Showing posts with label Khotbah Minggu Tahun 2010. Show all posts
Showing posts with label Khotbah Minggu Tahun 2010. Show all posts

Monday, October 18, 2010

Minggu, 5 Desember 2010: Advent II

Ev. Lukas 21:25-33

(Minggu, 5 Desember 2010: Advent II)

Pengantar oleh St. Raja PS. Janter Aruan, SH, MH

Lewat perumpamaanNya, Yesus mengajarkan tentang beberapa hal bagi kita di masa penantian (Adven II) ini, di antaranya: “Akan ada tanda-tanda pada matahari dan bulan dan bintang-bintang, dan di bumi bangsa-bangsa akan takut dan bingung menghadapi deru dan gelora laut. Orang akan mati ketakutan karena kecemasan berhubung dengan segala apa yang menimpa bumi ini, sebab kuasa-kuasa langit akan guncang. Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah kepalamu, sebab pembebasanmu sudah dekat” (Luk 21:20-28).

Sebagian kepercayaan Yahudi pada masa kehidupan Yesus adalah bahwa YHWH akan membangkitkan seorang Mesias untuk menyelamatkan umat-Nya. Sebagian orang memandang Mesias ini sebagai seorang tokoh politik yang akan memerdekakan orang-orang Yahudi dari penjajahan Romawi. Sebagian orang yang lain mengharapkan kedatangan Musa atau Elia untuk memimpin umat Israel seperti yang mereka lakukan dalam Perjanjian Lama. Ada juga orang-orang yang berharap akan kedatangan seorang Mesias-Imam yang akan membawa umat kembali ke suatu penyembahan yang benar kepada YHWH. Namun, yang hadir adalah Dia yang penuh kelemah lembutan di dalam kasih. Setelah bernubuat tentang keruntuhan Yerusalem, Yesus bersabda bahwa akan ada tanda-tanda kosmis, peristiwa-peristiwa dahsyat yang akan menimpa orang-orang Israel dan menakutkan banyak orang. Namun tanda paling besar akan menyusul: “Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya” (Luk 21:27). Siapakah ‘Anak Manusia’ ini? Dalam visi Daniel tentang akhir zaman, dikatakan: “Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya. Lalu diberikanlah kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah” (Dan 7:13-14). Anak Manusia adalah Mesias dan sekaligus juga sang Hakim. Ia berbeda dari jenis-jenis Mesias yang biasanya diharap-harapkan oleh orang-orang Yahudi karena Dia datang dari surga dan bukan sekadar seorang manusia; Dia dekat dengan YHWH di alam surgawi. Kepada Mesias yang ini, Anak Manusia, diberikan kuasa dan otoritas atas seluruh bumi dan segala isinya, dan kekuasaan-Nya kekal. Yesus adalah sang Mesias, Anak Manusia yang penuh kasih. Apabila Dia datang kembali, maka Dia akan menghakimi dunia. Dia mendorong mereka yang percaya untuk bangkit dan mengangkat kepala mereka, sebab pembebasan mereka sudah dekat (lihat Luk 21:28). Kita tidak perlu takut akan akhir zaman dan kedatangan Anak Manusia, Yesus Kristus, karena Dia adalah seorang Hakim yang adil.

Pdt. Jansen Simanjuntak, STh

Benar akan banyak tanda-tanda alam atau zaman yang dapat dilihat sebagai waktu akan datangnya masa akhir zaman. Namun, tidak semua tanda-tanda itu dapat kita percayai, karena banyak di antaranya yang disengaja dibuat oleh manusia untuk kepentingannya dan golongan tersendiri.

Pdt. Happy Pakpahan, STh

Bahkan sekarang banyak yang nyeleneh tindakan dari manusia, ketika didapati ada kejadian alam bukan malah dilihat sebagai tanda-tanda dari yang Maha Kuasa dan kemudian mendorong diri untuk merefleksikannya terhadap kehidupannya, melainkan banyak yang membuatnya sebagai “bakal berkat” dengan menerjemahkannya menjadi no undian lotre togel. Kita diajak untuk peka agar terhindar dari dampak negatif yang ditimbulkan, menjadi korban. Namun, sebaliknya kita harus menjadikan diri kita untuk lebih peka terhadap suara Tuhan atas hidup kita. Banyak yang dapat menguasai tanda-tanda zaman atau alam, jadi berhati-hatilah agar jangan terjatuh pada dosa mengilahikan manusia, kita harus tetap berkiblat pada Tuhan yang mengizinkan tanda-tanda zaman itu terjadi.

Pdt. Edwin Manullang, STh

Kita jangan mempertanyakan kapan dan bagaimana waktu dari akhir zaman itu terjadi, melainkan persiapkanlah diri kita untuk waktu yang telah ditentukanNya. Perumpamaan yang Yesus angkat bertujuan untuk mengungkapkan hal-hal yang tersembunyi dengan menceritakan kejadian sehari-hari yang bisa dialami. Kerajaan Allah pasti akan hadir, maka persiapkanlah diri kita agar dapat bertahan dan berdiri teguh di hadapan pengadilanNya (ayat 36).

