PERANAN KAUM BAPAK
Satu dari kewajiban institus gereja HKI telah berhasil dilaksanakan, yakni dengan terselenggaranya Sinode HKI yang ke 58 di Hotel Mikki Holiday – Berastagi pada tanggal 22-25 Juli 2008 yang lalu. Tampak wajah yang berbinar dari para peserta melihat tempat pelaksanaan kali ini yang sangat jauh berbeda dengan tempat-tempat pelaksanaan sebelumnya. Pada hari pertama, banyak kebingungan yang dialami peserta diakibatkan fasilitas Hotel yang serba modern, mulai dari kunci pintu yang berupa kartu, fasilitas kamar mandi yang sistim tombol mengakibatkan terjadi kesalahan. Namun kemudian, kerumitan itu dapat teratasi setelah diberi penjelasan cara penggunaan alat dan fasilitas yang bagi kebanyakan peserta cukup aneh. Dari keseluruhan peserta jelas, kaum bapak lah yang mendominasi. Sedangkan kaum ibu (perempuan) yang hadir adalah utusan dari kelompok yang tidak cocok diwakili kaum bapak (laki-laki). Hanya sedikit kaum ibu yang mewakili kelompok yang umum, misalnya utusan Penatua, Guru jemaat atau utusan resort, meskipun jelas bahwa jumlah jemaat yang hadir pada kebaktian di gereja setiap minggunya mayoritas adalah kaum ibu.
Sesungguhnya, peranan kaum bapak dalam peningkatan kehidupan kerohanian sungguh sangat memainkan peranan penting, secara khusus dalam kehidupan bergereja. Bahkan ketika seorang laki-laki akan menikah dan akan menjadi kaum bapak dengan tegas Pendeta sebagai wakil Allah yang akan memberikan berkat membacakan kewajiban mereka: bahwa suamilah kepala dirumah tangga (kepala istri, Efesus 5:23). Para suami diibaratkan seperti Yesus yang adalah kepala jemaat yang menyelamatkan tubuh. Istri dan semua anggota keluarga adalah bagian tubuh dari suami (baca: kaum bapak), yang bertugas memimpin sekaligus sebagai imam dalam keluarga, sebagaimana keluarga dalam umat Tuhan (Pada Perjanjian Lama yang dilakoni oleh umat Israel). Tetapi bagaimana peranan kaum bapak warga Kristen sekarang ini ?
Hampir seluruh Gereja, secara khusus Gereja yang anggota Sekber UEM mempunyai pergumulan yang sama: kehadiran kaum bapak dalam ibadah dan acara gereja sungguh sangat jauh dibandingkan dengan kaum ibu (perempuan). Banyak cara yang sudah ditempuh oleh Gereja, antar lain dengan mengaktifkan kelompok koor kaum bapak. Tapi kenyataan yang dialami oleh kebanyakan jemaat HKI: kelompok koor kaum bapak Cuma dapat bertahan 6 bulan, kemudian hilang, muncul lagi, hilang lagi. Ada kaum ibu yang menyindir: “holan habis gogo ni B1 I, mago do muse Punguan Ama I !”. Sudah lajim dijumpai pada acara partangiangan: kaum ibu/ para istri lah yang berdoa dari tuan rumah, kaum bapak selalu mengelak. Bahkan ada para suami (tuan rumah) tidak hadir di acara partangiangan gereja dirumah-nya, untuk mengelakkan memimpin doa di acar tersebut. Hal itu menjadi salah satu alasan di berbagai jemaat untuk tidak membuat acara berdoa dari tuan rumah.
Pada kongres Punguan Ama HKI tahun 2008 yang dilangsungkan pada bulan April lalu, telah dipilih pengurus Punguan Ama Pusat yang baru. Dari program-program yang di hasilkan terasa ada semangat baru. Bahkan salah satu keputusan Sinode di bidang Koinonia menyebutkan: bahwa kaum bapak (red:Punguan Ama) harus beriinisiatif untuk memprakarsai pembangunan/pendirian gereja ditempat-tempat strategis.
Mudah-mudahan, kaum bapak semakin memberi waktu dan perhatian dalam ibadah-ibadah gereja, sehinga tidak terkesan bahwa anggota jemaat HKI kebanyakan adalah janda. Dan terutama kaum bapak dapat menjalankan tugasnya sebagai Imam ditengah-tengah keluarga.
Redaksi.