga orang itu dipulihkan kembali sebagai orang yang tidak lagi bersalah dan dosanya diampuni oleh TUHAN dan dirinya kembali dipandang layak berdiri di hadapan TUHAN. Hal itu dipercayai terjadi karena kesalahan dan dosa-dosa orang yang mempersembahkan kurban itu ditimpakan kepada kurban yang disembelih tersebut. Lalu hewan kurban tersebutlah yang mengalami segala hukuman akibat murka TUHAN terhadap dosa-kesalahan orang yang mengurbankan tersebut. Dengn demikian orang yang mempersembahkan kurban tersebut luput dari murka TUHAN dan selanjutnya dapat hidup selamat. Dalam hal ini “kurban-penebus-salah” berfungsi sebagai “pengganti” bagi yang mengurbankannya. Menurut nubuat Yes. 53 “kurban penebus salah” itu bukan lagi kambing domba, melainkan “hamba TUHAN” sendiri. Dalam Injil dikatakan, “kurban-penebus-salah” itu adalah yang disebut TUHAN sebagai “Anak Yang Kukasihi”, yaitu Yesus Kristus, yang dibaptis oleh Yohanes Pembaptis di sungai Yordan. Kurban ini berfungsi sebagai “pengganti” umat manusia untuk menerima pelampiasan murka TUHAN terhadap dosa kesalahan manusia. Bukit Golgatha dipilih sebagai altar pengurbanan “kurban-penebus-salah” yang luar biasa istimewanya ini. Di sana darahnya ditumpahkan, dan di sana dia diputus dari dunia orang hidup, setelah dia dalam tiga tahun pelayanannya mengalami dari bangsanya sendiri seperti apa yang dialami oleh “hamba TUHAN” yang disebut dalam nubuatan Yesaya 52:13-53:12. Kurban ini memikul dosa Imam Besar Yahudi dan semua imam-imam, tokoh-tokoh agama, umat beragama, tokoh pemerintahan dan warga negeri yang melakukan kejahatan kepada Dia.

Bertitiktolak dari pemahaman tentang kurban penebus salah dan dosa yang diajarkan Perjanjian Lama, penyaksi iman kepada Yesus Kristus memahami dan mempercayai apa dan siapa Yesus Kristus. Bahkan Yesus Kristus sendiri secara bertanggungjawab memahami dirinya sebagai “domba Allah yang memikul dosa manusia”. Dia memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Mrk.10:45; bagi domba-dombanya: Yoh.10:11.15; untuk sahabat-sahabatnya: 15:13). Dalam rangka pemenuhan tugas dan fungsi inilah sehingga Yesus Kristus melaksanakan Perjamuan Malam dan mengatakan: “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu”, dan “cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu” (Lukas 22:19.20). Pemahaman ini ditemukan Paulus, lalu dengan luar biasa memberitakan apa dan siapa Yesus. Paulus menulis: Kristus Yesus telah…’telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah’ (Ef.5:2). Penulis Ibrani mempercayai dan kepercayaannya itu benar, bahwa tubuh Yesus Kristus lah persembahan yang sempurna, dan oleh satu korban ini “Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan” (Ibrani 10:14; baca ayat 1-18). Tujuan dari semua apa yang dilakukan Imam Besar dan yang dipersembahkannya menurut Perjanjian Lama telah dipenuhi dalam Yesus Kristus (baca: Ibr.9:13.14; 9:9.12; 10:4.11). Kristus sendiri telah “mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban” (Ibr.7:27) dan mengurbankan darah-Nya sendiri (Ibr.9:12) sesuai dengan kehendak TUHAN Allah (bd. Ibr.10:5-7). Kalau orang Yahudi penganut agama Yahudi zaman sekarang tidak mau mendengar pemenuhan dari apa yang mereka harapkan menurut PL, mereka akan terhitung sebagai manusia yang berdosa kepada Roh Kudus. Kalau umat beragama pengikut rasul dari Arab Saudi juga belum dapat memahaminya berdasarkan kesaksian Kitab Suci orang Kristen, mereka harus terus belajar sebelum pintu sorgawi tertutup bagi mereka. Hanya bagi orang yang mengaku Yesus sebagai “jalan, kebenaran dan hidup” pintu sorga yang sebenarnya terbuka dan mereka disambut di dalam sorga ilahi.

(5) Di Perayaan Jumat Agung ini kembali dikumandangkan tentang apa yang sudah dikerjakan oleh TUHAN Allah bagi manusia. Dengan pengurbanan Yesus Kristus, umat manusia dapat memulai kehidupanmereka dengan kemanusiaan yang sudah diampuni dosa-dosanya. Semua dosa manusia yang pernah terjadi, terhapuslah sudah, dan tidak perlu lagi diungkit-ungkit oleh siapapun dalam perjalanan bangsanya ke depan. Lembaran hidup baru itu memungkinkan seluruh umat manusia membangun masa depan bersama, dengan tidak mengulangi dosa yang sudah dihapus itu dan dengan tidak melakukan dosa-dosa yang baru. Kasih kembali dapat dihidupkan dan “meragi” pergaulan hidup seluruh umat manusia. Para pengikut Ktistus menjadi generasi-generasi yang membuat Yesus Kristus puas. Mereka ibarat generasi keturunan yang berkelanjutan, yang membanggakan kakek/nenek moyang mereka. Beradanya Yesus Kristus di sorga kekal, membuat waktunya (umurnya) tidak berkesudahan. Hikmat Yesus Kristus telah membuat banyak orang menjadi orang “benar” dan tidak ditimpakan hukuman lagi di hadapan TUHAN Allah. Setiap raja atau orang besar/ pembesar yang menjadi murid-Nya akan bangga menjadi “jarahan” maupun “rampasan”-Nya. Berbahagialah setiap orang yang telah diampuni dosa-dosanya oleh karena Yesus Kristus telah menjadi tebusannya.