Cln. Pdt. Yansen Hasibuan, STh

Injil menyatakan bahwa Yesus adalah seorang pengamat alam yang tajam, Pengajaran-Nya menyentuh lingkungan di sekeliling-Nya dan pendengar-Nya. Tidak terkecuali perumpamaan-perumpamaan yang diberikan-Nya, beberapa kali perumpamaan-perumpamaan Yesus menyentuh kehidupan petani, nelayan, dan gembala. Pendengar Yesus hidup lebih dekat dengan alam daripada kita pada saat ini, sehingga mereka tidak mengalami kesulitan memahami pesan yang ingin disampaikan-Nya. Pada konteks perjumpaan Injil dengan kehidupan masyarakat hari ini, maka perumpamaan yang Yesus dulu pakai, direlevansikan dan dimodifikasi oleh para pelayan sekarang melihat perkembangan lingkungannya, misalnya tekait dengan IT dan modrenisasi yang ada. Keberadaan Injil diharapkan dapat menjawab keresahan masyarakat dalam pelbagai pertanyaan yang muncul dalam dirinya lewat perumpamaan-perumpamaan yang dapat dimengerti dan menyentuh kesehariannya. Demikianlah pada zaman Injil, pohon ara adalah pohon buah yang sudah umum di seluruh Israel, khususnya di dekat Yerusalem di mana terletak Bethphage (rumah pohon ara). Di Israel, pohon ara juga dipakai untuk menyatakan pemerintahan Salomo yang penuh kedamaian, "tiap-tiap orang hidup dengan aman di bawah pohon anggur dan pohon ara" (l Raja 4:25 dan Mikha 4:4). Pohon ara dengan daun-daunnya yang hijau besar akan memberikan tempat berteduh yang luas selama musim panas. Tidak seperti pohon-pohon lain misalnya, pohon zaitun, cedar, dan palem, daun pohon ara akan gugur daunnya pada waktu mendekati musim dingin. Sementara jenis pohon lain yang berganti daun, mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan di awal musim semi. Misalnya, pada waktu pohon almond sudah mulai berbunga, pohon ara masih bertahan dengan cabang-cabang yang tanpa daun sampai di awal musim panas. Kemudian getah tumbuh-tumbuhan itu mulai mengalir, kuncup-kuncup semakin besar dan dalam beberapa hari muncul daun-daun muda. Alam memberitakan bahwa bahaya dari embun beku malam yang mematikan telah berlalu dan musim panas telah tiba. Pohon ara yang bersemi pada musim panas, tepat pada saat pohon itu mulai menampakkan tanda kehidupan untuk pertama kalinya. "Apabila ranting-rantingnya melembut, dan daun-daunnya mulai bertunas, kamu tahu bahwa musim panas sudah dekat." (ayat 29-30). Musim panas, summer dalam bahasa Yunani disebut therosi dan di dalam bahasa Ibrani mungkin menimbulkan permainan kata-kata yakni qayis (musim panas; buah musim panas) dan qes (akhir kehidupan; saat penghukuman terakhir).

Gambaran tentang pohon ara yang bertunas biasanya dihubungkan dengan masa turunnya berkat (Yoel 2:22) dan hampir tidak pernah dihubungkan dengan masa penghancuran dan malapetaka. Perumpamaan semacam ini seharusnya tidak dilihat terutama dalam hubungannya dengan malapetaka yang diramalkan di dalam percakapan ini. Tetapi penekanannya adalah penebusan yang terbukti pada waktu datangnya Kerajaan Allah. Meskipun Matius dan Markus mengatakan malapetaka seperti kelaparan dan gempa bumi "adalah permulaan penderitaan" (Matius 24:8; Markus 13:8), tetapi Lukas menghilangkan kalimat ini. Dia menghadirkan perkataan Yesus dalam suatu kerangka pengharapan yang penuh sukacita. "Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat" (Lukas 21:28 ). Lukas menggunakan bahasa yang hampir identik dengan aplikasi dari perumpamaan tentang pohon ara yang bertunas: "Demikian juga, jika kamu melihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah, bahwa Kerajaan Allah sudah dekat" (Lukas 21:31). Tentu saja, istilah "penebusan" dan "Kerajaan Allah" di dalam konteks ini mempunyai referensi pada perwujudan keselamatan di masa yang akan datang. Istilah-istilah ini menunjuk pada kedatangan Kerajaan Allah yang terakhir di mana umat Allah akan dilepaskan dari penderitaan. Kemudian "makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakaan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah" (Roma 8:21).

Yesus memakai kebenaran ini langsung kepada orang-orang sezaman-Nya. Dia memberitahu murid-murid-Nya "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya itu terjadi" (Markus 13:30). Dia menggunakan ungkapan "semuanya ini," sekali lagi. Seharusnya murid-murid akan mampu mengetahui bilamana penajisan dan kehancuran Bait Allah akan tiba, sama halnya dengan kemampuan mereka untuk menentukan bila musim panas akan tiba, yaitu melalui melihat pohon ara. Tetapi teks ini mengatakan, "Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu sebelum semuanya itu terjadi." Semuanya ini diprediksikan di dalam percakapan tentang akhir zaman jauh sesudah zaman Yesus. Tetapi gulungan surat Qumran memberikan cahaya yang penting pada arti kata "angkatan terakhir." Ungkapan ini menunjukkan bahwa jangka waktunya tidak dibatasi sampai satu masa kehidupan, dan seharusnya tidak diartikan secara harfiah. Kata 'angkatan terakhir' menunjuk kepada orang yang bertahan dan tetap setia sampai pada akhirnya. Karena itu, orang-orang yang termasuk di dalamnya adalah murid-murid yang mendengar perkataan yang keluar dari bibir Yesus sendiri, orang-orang yang menyaksikan kejatuhan Yerusalem, dan orang-orang percaya sepanjang abad yang dengan tabah menunggu penggenapan nubuat tentang akhir zaman.

Perumpamaan ini berakhir dengan perkataan, "Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." (Lukas 21:33). Biasanya dalam kehidupan manusia yang sudah berlalu menjadi bagian dari masa lalu dan tidak penting lagi untuk masa sekarang. Arti perumpamaan ini adalah bahwa perkataan Yesus tidak akan kehilangan pengaruhnya ketika suatu nubuat khusus telah digenapi tepat pada waktunya. Perkataan Yesus tetap berlaku hari ini sama seperti pada waktu diucapkan pertama kali. Apakah pesan dari perumpamaan ini? Tidak ada angkatan yang bebas dari malapetaka sampai pada hari kedatangan Kristus kembali ketika Kerajaan Allah datang dengan segala kepenuhannya. Tetapi orang Kristen tidak boleh cemas dan berkecil hati. Seharusnya malah kita harus meneliti tanda-tanda zaman dengan sangat teliti, sama seperti melihat pohon ara yang bertunas, dan mengetahui bahwa kejadian-kejadian yang terjadi di sekitarnya mengantarkan ke zaman yang baru. Karena itu, perumpamaan ini mendorong orang-orang percaya untuk tetap waspada. Kesengsaraan yang dialami jangan sampai mengurangi kesabarannya dan meruntuhkan kepercayaannya. Malahan, harus meneguhkan pengharapannya akan hari terakhir yang sudah dekat, yang penuh kemuliaan, di mana kesengsaraan merupakan pertanda. Dan meskipun orang-orang percaya sepanjang zaman telah menderita kesusahan dan telah menanggulangi kemalangan, orang-orang Kristen saat ini, lebih dari yang pernah terjadi sebelumnya, dikuatkan oleh perkataan Paulus, "Hal ini harus kamu lakukan, karena kamu mengetahui keadaan waktu sekarang, yaitu bahwa saatnya telah tiba bagi kamu untuk bangun dari tidur. Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita daripada waktu kita menjadi percaya. Hari sudah jauh malam, telah hampir siang" (Roma 13:11, 12)