Pematangsiantar, tgl. 3 Pebruari 2011.

Ditulis oleh Pdt. Langsung Maruli Sitorus.

Tuesday, December 07, 2010

News:

Ephorus: “Harus berani mempertanyakan tentang keberadaan diri, bergunakah atau tidak?”


Seruan dan ajakan di atas disampaikan Pdt. DR. Langsung Sitorus, MTh (Ephorus HKI) dalam khotbahnya pada acara pengukuhan Pdt. HR. Panjaitan, D.Min sebagai Praeses yang juga diikuti dengan pelantikan Majelis Daerah dan BPKD HKI Daerah VI Sumatera Timur II. Acara pelantikan pimpinan daerah dan segenap aparaturnya ini dipusatkan pelaksanaannya di HKI Resort Khusus Helvetia Medan pada Minggu, 5 Desember 2010 dihadiri ratusan warga jemaat HKI se Daerah VI Sumatera Timur II dan berlangsung dengan hikmat dan penuh sukacita.


Dalam Ibadah yang dipimpin oleh Pdt. M. Pahala Hutabarat, STh (Sekjend HKI) selaku Liturgis (Paragenda), Ephorus mengajak segenap warga HKI untuk selalu peka dan pintar-pintar membaca tanda-tanda zaman yang terus berubah, “Dengan menganalisa keadaan zaman dengan peka terhadap apa yang terjadi, maka akan membawa kita kepada pengertian yang benar dari setiap pernyataan Allah kepada hidup kita untuk semakin meneguhkan kepercayaan iman dan pengharapan kita hingga datangnya Maranatha”, ungkap beliau menerangkan nats Khotbah yang diambil dari Lukas 21:25-33. Dalam kehidupan yang kita jalani pasti tidak seorangpun yang tidak mendapati persoalan dan permasalan dalam hidupnya. Dan tidak jarang banyak darinya kemudian menjadi tantangan bagi iman kita. Untuk itulah dengan bertautan dan bersandar pada Kristus kita dituntut untuk tetap berdiri teguh dan jangan goyah. “Dalam kehidupan berbangsa misalnya, HKI dan warganya diperhadapkan dengan radikalisme keagamaan yang semakin marak dan berujung menjadi ancaman. Namun, kita jangan goyah, harus tetap teguh berdiri sebagai saksi-saksi Kristus dengan Alkitab sebagai senjata kita, bukan kekerasan atau pergi kepada “tuhan-tuhan” duniawi. Di tengah tantangan dan ancaman itu, HKI dan warganya harus tetap bersemangat dan bersatu memberikan pengaruh positif dan perubahan bagi bangsa yang saat ini kondisinya cukup memprihatinkan”, lanjut Ephorus. Dengan beranjak dari sejarah kedirian HKI, jelas bahwa HKI merupakan Huria pelopor perubahan meskipun menghadapi banyak tantangan, maka saat sekarang ini juga, dalam kesemberautan tatanan kehidupan berbangsa, HKI dan warganya harus menjadi pelopor perubahan dengan secara bijak membaca tanda-tanda zaman dan menemukan pernyataan Tuhan sebagai jalan bagi kita untuk memberitakan Kabar Sukacita yang benar-benar murni. “Kita Harus berani mempertanyakan keberadaan kita berguna atau sama sekali tidak bagi orang lain, khususnya bagi Huria Tuhan HKI?”. Dengan demikian kita dapat mengetahui makna kehadiran hidup kita di hadapan Tuhan, jelas Pendeta yang telah melayani 30 tahun lebih untuk HKI dan lembaga-lembaga Oikumene. Semua akan berlalu, maka berpeganglah pada janji Tuhan lewat FirmanNya yang pasti tidak akan pernah berlalu, dengan saling mengasihi dan menerima sebagai anak-anak Tuhan, maka percayalah kedamaian dan sukacita akan hadir dan berakar dalam kehidupan kita. Mengakhiri khotbahnya, Ephorus menyampaikan pesan dan ajakan dari warga HKI di Tanjung Pinang kepada warga HKI Resort Khusus Helvetia untuk bersama-sama saling menopang dalam membantu jemaat HKI Tanjung Pinang untuk mengembangkan Kerajaan Allah lewat HuriaNya HKI yang ada di sana.


Kidung Pujian bagi Tuhan oleh Persatuan Wanita HKI Resort Khusus Helvetia, yang sebelumnya Doa Syafaat (Tangiang Tinting) oleh Pdt. HR. Panjaitan, D.Min (Praeses) menandai digelarnya Pengukuhan Praeses HKI Daerah VI Sumatera Timur II oleh Ephorus yang diawali dengan pembacaan SK serah terima oleh Sekjend HKI. Dan, kemudian di teruskan dengan pelantikan Majelis Daerah dan Badan Pemeriksa Keuangan Daerah (BPKD) HKI Daerah VI Sumatera Timur II.


Acara pengukuhan praeses dan pelantikan Majelis Daerah beserta BPKD yang dilaksanakan dalam Ibadah Minggu Advent Kedua ini berjalan dengan penuh sukacita dari warga jemaat HKI se Daerah VI yang hadir. Wujud sukacita ini tampak dari banyaknya juga persembahan paduan suara (koor) yang turut memeriahkan acara ibadah untuk memuji Tuhan, seperti persembahan pujian dari Persatuan Wanita HKI Daerah VI Sumatera Timur II, Koor dari HKI Kampung Pon dan PNB HKI Resort Khusus Helvetia dengan diiringi musik khas pemuda.


Banyak harapan yang datangnya dari warga jemaat di HKI se Daerah VI Sumatera Timur II terhadap kehadiran Praeses baru untuk HKI Daerah VI ini di bawah kepemimpinan Pdt. HR. Panjaitan, D.Min dan segenap aparaturnya. Di antaranya seperti yang disampaikan St. Drs. J. Tampubolon, Msi dalam sambutannya mewakili warga jemaat, “Diharapkan adanya perubahan yang signifikan dari HKI Daerah VI Sumatera Timut II khususnya dan HKI secara umum. Hal ini dapat tercapai bila saja para pelayan tanggap dan selalu peka terhadap kondisi yang terjadi di tengah-tengah jemaat. Sehingga dengan begitu semua dapat berjalan dan kita kemudian dapat berdiri tegak, kokoh dan tidak goyah dalam menghadapi pelbagai tantangan yang ada” ungkap beliau. Di samping itu, pengadaan Gedung Representatif HKI juga menjadi hal penting untuk diperhatikan sebagai impian dan harapan bersama warga jemaat HKI se Daerah VI agar kiranya segera terealisasi dalam waktu dekat, lanjut Sintua yang melayani sebagai parhalado di HKI Helvetia ini dengan semangat dan penuh harapan. Adanya pemekaran resort dan jemaat-jemaat yang belum ada kepastian penenpatan resortnya, juga menjadi hal yang tidak kalah menarik dari harapan-harapan yang disampaikan, bahkan diharapkan untuk dua tahun mendatang Daerah VI Sumatera Timur II sudah memiliki 25 resort dari 17 yang ada saat sekarang ini. “Dengan melihat semangat dari para pendeta, parhalado dan warga jemaat dengan kehadiran Pdt. HR. Panjaitan sebagai Praeses, maka harapan kita bersama adalah kiranya dari 17 resort HKI Daerah VI Sumatera Timur II, akan mekar menjadi 25 resort untuk dua tahun mendatang dan jemaat-jemaat yang belum memiliki resort untuk sesegera mungkin diadakan percepatan proses penempatannya, jangan sampai diperlama-lama lagi, misalnya Jemaat Martubung yang belum beresort”, disampaikan St. Drs. M. Siagian dalam sambutannya mewakili anggota Majelis Daerah 2005-2010.


“Jika sebelumnya dalam pelantikan yang baru kita laksanakan sebagai Majelis Daerah dan BPKD HKI Daerah VI Sumatera Timur I, kita nyatakan diri siap untuk membantu kepemimpinan Praeses saat ini sebagai respon pertanyaan dari Pucuk Pimpinan kepada kita, maka untuk itu mari kita laksanakan secara bertanggungjawab dan bersama-sama bekerjasama untuk melayani dan mengembangkan HKI Daerah VI dengan segenap warga jemaat”, demikian pernyataan dan ajakan Pdt. E. Sirait dalam sambutannya di hadapan ratusan warga jemaat yang hadir mewakili Majelis Daerah 2010-2015 yang juga sebagai pendeta resort Medan I ini dengan tegas. Oleh Pdt. HR. Panjaitan, D.Min dalam sambutannya beliau mengajak semua pelayan yang ada di HKI Daerah VI Sumatera Timur II untuk semakin mendekatkan diri satu sama yang lain sehingga kemudian dapat saling menerima dan memahami antar pelayan. Dengan begitu diharapkan adanya sinerjisitas kerja dalam mengembangkan HKI Daerah VI Sumatera Timur II secara khusus dan HKI secara umum. Dengan tetap setia menjadi saksi Kristus lewat tugas dan tanggungjawab yang telah diemban masing-masing, maka kita dapat senantiasa berdiri teguh dan tidak goyah menghadapi berbagai tantangan yang ada. “Meskipun menjadi yang terakhir dikukuhkan/diojakhonon dan juga yang paling sederhana, semoga akan menjadi “siakangan/siabangan” untuk mejadi teladan bagi daerah-daerah lainnya. Kita juga akan bersama-sama rap hundul 1 kali dan 2 minggu untuk saling mengisi tentang Firman Tuhan dan membahas kondisi-kondisi yang terjadi di tengah-tengah gereja kita”, jelas Pdt. HR. Panjaitan, D.Min yang kempemimpinannya telah teruji dan dirasakan HKI baik selaku Ketua Konven Pendeta HKI (2010-2015) dan sebagai Sekretaris Jenderal HKI selama 10 tahun dari tahun 1990-2000 bersama Pdt. H. Simangungsong, BD selaku Ephorus.