Setiap hari kita menghadapi pilihan-pilihan. Kita dapat mempertimbangkan apa yang telah dilakukan Yesus untuk menebus dan menyembuhkan kita. Kita menaruh kepercayaan pada firman-Nya untuk manifestasi kemuliaan-Nya secara penuh pada saat kedatangan-Nya untuk kedua kali. Atau, kita dapat melihat penderitaan kita di dunia dan dengan cepat menjadi takut dan khawatir. Apabila kita datang menghadap Tuhan dalam doa dan memperkenankan firman-Nya yang memberi pengharapan dan dorongan untuk menyentuh hati kita dan mengarahkan pemikiran-pemikiran kita, maka kita akan diangkat dan dipenuhi dengan sukacita dan damai-sejahtera, dan memampukan kita untuk melihat lebih daripada sekedar keadaan kita sendiri. Firman-Nya menggerakkan batin kita dan kita dapat percaya bahwa dalam Dia semua hal adalah mungkin.

Pada zaman modern ini banyak orang Kristiani masih menderita di bawah rezim-rezim sekuler, atheis, dan totaliter mayoritas. Terkadang situasi sedemikian memberi kesan bahwa kuasa kegelapan telah menang dan berjaya. Namun, dengan tetap berdiri teguhnya masyarakat nasrani di Indonesia, meskipun didapati selalu memperoleh kesulitan dalam mengekspresikan imannya, penutupan dan pembakaran gereja di beberapa daerah di tanah air dan gangguan keamanan yang terus berkelanjutan menjadi bukti bahwa penyertaan Kristus dalam tuntunan Roh Kudus bagi umatNya senantiasa ada dan terus akan ada (Matius 28:20). Hal ini membuktikan bahwa masih berlakunya kata-kata Yesus bahwa Dia akan melindungi Gereja-Nya. Pada zaman ini orang-orang Kristiani adalah saksi-saksi hidup atas ucapan Yesus ini: “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Luk 21:33). Amin. (yph)

(Bahan Renungan Kebaktian Pagi di kantor Pusat HKI yang dipimpin St. Raja PS. Janter Aruan, SH, MH)


Minggu, 28 November 2010: Advent I

Ev. Yesaya 32:1-8
(Minggu, 28 November 2010: Advent I)

Pengantar oleh Pdt. Edwin JP. Manullang, STh
Latar belakang sejarah bagi pelayanan nubuat Yesaya, anak Amos adalah Yerusalem pada masa pemerintahan empat raja Yehuda: Uzia, Yotam, Ahas, dan Hizkia (Yes 1:1). Raja Uzia wafat pada tahun 740 SM (bd. 1Sam 6:1) dan Hizkia pada tahun 687 SM; jadi, pelayanan Yesaya meliputi lebih daripada setengah abad sejarah Yehuda. Menurut tradisi Yahudi, Yesaya mati syahid dengan digergaji menjadi dua (bd. Ibr 11:37) oleh Raja Manasye putra Hizkia yang jahat dan penggantinya (+ 680 SM).

Yesaya berasal dari keluarga kalangan atas di Yerusalem; dia orang berpendidikan, memiliki bakat sebagai penggubah syair dan berkarunia nabi, mengenal keluarga raja, dan memberikan nasihat secara nubuat kepada para raja mengenai politik luar negeri Yehuda. Biasanya, Yesaya dipandang sebagai nabi yang paling memahami kesusastraan dan paling berpengaruh dari semua nabi yang menulis kitab. Ia menikahi seorang wanita yang juga berkarunia kenabian, dan pasangan ini memiliki dua putra yang namanya mengandung pesan yang simbolik bagi bangsa itu.

Yesaya hidup sezaman dengan Hosea dan Mikha; ia bernubuat selama perluasan yang mengancam dari kerajaan Asyur, keruntuhan terakhir Israel (kerajaan utara) serta kemerosotan rohani dan moral di Yehuda (kerajaan selatan). Yesaya memperingati raja Yehuda, Ahas, untuk tidak mengharapkan bantuan dari Asyur melawan Israel dan Aram; ia mengingatkan Raja Hizkia, setelah kejatuhan Israel tahun 722 SM, agar jangan mengadakan persekutuan dengan bangsa asing menentang Asyur. Ia menasihati kedua raja itu untuk percaya Tuhan saja sebagai perlindungan mereka (Yes 7:3-7; Yes 30:1-17).

Beberapa cendekiawan meragukan apakah Yesaya menulis seluruh kitab ini. Mereka menentukan pasal 1-39 (Yes 1:1-39:8) saja yang ditulis Yesaya dari Yerusalem; mereka beranggapan pasal 40-66 (Yes 40:1-66:24) berasal dari seorang atau beberapa orang pengarang lain sekitar satu atau satu setengah abad kemudian. Akan tetapi, tidak ada data alkitabiah yang mengharuskan kita menolak Yesaya sebagai penulis seluruh kitab ini. Nubuat-nubuat Yesaya dalam pasal 40-66 (Yes 40:1-66:24) untuk para buangan Yahudi di Babel jauh setelah kematiannya menekankan kemampuan Allah untuk menyatakan berbagai peristiwa khusus di masa depan melalui para nabi-Nya (Yes 53:1-12). Jikalau seorang dapat menerima perwujudan penglihatan dan penyataan kenabian (bd. Wahy 1:1; Wahyu 4:1-22:21), maka lenyaplah sudah halangan utama untuk percaya bahwa Yesaya menulis seluruh kitab ini. Bukti-bukti pendukung positif cukup banyak dan tergolong di bawah dua bagian yang luas. Pertama, bukti dari dalam kitab ini sendiri mencakup pernyataan pembukaan (Yes 1:1) (yang berlaku untuk seluruh kitab) dan banyak kesamaan ungkapan dan pikiran yang mencolok di antara kedua bagian utama kitab ini. Salah satu contoh terkenal ialah ungkapan "Yang Mahakudus, Allah Israel" yang muncul 12 kali dalam pasal 1-39 (Yes 1:1--39:8) dan 14 kali dalam pasal 40-66 (Yes 40:1-66:24), dan hanya enam kali di seluruh bagian PL lainnya. Tidak kurang dari 25 bentuk kata Ibrani muncul dalam kedua bagian utama Yesaya, tetapi tidak terdapat di kitab nubuat yang lain di PL. Kedua, bukti dari luar kitab ini mencakup kesaksian Talmud Yahudi dan PB sendiri, yang menghubungkan seluruh bagian kitab ini dengan nabi Yesaya (mis. bd. Mat 12:17-21 dengan Yes 42:1-4; Mat 3:3 dan Luk 3:4 dengan Yes 40:3; Yoh 12:37-41 dengan Yes 6:9-10 dan Yes 53:1; Kis 8:28-33 dengan Yes 53:7-9; Rom 9:27 dan Yes 10:16-21 dengan Yes 10:1-34; Yes 53:1-12; Yes 65:1-25).