Dalam arahannya, Ephorus mengajak warga jemaat dan para pelayan Huria HKI untuk: pertama memulai mencatat dan menuliskan tokoh-tokoh HKI yang berjuang dan berkorban membuka gereja demi perkebangan HKI; kedua, bersama-sama bersatu hati untuk mempercepat proses sentralisasi di HKI guna kepentingan bersama khususnya kesejahteraan yang merata para pelayan HKI; dan ketiga, bagi setiap jemaat/huria yang sedang membangun dan yang telah mendapatkan SURAT IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN TEMPAT IBADAH agar datang ke Kantor Pusat HKI untuk menerima bantuan pembangunan. Begitu juga dengan rencana pengadaan Bangunan Representatif HKI, agar kita bersama-sama memberikan pengorbanan dan berjuang untuk mewujudkan harapan kita bersama itu; kelima, dalam rangka Tahun Pengembangan HKI 2011 maka lewat GERAKAN 100, seluruh warga HKI mulai dari Sekolah Minggu, Pungunan Naposo Bulung, Persatuan Wanita hingga Persatuan Ama HKI untuk membentuk paduan suara (koor) dengan jumlah anggota senyak 100 orang, dan yang bertahan akan kita persiapkan untuk masuk rekaman dan memperoleh dana pembangunan gereja senilai Rp. 50 hingga 100 juta, papar Ephorus. Di samping itu, masih berkaitan dengan GERAKAN 100, juga diberikan penghargaan bagi:

  1. Calon Pendeta yang berhasil membawa 100 orang menjadi warga jemaat HKI akan mendapatkan percepatan penabalan sebagai Pendeta.
  2. Parhalado (Sintua/Guru Huria) yang berhasil membawa 100 orang menjadi warga jemaat HKI akan mendapatkan kenangan dari HKI berupa Salib Emas HKI.
  3. Pendeta yang berhasil membawa 100 orang menjadi warga jemaat HKI akan mendapatkan kenaikan golongan pendeta HKI.

Lepas dari hal di atas, pada kesempatan yang sama Ephorus menekankan dan mengajak semua elemen HKI agar tidak bergantung pada uang. “Kerja baru makan, jangan tergantung pada ada uang dulu baru bekerja”, tegas Ephorus kepada semua yang hadir. Maka, untuk merealisasikan semuanya itu mari bersama-sama bekerja untuk kemuliaan nama Tuhan lewat HuriaNya HKI, tutup Ephorus dalam Arahannya dalam pengukuhan dan pelantikan Praeses dan Majelis Daerah serta BPKD HKI Daerah VI Sumatera Timur II, yang kemudian diakhiri dengan makan bersama warga jemaat dengan para pelayan dan Pucuk Pimpinan HKI. (yph)

Thursday, December 02, 2010

Our Share

Pada bulan November yang baru saja berlalu, ketika kami sedang berada di Jakarta untuk mengikuti sebuah pelatihan dari Yakoma – PGI, kami yang sempat menginap di rumah kediaman keluarga Pdt. Halomoan Simanjuntak, STh dan diberlakukan layaknya sebagai adik dengan penuh kekeluargaan oleh beliau yang merupakan Pimpinan Jemaat HKI Resort Khusus Pulo Mas, kami diberi kesempatan untuk mengajar kelas sidi. Dan sebagai bahannya berketepatan diambil dari “Mengasihi Orangtua”. Dari proses belajar di dalam kelas bersama dengan para peserta sidi, ada beberapa hal yang dapat disharekan kepada pembaca khususnya kaula muda HKI:


Sebagai anak apa yang kita rindukan untuk orangtua kita lakukan kepada kita?
1. Yang saya rindukan untuk orangtua saya lakukan kepada saya adalah orang tua saya dapat memberikan kepercayaan kepada saya bahwa saya dapat berjaga diri.
2. Yang saya rindukan yang orang tua lakukan pada saya adalah bersikap adil kepada anak-anaknya.

3. Yang saya rindukan agar orangtua berlakukan saya sama seperti memperlakukan adik dan kakak saya.


Sebagai anak apa yang bisa kita lakukan sebagai wujud menghormati orang tua kita?

1. Yang bisa saya lakukan sebagai wujud menghormati orang tua adalah berdoa agar mereka selalu diberi kesehatan dan umur yang panjang, belajar dengan baik, melakukan apa yang diinginkan mereka, dan merawat mereka ketika mereka sudah tua nanti.
2. yang saya lakukan sebagai wujud menghormati orangtua adalah membantu mereka tanpa di minta, berusaha tidak mengeluh ketika disuruh, belajar yang rajin supaya orang tua bangga dengan prestasi kita di sekolah.


Bila kita jadi orang tua, apa yang kita mau lakukan kepada anak-anak kita? Lalu bagaimana perasaan kalau kita tidak mendapat penghormatan dari anak-anak kita?

1. Bila saya menjadi orang tua, yang akan saya lakukan adalah mengajari mereka untuk lebih dekat dengan Tuhan, menyayangi dan mengasihi, mencukupi kebutuhan mereka, mengajari mereka untuk bersikap sopan dalam tutur kata dan tindakan dimana pun mereka berada dan dengan siapapun mereka bertemu dengan orang lain. Perasaan saya apabila saya tidak mendapat penghormatan dari anak-anak saya adalah saya sangat merasa sedih.

2. Yang saya lakukan kelak saya menjadi orang tua adalah menjaga dan merawatnya, mencukupi kebutuhannya, mengajarnya bagaiman bersikap/ berbuat dan berkata yang baik, mendekatkannya kepada Tuhan seperti mengajaknya untuk rajin ke gereja, dan membelikan buku-buku cerita yang berhubungan dengan firman. Perasaan saya sangat kecewa dan merasa sangat sedih.