Nubuat ini menggambarkan pemerintahan sebagaimana dicita-citakan dan yang serupa dengan pemerintahan Mesias, bdk Yes 11:3-4; 29:18; 35:5; Yer. 23:5-6. Bagian ini sastera kebijaksanaan dan terutama mengingatkan beberapa bagian dari Kitab Amsal. Boleh jadi ayat-ayat ini ciptaan seorang berhikmat yang disisipkan ke dalam kitab Yesaya sebagai penjelasan pada Yes 32:5, yang menyebutkan "orang bebal" dan "orang yang berbudi luhur", bdnYes 32:6,8. Bukan pemimpin saja (Yes 32:1-2) tapi djuga rakyat akan sama sekali berubah hatinya; tidak degil dan keras kepala (mata tidak berlengket; telinga mendengar: bahasa kiasan), melainkan akan memperhatikan apa jang dikatakan nabi (yang dahulu diperlakukan sebagai orang gagap, yang tidak dapat dimengerti, tapi sekarang sebagai orang yang delas bicaranya). Puncak Keselamatan Israel dan Pemulihan Rohaninya, kehancuran pasukan Asyur secara nubuat menunjuk pada konflik terakhir di dunia sebelum pemerintahan Kristus, Sang Raja Israel yang sempurna. Kerajaan Kristus akan menggenapi cita-cita Allah mengenai satu persemakmuran yang kudus, yang melaksanakan keadilan sempurna di seluruh bumi. Raja yang adalah Allah ini akan memberikan perteduhan sempurna kepada semua orang yang mencari perlindungan kepada-Nya, dan Dia akan memuaskan jiwa-jiwa mereka yang haus dengan air kehidupan. Dia akan menganugerahkan kepada orang-orang percaya kuasa rohani untuk melihat dan mendengar yang tidak akan pernah melemah, dan suatu hati yang mengerti serta kesaksian yang jelas yang merupakan hasil dari perubahan sempurna karena kelahiran baru. Di bawah pemerintahan dan pengaruh-Nya manusia tidak akan lagi disesatkan oleh sang raja dusta, melainkan akan dapat melihat secara jelas perbedaan antara hikmat yang bermoral dengan kebebalan, dengan menyadari betapa dungunya suatu kehidupan yang bertumpu pada kejahatan. Standar penilaian Allah pada akhirnya akan dipakai oleh manusia.

Beberapa waktu lalu, kita telah memilih para pimpinan kita di mulai dari legislatif hingga kepala daerah, dan di beberapa daerah masih berlangsung. Orang kristen berdoa agar rakyat Indonesia memilih orang yang Tuhan pilih, dan agar orang yang dipilih melaksanakan kehendak Tuhan. Kita mengharapkan terjadinya perubahan positif di berbagai segi kehidupan bangsa Indonesia. Demikianlah, Nabi Yesaya yang menyaksikan pemerintahan empat raja Yehuda (Yes 1:1), memperoleh penglihatan tentang kemunculan seorang "Raja yang adil" yang akan memerintah menurut kebenaran. Raja adil ini membawa pengaruh kepada para pemimpin di bawahnya. Kebenaran dan keadilan para pemimpin ini digambarkan bagaikan "Tempat perlindungan dari angin ribut, aliran-aliran air di tempat kering, dan naungan batu yang besar di tanah tandus". Maksudnya rakyat memperoleh perlindungan dan rasa aman. Hati yang merencanakan kejahatan, akal yang merancang perbuatan keji terhadap orang lemah akan terbongkar dan tidak lagi ditutup-tutupi. Siapakah "Raja yang adil" ini? Tidak satu pun raja-raja Israel atau Yehuda yang sepenuhnya menggenapi gambaran ini. Dalam terang Perjanjian Baru, Yesus Kristuslah sang Raja Adil itu. Di dalam-Nya Roh tercurah penuh. "Roh dari atas" ini akan mengubah "Padang gurun menjadi kebun buah, dari tempat kering menjadi subur", menyebabkan keadilan berlaku di semua tempat bahkan di padang gurun, menimbulkan damai sejahtera, ketenangan, dan ketentraman. Bangsa yang dipimpin "Raja yang adil" ini akan tinggal di tempat yang damai, tentram, dan aman. Membuat setiap penduduknya dapat bekerja dengan aman tanpa merasa takut untuk berkarya. Apakah kita rindu pemerintah Indonesia berlaku seperti "Raja yang adil" ini? Kita perlu berdoa agar pemerintah kita tunduk kepada prinsip-prinsip Sang Raja Sejati, memberlakukan kebenaran dan keadilan. Seluruh bangsa di muka bumi mendambakan seorang pemimpin atau raja yang adil; yang mampu menjalankan pemerintahan dengan benar; dan mampu memberikan kesejahteraan lahir-batin kepada rakyatnya. Mungkin ayat 1-8, diucapkan sehubungan dengan naiknya Hizkia sebagai raja Israel saat itu. Tetapi, rupanya Hizkia tidak sepenuhnya berhasil memenuhi keinginan rakyat. Bacaan ini menyiratkan nubuatan janji Mesianis. Sekitar dua ribu tahun yang lalu, nubuat itu tergenapi dalam diri Yesus Kristus. Dia adalah Raja yang benar; bahkan Dia sendiri adalah kebenaran (Yoh. 14:6). Karena itu "di mana ada kebenaran, di situ tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran adalah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya" (Yes. 32:17). Adil dan benar yang dunia tawarkan baru dapat diberlakukan jika kuasa dan harta campur tangan. Itulah konsep keadilan dan kebenaran yang dunia tawarkan. Bayangkan bila orang-orang yang berkuasa dan berharta saja yang memperoleh perlakuan itu; sedangkan rakyat jelata yang tak berharta atau berkuasa hanya menjadi korban kebuasan penguasa lalim! Harus pupuskah perjuangan demi keadilan dan kebenaran? Yesus Kristus yang adalah "Kebenaran dan Hidup", membuka tangan menawarkan keadilan yang sesungguhnya. Berbahagialah yang menyambutnya