Nah, dari share di atas, semoga kita dapat lebih lagi menemukan arti mengasihi orangtua kita masing-masing; dan bagaimana jika kita yang berada di posisi orangtua kita? Firman Tuhan dalam Keluaran 20:12 berpesan "Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu". Tuhan memberkati. (yph)

Tuesday, November 23, 2010

PROFIL

Pdt. Emeritus BM. Siahaan, STh:

“Sibalga butua, metmet uluna. Sai unang ma songon i hita na marhuria on”


“Sibalga butua, metmet uluna. Sai unang ma songon i hita na marhuria on”, ungkap Pdt. (emeritus) BM Siahaan, STh sebagai salah satu pesan beliau pada Minggu (31/10) saat kunjungan Pucuk Pimpinan Ephorus dan Sekjend di rumah kediaman beliau, Jl. Melanthon Siregar, Pematangsiantar.


Kunjungan Pdt. DR. Langsung Sitorus, MTh bersama Pdt. M. Pahala Hutabarat, STh ke rumah kediaman Pdt. BM. Siahaan dilakukan seusai pelaksanaan Serah terima dan Pangojakhon Praeses HKI Daerah I Sumatera Timur I, Pdt. Jansen Simanjuntak, STh di HKI Asuhan Stadion dalam rangka menjenguk beliau yang telah lama sakit di usianya yang semakin lanjut.


Dalam suasana bersahaja Pdt. BM. Siahaan, STh masih mampu mengimbangi percakapan dengan Pucuk Pimpinan layaknya tidak seperti sedangkan sakit. Untuk membawa HKI berhasil menjadi Huria yang berkembang dan menyenangkan hati Tuhan beliau mengungkapkan bahwa kuncinya terletak pada tanggungjawab di setiap masing-masing pelayan dan warga jemaat HKI untuk mengemban tugasnya masing-masing, bukan saling menuding satu sama lain. “Bertanggungjawablah pada kerja dan tugas masing-masing, jangan saling menuding, menuduh dan menyalahkan antar sesama baik pelayan dan warga jemaat. Karena inilah awal ketidakberhasilan manusia sejak awal (adam dan hawa); Di saat mereka saling menuduh dan menyalahkan di hadapan Tuhan di sanalah awal mereka berdosa bagi Tuhan sehingga menghasilkan pengusiran mereka dari Taman itu,” tegas pendeta yang telah lama melayani di HKI sejak 1983 hingga mengakhiri masa pelayanannya sebagai pensiunan pendeta pada tahun 1997. “Jika tidak mau diusir Tuhan dari setiap pekerjaan yang diberikanNya kepada kita, janganlah saling menuduh, pertanggungjawabkanlah setiap tugas dan pekerjaan kita masing-masing”, sambung beliau dengan sesekali mengelap wajahnya dengan kain yang digantungkan di leher beliau.


Saat ini Pendeta yang dikaruniai lima putra dan satu putri yang semuanya telah berkeluarga dari Istri R. br. Pardede menderita sakit menua. Pengelihatan beliau tidak lagi normal sebagaimana pada umumnya, dan oleh karena lemahnya fisik beliau, untuk berdiri dan berjalan saja beliau harus ditopang. Namun, di kelemahan fisiknya itu, tidak membuat semangat jiwa pelayannya kendur dan mati, malah dari percakapan saat itu, sosok seorang teolog yang sederhana jelas tampak pada dirinya. Beliau juga senantiasa mengikuti perkembangan HKI dengnan bertanya kepada anak dan istri di rumah. Tidak hanya itu, meski harus dengan menggunakan kursi roda, beliau tetap hadir di dalam Ibadah Minggu di Gereja HKI Jl. Melanthon Siregar.


Mengenai uang pensiunan yang diterima beliau beserta para pendeta pensiunan HKI lainnya yang ketika disinggung oleh Ephorus kala itu, beliau dengan tenang menanggapinya sebagai suatu hal yang tetap harus diterima dengan sukacita dan syukur. “Uang sebesar itu sudah besar jika diikuti dengan ucapan syukur kepada Tuhan”, sahut beliau secara spontan yang kemudian menimbulkan rasa takjub dan bangga dari kami yang hadir pada saat itu terhadap sosok renta dengan jiwa dan spritual yang benar-benar menghamba pada pekerjaan Tuhan yang diembannya selama ini di tengah kehidupan perekonomian keluarga yang terbilang sederhana. “Maka hendaknya para pelayan HKI haruslah menyadari keberadaan Huria, jangan dibanding-bandingkan dengan gereja-gereja lain sehingga kita dapat senantiasa sukacita dalam melayani dan bersukur dari apa yang kita peroleh”, lanjut lelaki kelahiran 23 November 1936 ini sambil meraba ke atas meja di sampingnya untuk mengambil secangkir teh hangat. “Apa yang Tuhan beri terimalah dengan syukur, karena lebih baik kaya partondian (rohani) daripada pardagingon (duniawi)”, lanjut beliau yang didampingi istri tercinta dan anak laki-lakinya.


Banyak hal yang menjadi harapan sosok sederhana ini bagi HKI ke depan dengan kepemimpinan yang baru pasca Sinode HKI ke 59 yang telah berlalu. Beranjak dari pengalaman beliau yang juga pernah melayani di Kantor Pusat HKI pada tahun 1986 sekaligus sebagai Guru di PGAKP HKI, bahwa dengan menjadikan nilai-nilai disiplin sebagai harga mati bagi kegiatan di Kantor Pusat HKI adalah awal bagi keberlangsungan HKI yang lebih baik ke depan. Selain itu, untuk memusatkan kegiatan-kegiatan di HKI sudah saatnya dipikirkan dan ditindaklanjuti bagaima gedung serbaguna HKI dikelola dan dimanfaatkan menjadi pusat kegiatan para pendeta dan kegiatan lainnya di Huria. Jika memungkinkan HKI sudah saatnya memiliki tempat yang lebih memadai dan layak untuk pelbagia kegiatan HKI kedepannya. “Sibalga butua, metmet uluna. Sai unang ma songon i hita na marhuria on”, tandas pendeta yang sebelum mengakhiri masa pelayanannya sempat sebagai Kepala Sekolah Guru Jemaat HKI dan Redaktur Bina Warga HKI pada tahun 1994.


Mengenai pengalamannya menjadi seorang pendeta yang melayani di HKI sejak tahun 1983 sebagai Pengasuh Panti Asuhan Sarfat HKI, beliau menemukan dirinya belum melakukan apa-apa untuk HKI. Seakan-akan waktunya melayani bagi HKI sangat begitu sedikit dan berlalu begitu cepat. Bahkan beliau menambahkan bahwa Huria tidak pernah salah, "Terkadang kita yang kurang menyadari kehadiran kita di Huria mendatangkan kebaikan kah atau malah sebaliknya", jelas pendeta yang menamatkan pendidikan sarjana teologianya dari STT Nomensen tahun 1963 ini. “Waktu kita tidak banyak, seperti pernyataan Yesus kepada Petrus bahwa waktu muda kita sendiri yang mengikat pinggang kita dan berjalan kemana saja yang kita mau, tapi setelah tua orang lain akan melakukannya untuk kita dan membawa kita ketempat yang tidak kita mau, (bnd. Yohanes 21:18) oleh karena itu, selagi masih muda dan waktu masih panjang bekerjalah dengan memberikan yang terbaik bagi Tuhan lewat HuriaNya HKI", lanjut beliau yang sempat menjalani hari-hari sebagai Pendeta Resort di HKI Hutabayu, Bandar Perdagangan dan terakhir di Siantar Simpang II sejak tahun 1987 hingga 1989.


Mengamati kondisi HKI belakangan ini, Pdt. Emeritus BM. Siahaan merefleksikan HKI seperti bangsa Israel saat menuju Tanah Kanaan. Banyak ketertinggalan HKI disebabkan oleh karena HKI lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bersungut-sungut satu dengan yang lain, sama seperti salah satu penyebab utama bangsa Israel yang membutuhkan waktu sangat lama untuk menuju Tanah Kanaan. "Sudah waktunya bagi kita untuk meninggalkan sikap marhuria yang demikian, sehingga HKI dapat lebih baik dan berkembang", tutup salah satu tokoh pelayan bagi HKI ini kepada rombongan. (yph)

Monday, November 15, 2010

Pdt. LO. Siregar, STh Praeses Termuda Pimpin HKI Daerah IX Humbang

“Apapun hasil kondisi pasca Sinode HKI, Humbang harus tetap bersatu dan solid”. Penyataan di atas disampaikan oleh Pdt LO. Siregar dalam kata sambutannya pada acara serah terima dan pangojakhon praeses HKI daerah IX Humbang. Acara yang dilaksanakan pada Minggu, 14 November 2010 itu diawali dengan Ibadah Minggu dan dirangkai dengan acara temu pisah praeses lama dan baru, lelang dan penyematan cendera mata oleh warga jemaat HKI se Daerah IX Humbang kepada Pucuk Pimpinan HKI, Ephorus dan Sekjend serta tokoh-tokoh HKI lainnya. Tampak hadir dalam kegiatan tersebut pemerintah Kabupaten Humbang Hansudutan, Bapak Ir. K. Hutasoit, Kepada Dinas Pertanian Humbang Hansudutan yang mewakili Bupati, Bapak Anggota DPRD Humbang yang juga Parhalado di HKI Lintongnihuta dan Pdt. MT. Aruan, STh selaku Praeses HKI Daerah III Toba Samosir.