Pdt. Jansen Simanjuntak, STh
Kehadiran raja yang adil mengarah kepada perubahan menuju yang lebih baik. Dari pesimis menjadi optimis, itulah yang diharapkan dari kita dalam menjalankan tugas dan kewajiban kita. Kehadiran raja yang adil, itulah Yesus Kristus membawa kita kepada perubahan mulai cara berpikir dan tindakan. Pilkada yang sudah berlalu dan yang masih berlangsung, semua masyarakat mengharapkan hadirnya pimpinan yang mensejahterakan rakyat, akan tetapi sebagai masyarakat kita tidak bisa berpangku tangan menantikannya untuk terealisasi. Bahkan banyak pimpinan yang kemudian mengecewakan rakyat yang memilihnya, untuk itu sama seperti peringatan Yesaya kepada raja Yehuda, Ahas, agar tidak bergantung kepada Asyur, melainkan cukup hanya kepada Tuhan, kita diingatkan agar kita jangan sekali-kali mengandalkan dan berharap kepada kekuatan manusia, tetapi senantiasa mengandalkan Tuhan.

St. Raja PS. Janter Aruan, SH, MH
Perikop ini juga mengisahkan keadaan bangsa Israel yang mengharapkan kehadiran raja yang membawa mereka keluar dari pelbagai masalah dan penderitaan bangsa mereka. Dan nubuatan ini kemudian digenapi oleh kehadiran Yesus Sang Mesias. Dengan kehadiran Yesus, perubahan yang ditawarkannya ternyata tidak seperti yang diharapkan bangsa Israel di bawah pemerintahan Romawi. Perubahan dengan jalan perang untuk membebaskan mereka dari jajahan Romawi, melainkan perubahan yang mengarah pada pribadi bangsa itu. Perubahan itu juga yang diharapkan dari kita, di masa Advent I menjelang kelahiran Yesus, kita diajak untuk mempersiapkan diri dengan melakukan perubahan diri menuju yang lebih baik. Misalnya, dengan memberikan nilai lebih dari kinerja kita di kantor pusat HKI sesuai dengan tugas kita masing-masing.

Pdt. Edwin JP. Manullang, STh
Hanya dengan kuasa Tuhan kita dapat melakukan perubahan dalam diri dan juga lingkungan kita.

Pdt. Jansen Simanjuntak
Tentang penderitaan dan sukacita, Allah dapat memakai keduanya untuk menyapa manusia agar menyadari hubungannya dengan Tuhan, bahkan perantaraan orang lain sekalipun. Perihal menjadi pemimpin, lewat hidup Yesus kita belajar bahwa menjadi pemimpin tidak harus duduk di tahtanya, melainkan seorang pemimpin juga dapat memimpin dengan berada langsung di tengah-tengah rakyatnya, bahkan dengan cara kedua tersebut transformasi di tengah-tengah masyarakat lebih cepat terwujud. Melalui masa Advent I ini, kita diharapkan untuk mempersiapkan diri kita dengan melakukan transformasi diri dalam terang kasih Kristus.

(Bahan Renungan Kebaktian Pagi di kantor Pusat HKI yang dipimpin Pdt. Edwin JP. Manullang, STh)

Minggu, 21 November 2010: Akhir Tahun Gereja

Ev. 2 Korintus 5: 1-10

(Minggu, 21 November 2010: Akhir Tahun Gereja)

Pengantar oleh Cln. Pdt. Yansen P. Hasibuan, STh

Untuk memahami gagasan Paulus dalam perikop bacaan kita sekarang ini, kita perlu meninjau ulang ayat-ayat sebelum bacaan kita. Dalam 4:2-16a Paulus membeberkan penderitaannya bersama-sama teman-temannya dalam pelayanan. Tetapi ia dan teman-temannya tidak “tawar hati” (ay. 16a). Mengapa bisa demikian? Karena hidup Yesus, yang juga pernah menderita itu, menjadi nyata, atau paling tidak tercermin, di dalam tubuh yang fana dari Paulus dan teman-temannya (ay.11); dan Allah telah membangkitkan Yesus, maka Dia pun tentu akan membangkitkan Paulus dan teman-temannya bersama-sama dengan Yesus (ay. 14). Dengan itu Paulus hendak menyiratkan kepada para pembacanya bahwa mereka menderita demi keselamatan orang-orang Korintus. Lalu dalam penggalan seterusnya (4:16-5:10), Paulus mengulas tema tentang “kemuliaan kekal” (“future glory”) di masa depan, yang merupakan landasan kokoh untuk bertahan dalam penderitaan saat ini. Sebagai pengantar Paulus menulis: “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami” (4:17)

2 Kor 5:1-10 berisi dua unit yang mengetengahkan pandangan yang kurang lebih sejajar atau paralel. Unit pertama adalah ayat 1-5 dan yang kedua adalah ayat 6-10. Kedua unit di atas masing-masing mencerminkan dua komponen pandangan eskatologis gereja perdana zaman itu. Komponen pertama bersifat kosmik yakni kebangkitan pada akhir masa/sejarah (parousia). Yang kedua bersifat individual yakni tubuh sejati bersama Tuhan. Dapat secara jelas kita ketahui adanya dalam pandangan ini tersirat pengaruh agama Yahudi tentang akan ada peristiwa kosmik di akhir masa/sejarah. Pada saat itulah akan ada kebangkitan orang mati dan pembaharuan kehidupan. Orang-orang Kristen yang meninggal sebelum peristiwa ini berada bersama-sama dengan Tuhan, menanti masa akhir itu.

Perikop bacaan kita (ay. 1-5) memberi tekanan pada dimensi kosmik dari eskatologi yang mempunyai akar pada pengalaman masa kini. Pernyataan “kami tahu” (ay.1a) merupakan pengakuan iman Kristen tradisional: “bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar (RSV: “destroyed”), Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di surga bagi kita, yang tidak dibuat oleh tangan manusia” (ay 1b). Ungkapan “kemah dibumi” merupakan kosa kata yang mengungkapkan kehidupan di dunia ini (bnd. Yes 38:12; Ams 9:14; 2 Ptr 1:13). Kemah di bumi yang “dibongkar” menyatakan waktu kematian.

Ayat 2-5: kerinduan “mengenakan pakaian yang baru”. Kalau dalam ayat 1 tadi Paulus menggunakan kosa kata bangunan (a.l. ‘kemah’), maka dalam bagian ini ia menggunakan kosa kata pakaian (ay. 2: “mengenakan”). Dalam praktek sehari-hari, sebelum mengenakan pakaian baru, terlebih dulu pakaian lama dicopot. Namun di sini Paulus mengenakan pakaian baru tanpa lebih dulu mencopot pakaian lapisan dalam. Tersirat di sini Paulus mencegah untuk membahas periode telanjang. Jadinya bagaimana kita memaknai pernyataan Paulus dalam bagian ini? Kedua jenis pakaian itu mencerminkan kedua wujud kehidupan kita di masa kini dan di masa datang. Di masa kini “kita mengeluh oleh beratnya tekanan” (ayat 4) dan Paulus tidak bermaksud agar pernyataan ini dimengerti sebagai keluhan, justru ini merupakan suatu pernyataan kerinduan untuk “mengenakan pakaian yang baru tanpa menanggalkan yang lama” (ayat 4). Lalu bagaimana dengan periode “telanjang”? Paulus hanya menyinggungnya sambil lewat. Katakanlah kita berada dalam keadaan telanjang, yakni bahwa kita meninggal dalam periode sebelum kedatangan Kristus kembali. Pakaian lama sudah dicopot, tetapi pakain baru belum dikenakan. Maka kita, toh, “tidak kedapatan telanjang” (ay. 3). Pernyataan Paulus ini ada kaitannya dengan pernyataannya dalam Gal 3:27 “Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus.” Kerinduan Paulus ada syaratnya, yaitu bahwa seandainya ia dibanggakan dan dijadikan teladan dengan tubuh baru (dengan tiada menderita kematian), maka ia tidak didapati bertelanjang, atau ia tiada mengalami hal dengan tiada tubuh. Rupanya Paulus ngeri ditelanjangkan sebagai yang berlaku pada saat kematian, maka sebab itu ia lebih suka menghindarkan kematian. Hal ini dapat terjadi saja, jika ia masih hidup pada hari kedatangan Tuhan dalam kemuliaan. Pada saat itu ia akan disalutkan dengan tubuh baru dengan tiada menderita kematian itu. Allah yang akan mengerjakan perubahan ini semua, memberi jaminan melalui kehadiran Roh Kudus (ay. 5), bahwa hal-hal itu pasti akan terpenuhi. Istilah “jaminan” dalam bahasa Yunani adalah arrabona dapat diartikan persekot, atau a commercial term meaning a down payment in guarantee that the whole amount will be paid.

Pdt. M. Lumban Gaol, STh

Ada kondisi keragu-raguan di tengah-tengaha jemaat Korintus. Hal ini dipengaruhi oleh maraknya ajaran sesat yang menggerogoti kepercayaan iman jemaat. Misalnya saja mengenai hari penghakiman dan tidak adanya kebangkitan setelah kematian. Di samping keberadaan ajaran sesat, jemaat juga diperhadapkan dengan tekanan-tekanan yang datangnya dari kehidupan sehari-hari mereka. Untuk itu, Paulus dalam suratnya ini berpesan untuk meneguhkan dan menguatkan jemaat Korintus. Paulus menggambarkan keberadaan manusia di bumi seperti perkemahan. Kehidupan di dunia hanya sementara saja, sama seperti sebuah kemah yang dipakai hanya untuk sementara waktu dan akan dibongkar jika akan berpindah lagi. Kemah menggambarkan kesemtaraan hidup manusia di muka bumi. Banyak ahli juga menggambarkan keberadaan hidup manusia, sama seperti para musafir yang singgah untuk minum air di telaga. Paulus mengingatkan agar jemaat Tuhan fokus untuk memanfaatkan kehidupan yang sementara ini dengan cara hidup yang bekualitas dan yang dapat dipertanggungjawabkan. Hidup bukan sekedar untuk diakhiri dengan kematian, melainkan bagaimana kita mengisi kehidupan dengan sebuah nilai. Dalam ayat 10, istilah baik atau jahat juga dimaknai sebagai bernilai atau tidak bernilai. Hidup yang sementara ini hendaknya bernilai di hadapan Tuhan, untuk memperoleh kesempatan dan tempat di perkemahan kekal yang Tuhan telah persiapkan.

Pdt. MOS. Siahaan, STh

Perikop kita berpesan tentang kehidupan duniawi dan sorgawi. Ketidakpuasan manusia sesungguhnya merupakan sumber dari tekanan-tekanan yang muncul di dalam kehidupannya (ayat 4). Untuk itu, dalam ayat ke 5, oleh keterbatasan manusia, Allah mengambil inisiatif untuk mempersiapkan kita memperoleh tempat di perkemahan yang telah dipersiapkanNya dengan memberikan Roh Kudus melingkupi hidup manusia sehingga manusia dapat bertahan menghadapi tantangan dunia. Dan, semuanya itu akan diperhadapkan di tahta pengadilan dimana setiap orang akan mempertanggungjawabjan setiap perbuatan di masa hidupnya di dunia. Layak tidaknya manusia mendapatkan tempat di perkemahan yang Allah telah persiapkan berdasarkan pada penilaian Allah di depan pengadilanNya.

Hasudungan Siahaan

Dengan pelbagai tantangan dan tekanan yang dihadapai manusia, Paulus menguatkan kita agar kita menghadapinya dengan ketabahan (ayat 6 dan 8), karena Allah sendiri akan turut bekerja bagi kebaikan kita.