Dalam Ibadah Minggu Pdt. DR. Langsung Sitorus, MTh sebagai pemberita firman Tuhan; Pdt. M. Pahala Hutabarat, STh sebagai pemimpin liturgis (paragenda); Pdt. C. Sirait, STh sebagai pemimpin kidung pujian dan Doa Syafaat dipimpin oleh Pdt. MT. Aruan, STh. Dalam khotbahnya, Ephorus HKI mengutip nats dari Pengkhotbah 11:1-6 dan menjelaskan kepada jemaat bahwa jika kita sering mendengarkan nasehat, poda atau kata-kata bijak hata na marimpola maka adalah mudah bagi kita untuk mengerti firman Tuhan yang disampaikan Pengkhotbah saat ini. Ephorus mengingatkan agar sebagai warga jemaat HKI sudah saatnya meninggalkan kebiasaan bangko “makan” sendiri. Rampak dan rap mangan haruslah menjadi kebiasaan baru sehingga semua warga HKI dapat merasakan hidup sejahtera. Tidak ada yang miskin. Jika sudah bisa sama-sama sejahtera maka, semua dapat sama-sama bersuka dan Huria HKI akan semakin berkembang. Bagaimana caranya? Pertama adalah dengan menjadikan pekerjaan yang kita miliki sebagai modalnya. Dengan memiliki hidup yang bijaksana dan pintar-pintar mengelolanya maka akan mendatangkan keberhasilan. Dalam berHuria juga demikian, jika ingin Huria berkembang dan maju haruslah memiliki wawasan yang luas. Jangan kerdil. Hanya bunga bonsai yang kerdil tampak indah, untuk itu buanglah segera niat-niat yang hendak “membonsaikan” Huria. “Jangan kita bonsai Huria kita”, tegas Ephorus. Tahun 2011 HKI menetapkan sebagai Tahun Pengembangan, dan berkaitan dengan itu diadakan “Gerakan 100”, mulai dari Sekolah Minggu, Punguan Naposo Bulung, Persatuan Wanita dan Persatuan Ama di HKI harus memiliki anggota hingga 100 orang. Jika kita semua punya kemauan dan sehati, pasti bisa mewujudkannya. Dengan demikian, salah satu tugas kita di untuk mengembangkan HKI dapat kita wujudkan. Selanjutnya, Ephorus dalam khotbahnya menerangkan agar setiap pelayan dan warga mengerjakan sesuai dengan jambarnya (tugas, hak dan kewajiban-red) masing-masing. Untuk itu harus bijak dalam melihat situasi yang terjadi sehingga mengetahui apa yang akan dilakukan. “Penting untuk memeriksa apa yang sudah kita kerjakan, tentunya dengan begitu kita dapat berkembang”, terang Ephorus. Misalnya saja dalam membiayai HKI setiap bulannya memerlukan dana hingga 1,5 milliar. Bagaimana caranya? Jika warga HKI yang berjumlah kuranglebih 300 ribu jiwa, setiap minggunya dalam satu bulan 1/3nya saja yang beribadah maka perorang hanya memberikan 5rb rupiah setiap minggu, dan dengan seperti ini maka biaya di atas dapat ditanggulangi. Bagaimana menghadirkannya? Maka, dibutuhkan kerjasama dari semua kita mulai dari pelayan dan warga itu sendiri. Dengan masing-masing mengetahui jambarnya di Huria, maka segala permasalahan yang ingin merusak pekerjaan baik kita, akan dapat kita selesaikan dan atasi. Kita bisa bertahan menghadapinya. Disamping itu, sebagai anak-anak Tuhan, kita juga harus mengetahui dimana letak kebenaran dan kemudian melakukannya, dimana pohon tumbang disitu ia tinggal terletak. Artinya, dalam berHuria, kita mesti mengetahui letak-letak/keberadaan kita masing-masing baru semua dapat berjalan dengan sehat. “Jika marhuria, marhurialah jangan dicampur-campur dengan yang lain-lain yang tidak pada tempatnya” lantu Ephorus. Tidak ada yang mengetahui jalan kehidupan kita. Dan tidak semua yang kita tahu dapat menyelamatkan kita. Tapi, dalam mencapai keselamatan dan keberhasilan dibutuhkan rencana dan strategi, itulah sesungguhnya pengharapan. Bersyukurlah banyak hal yan tidak kita ketahui tentang jalan Tuhan. Namun, meskipun tidak tahu tetapi di dalam Tuhan kita percaya Dia akan menuntun kita dan memenangkan kita. “Untuk itu, mintalah disetiap saat kepada Tuhan agar Dia menuntun kita. Sebab apa yang dikerjakan Tuhan tidak ada yang tahu, tetapi percayalah apa yang baik kita kerjakan Tuhan akan memberkatinya dan memberikan hasil yang melimpah”, tutup Ephorus dalam khotbahnya.


Masih dalam rangkaian ibadah, serah terima dan pangojakhon praeses dimulai dengan pembacaan SK dan penyerahterimaan Pdt. F. Sibarani, MTh kepada Ephorus HKI, yang dilanjutkan dengan penandatanganan berkas-berkas serah terima oleh Ephorus dan para saksi. Dan pembacaan SK Praeses baru, Pdt. LO. Siregar oleh Sekretaris Jenderal dan penandatanganan berkas-berkas oleh Ephorus dan para saksi yang kemudian diakhiri dengan Pangojakhon Pdt. LO. Siregar sebagai Praeses HKI Daerah IX Humbang dihadapan ribuan warga dan pelayan HKI se Daerah IX Humbang dan para undangan lainnya.