Pdt. Happy Pakpahan, Sth

Ada jenis kehidupan yang boleh kita pilih, yakni hidup menderita di dunia dan di surga oleh karena kesalahan dan kelalaian kita semasa hidup ini, dan sebaliknya; hidup menderita di dunia oleh karena kebenaran yang kita pegang teguh semasa hidup dan memperoleh kebahagiaan di surga; dan hidup bahagia di atas penderitaan orang lain dan menderita di surga. Untuk itu, dibutuhkan usaha dalam menjalaninya, terlebih jika kita memilih untuk bertahan dalam kebenaran Kristus yakni menjadi pribadi yang mengenakan “pakaian baru” (ayat 3 dan 4). Di dalam mengikut Kristus haruslah mengenakan pakaian baru yakni karakter dan pribadi yang baru, tidak dapat mengenakan dua pakaian (kepribadian) untuk memperoleh kehidupan surgawi yang Allah telah persiapkan. Dengan pelbagai tantangan hidup, manusia diarahkan untuk hidup dalam berpengharapan di dalam iman kepada Kristus sembari dipanggil untuk ikut serta menterjewantahkan Kerajaan Allah di muka bumi. Bagi kita secara khusus adalah tugas panggilan kita untuk mengimplikasikannya dengan mengkonstruksinya lewat kehidupan bergereja kita di HKI. Pada ayat ke 10, Paulus mengingatkan akan adanya pengadilan Allah, semua kita akan diperhadapkan kepada pengadilan itu, dan segala isi yang telah kita berikan dalam kehidupan ini akan dipertaruhkan di hadapan pengadilan itu. Seperti apa penilaiannya, hanya Allah yang memutuskannya.

Pdt. MP. Hutabarat, Sth

Sama seperti jemaat Korintus, orang Kristen hari ini juga kerap bebicara tentang masalah, tekanan, mengeluh, hingga depresi. Apakah yang membuatnya terjadi? Karena melihat atau tidak melihat, atau karena ada atau diadakan? Semua bersumber dari hati manusia, jika manusia kurang berhikmat maka apa yang dilihatnya akan dapat menimbulkan kecemburuan, iri hati dan menjadi masalah dalam dirinya sendiri. Untuk itu, Paulus mengingatkan kita untuk tidak hanya berfokus pada yang kelihatan saja (ayat 7). Berbahagialah orang yang percaya sekalipun dirinya tidak melihat. Kehidupan kita adalah untuk sementara waktu, diibaratkan seperti kemah yang pastinya akan tiba waktunya untuk dibongkar. Kemah yang diibaratkan Paulus tidak sekedar berbicara mengenai tempat, melainkan hidup dan kehidupan kita. Banyak manusia yang mengalami kekecewaan dari perbuatannya sendiri, baik karena mengandalkan kekuatan dan pikirannya semata, memiliki keingingan yang egois, dan memiliki tujuan hanya kepada yang kelihatan. Oleh Paulus, diingatkan bahwa setiap kehidupan akan dibongkar, oleh karena itu hendaklah hidup dengan berkacamatakan pengharapan. Tidak sekedar menjalani hidup untuk yang dapat dilihat, melainkan juga mempersiapkan diri untuk hidup yang kekal.

Bersukacitalah dalam pengharapan dan tekun dalam doa. Selama kita di dunia (kemah) ini, itu yang dituntut dari kita untuk tidak jatuh dalam cobaan hidup. Jikapun ada penderitaan dalam hidup ini, haruslah kita kelola untuk menjadi kebahagiaan di kemah yang Allah telah persiapkan. Hidup tidak ada yang otomatis dan instan, semua membutuhkan proses. Sama halnya untuk hidup sukacita di dalam Tuhan, harus melalui sebuah proses yakni dengan menanggalkan beban hidup kita dengan mengedepankan kejujuran dalam tujuan hidup. Dalam ayat 4-5, apa yang hendak diperoleh oleh manusia, bukan karena kekuatan manusia melainkan Allah sendiri yang berkenan. Untuk itu, keluarlah dari hati yang keras dan jangan memelihara karakter-karakter yang buruk dalam diri, pakailah pakaian yang baru di dalam Kristus dengan membiarkan Roh Kudus mendiami diri kita. Rencana Tuhan tidak ada yang rekayasa, semua oleh karena Allah berkenan terjadi dalam kehidupan kita. Maka, tugas di dalam hidup yang sementara ini adalah mengemban setiap pekerjaan dengan penuh sukacita di dalam Tuhan karena kita percaya semua bersumber dari Tuhan, untuk itu kita harus bersama dengan Tuhan agar berhasil. Pada ayat ke 8, Paulus mengingatkan tentang ketabahan. Hasil pecaya adalah ketabahan dan sukacita yang melekat kepada Tuhan. Untuk itu apa yang kita kerjakan dalam kesementaraan hidup ini haruslah memiliki nilai dan berkenan di hadapan Tuhan. Karena pada akhirnya semuanya akan diperhadapkan pada pengadilan Allah, dan Allah yang akan dengan sendirinya menentukan bagi kita kelayakan untuk bersama denganNya kelak berada di perkemahan yang kekal yang telah dipersiapkanNya (ayat 10). Untuk tiu, hiduplah di dalam pengharapan dan bekerjalah tidak hanya untuk memperoleh yang kelihatan, melainkan juga mempersiapkan diri untuk yang lebih besar yakni hidup bersama dengan Kristus dalam perkemahannya.