Dalam sambutannya Pdt. F. Sibarani, MTh sebagai yang pernah memimpin HKI Daerah IX Humbang sejak berdiri kurang lebih 2 tahun yang lalu di dampingi Istri yang juga pendeta HKI, Pdt. M. Hutapea, STh menyampaikan harapan agar senantiasa ditingkatkan kualitas beriman warga dan juga pelayan HKI. Disamping itu, beliau berterimakasih kepada segenap warga dan pelayan HKI yang telah benar-benar menunjukkan kesungguhan bakti dan bakti yang sungguh-sungguh terhadap pengembangan HKI di daerah IX Humbang. Banyak kutipan firman Tuhan yang beliau sampaikan untuk semakin meneguhkan dan menyemangati warga dan pelayan HKI agar terus memberikan yang terbaik bagi kemajuan HKI dan tentunya untuk kemuliaan Tuhan, misalnya dalam Roma 12:11 “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan”. “Bekerjalah keras, berlajarlah keras dan berdoalah terus dan senantiasa” ungkap Pendeta yang kemudian akan melayani HKI lewat Departemen Marturia HKI sebagai Kepala Departemen Marturia HKI. Akhirnya, beliau mengingatkan agar 56 jemaat HKI di Daerah IX Humbang untuk saling menopang, dengan menyinggung agar HKI Sitinjo, Pakkat sebagai Jemaat tertua di Tapanuli dan masih yang terkecil sejak tahun 1930 agar memperoleh perhatian dan sokongan dari jemaat-jemaat yang lebih baik keadaannya. Sedangkan dalam sambutannya, St. M. Hutasoit yang mewakili Guru Jemaat se Daerah IX Humbang, menyampaikan bahwa Pucuk Pimpinan HKI saat ini adalah Pucuk Pimpinan bagi semua HKI dan berharap agar senantiasa diberikan kekuatan oleh Tuhan agar mampu setia berdiri memimpin HKI meskipun banyak krikil-krikil kecil sehingga dengan begitu jemaat HKI dapat merasakan gabungan nama dari Ephorus dan Sekjend HKI yakni Lansung Manjalo Pahala. Dan dilanjutkan dengan rasa bangga menjadi warga dan pelayan di HKI yang memiliki pendeta-pendeta yang siap membangun HKI dengan dipimpin oleh Ephorus dan Sekjend sekarang ini, “Untuk itu bagi ruas dan para pelayan haruslah mau dibangun dan membangun bagi pengembangan HKI” tambah St. R. Manalu dalam sambutannya mewakili Majelis HKI Daerah IX Humbang.


Pada kesempatan yang sama, Bapak Ir. K. Hutasoit yang mewakili Bupati Humbang Hansudutan dan segenap jajaran pemerintahan Kabupaten menyampaikan salam hangat dari Bapak Bupati yang berhalangan hadir berhubung sendang berada di Jakarta. “Selamat jalan dan menunaikan tugas yang baru bagi Bapak Praeses lama Pdt. F. Sibarani, MTh dan bagi Praeses baru Pdt. LO. Siregar mari bekerjasama untuk membangun Daerah Humbang yang kita cintai lewat Huria kita HKI”, ungkap Kepada Dinas Pertanian Humbang Hansudutan ini. Selain itu, beliau juga memaparkan nostalgia masa kecil bersama dengan Ephorus Pdt. DR. Langsung Sitorus, MTh. “Beliau adalah teman bermain bola dan sekolah minggu saya, dan pada tahun 1975 bilau meminta untuk meneruskan sekolah kependetaan” cerita sang insiyur. Beberapa harapan beliau agar pasca sinode persatuan di HKI semakin erat dan dengan hadirnya pimpinan baru di HKI Daerah IX Humbang, praeses bersama-sama dengan pemerintah setempat dapat mengajak dan mengarahkan potensi-potensi yang ada di HKI untuk memajukan dan mengembangkan Kabupaten Humbang Hansudutan. Tidak lupa beliau juga, menghimbau agar praktek dan wawasan kecintaan akan lingkungan seperti yang telah diwariskan Pdt. F. Sibarani semasa tugasnya di Humbang agar diteruskan dan ditingkatkan. Dan pada akhir sambutannya, beliau menyampaikan secara simbolis bantuan dari Bapak Bupati Humbang Hansudutan untuk HKI Daerah IX Humbang sebesar 10 juta rupiah. Begitu juga ajakan St. selaku Anggota DPRD Humbang Hansudutan kepada praeses baru untuk bekerjasama dalam pembangunan Kabupaten Humbang.


“Apapun hasil kondisi pasca Sinode HKI, Humbang harus tetap bersatu dan solid” demikian penyataan dan seruan yang disampaikan Pdt. LO. Siregar dalam sambutannya yang didampingi Istri, Inang Praeses br. Manullang. Sebagai Prases temuda dari semua praeses HKI saat ini, beliau bersyukur dan bangga dapat dipercayakan memimpin HKI Daerah IX Humbang. Untuk itu beliu mengajak warga dan pelayan HKI di daerah Humbang untuk selalu saling menopang, membantu, dan mengingatkan agar khususnya di 2011 sebagai tahun pengembangan HKI menjadi nyata dan terealisasi. Pembenahan admistrasi keuangan, peningkatan kualitas pelayanan, dan kerjasama dengan pemerintahan akan menjadi garis besar rencana dan rancangan program mengawali masa tugas beliau di Humbang. Dan, dilanjutkan dengan sarahan dari mewakili Pucuk Pimpinan, Pdt. M. Pahala Hutabarat, STh mengajak agar semua warga dan pelayan HKI untuk berlomba saling berkejaran memberikan yang terbaik bagi HKI. Khusus kepada para pelayan agar juga turun menjumpau jemaat untuk dalam pelbagai masalah dan tantangan hidup mereka, tidak hanya berkhotbah dan berdoa di dalam gereja. Sebelumnya Sekjend HKI mengucapkan terimakasih bagi tugas pelayanan yang diberikan oleh Pdt. F. Sibarani, MTh, dan selamat melayani dan mengemban tugas baru bagi Prases Pdt. LO. Siregar, STh.


Acara selanjutnya dimeriahkan dengan makan bersama, lelang, pemberian cendera mata dan acara hiburan lainnya. (yph)