Cln. Pdt. Yansen Hasibuan, STh

Hari ini adalah penutupan tahun Gereja. Oleh karena itu, hari ini merupakan kesempatan bagi kita untuk melakukan suatu ‘rekoleksi atau retret pribadi’ secara kecil-kecilan, misalnya pergi mengunjungi gereja kita dan berdoa di situ secara khusus, atau ‘mengurung’ diri kita secara khusus di rumah untuk melakukan semacam pemeriksaan batin. Dalam suasana doa kita dapat melakukan review atas ‘kinerja rohani’ kita di tahun lalu. Dari review itu kita dapat menilai apakah kita bertumbuh semakin dekat kepada Tuhan Yesus? Berjalan di tempat? Ataukah semakin jauh dari-Nya? Tujuan dari ‘retret kecil’ itu bukanlah untuk membesarkan hati atau menciutkan hati kita, bukan pula untuk membuat kita dihantui dengan rasa bersalah atas keadaan hidup kita, melainkan untuk membuat evaluasi atas masa lalu kita agar dapat merencanakan masa depan kita dengan lebih baik. Dalam kegiatan seperti ini kita mencoba untuk menilai posisi kita di hadapan Allah. Besok kita akan mulai dengan suatu tahun liturgi baru, suatu saat untuk memulai suatu awal yang segar. Amin. (yph)

(Bahan Renungan Kebaktian Pagi di kantor Pusat HKI yang dipimpin Cln. Pdt. Yansen P. Hasibuan, STh)

Minggu, 14 November 2010: 24 Set. Trinitatis

Ev. Pengkhotbah 11: 1-6
(Minggu, 14 November 2010: 24 Set. Trinitatis)

Pengantar oleh Pdt. DR. Langsung Sitorus, MTh
Nama asli Kitab Pengkhotbah dalam bahasa Ibrani disebut dengan Qoheleth, dasar kata ini adalah Qahal, yang berarti "jemaat". Kata Qoheleth inilah yang diterjemahkan menjadi "Pengkhotbah" yang merupakan fungsi keagamaan. Sedangkan bahasa Inggrisnya disebut dengan Ecclesiastes yang berasal dari bahasa Yunani dalam kitab Septuaginta Εκκλησιαστής. Kata ini berasal dari kata Yunani Εκκλησία (Gereja/jemaat). Artinya tetap saja sama, seseorang yang berkhotbah pada sebuah pertemuaan. Kitab merupakan kumpulan nasehat dan kata-kata hikmat yang disampaikan para pengkhotbah di hadapan jemaat. Isi kitab ini tidak disampaikan sekaligus, tetapi oleh para kolektor/redaktur dipetik dari pelbagai khotbah yang pernah disampaikan pengkhotbah di hadapan jemaat. Kumpulan tulisan ini dijadikan pengajaran bagi orang banyak, khususnya pelajar di sekitar Bait Allah atau Sinagoge. Melalui kitab ini orang Israel diberi pengajaran mengenai hidup yang berkhikmat.

Nama-nama para pengkhotbah tentulah sulit untuk diketahui dan keberadaan Kitab Pengkhotbah merupakan bahan tambahan untuk Kitab Amsal sebagai bahan pengajaran dan pendidikan bagi orang Israel. Kitab Pengkhotbah tidak diketahui kapan selesai ditulis, tetapi redaktur/kolektor mengkaitkannya dengan pengkhotbah yang disebut-sebut anak Daud Raja di Yerusalem (Pengkhotbah 1:1). Oleh karena itu, isi Kitab Pengkhotbah dapat diduga ada sejak Salomo sampai akhir Kerajaan Yehuda dan banyak yang menduga penulisnya adalah Salomo. Tetapi, harus diakui juga, ada bagian-bagian hikmat yang ada di dalam Kitab ini berasal dari zaman sesudah Salomo. Maka, tidak salah dan dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dari Kitab Pengkhotbah ada penyempurnaan mulai dari zaman Salomo sampai Zedekia.

Thema utama Kitab Pengkhotbah adalah kesia-siaan. Menurut redaktur segala sesuatu dipandang sia-sia. Hikmat dan kebodohon juga dipandang sebagai kesia-siaan, begitu juga dengan kekayaan juga adalah kesia-siaan. Banyak kesia-siaan dalam perjalanan hidup manusia. Akan tetapi, Kitab Pengkhotbah juga berisikan mengenai pengajaran hikmat yang benar dan mengajarkan bahwa hikmat melebihi kekuasaan.

Perikop kita berbicara mengenai pedoman-pedoman hikmat (menurut LAI). Pada pasal 11 ayat 1-6 ini kita mendapati isi yang merupakan kalimat hikmat yang berdiri sendiri dan memerlukan tafsiran sesuai dengan isi dan relevansinya kepada kehidupan manusia. Kolektor/redaktur kalimat-kalimat hikmat ini sudah menganggap pentingnya kalimat yang didokumentasikan ini, dan tugas kita adalah menemukan makna yang dikandungnya.

Ayat 1: Lemparkanlah rotimu ke air, maka engkau akan mendapatnya kembali lama setelah itu.
Di sekitar kita, khususnya di Israel jenis roti macam apapun jika dimasukkan ke air pasti akan hancur, dan orang akan kesulitan untuk mendapatkannya kembali. Tetapi Pengkhotbah menyampaikan akan mendapatkannya kembali. Apakah sama jika roti dibuang ke tinta atau air comberan? Pasti tidak, karena roti tersebut tidak dapat dimakan lagi. Makna yang ingin disampaikan oleh Pengkhotbah disini adalah tentang pekerjaan dan manusia. Ada pekerjaan yang seharusnya tidak perlu dikerjakan dengan bersusah payah, namun dilakukan dengan bersusah payah. Hal ini tercermin dari roti yang dipakai Pengkhotbah dalam kalimat hikmatnya, bahwa roti yang sudah menjadi barang baku siap makan, tanpa harus dibuat ke air sudah dapat dimakan. Kalaupun diinginkan ke air biasanya cukup dengan dicelup, dan adalah kebodohon jika dengan dibuang ke air, meskipun akan memperolehnya kembali namun dengan waktu yang sangat lama dan memakan banyak tenaga.

Pdt. Jansen Simanjuntak, STh
Banyak warga jemaat yang beranggapan dengan memberi kepada Tuhan lewat gerejaNya, pasti akan memperoleh kembali apa yang diberikannya bahkan berlipat ganda. Sama seperti melempar batu ke gunung, batu itu pasti akan menggelinding kembali ke bawah. Apakah ini juga yang dimaksudkan Pengkhotbah?

Pdt. DR. Langsung Sitorus, MTh
Bisa saja demikian, hanya dibutuhkan proses. Untuk itu, jangan memperlama apa yang bisa dikerjakan dengan cepat, dan jangan menghambati apa yang bisa diperoleh dengan sesegera mungkin dalam kehidupan kita.

Ayat 2: Berikanlah bahagian kepada tujuh, bahkan kepada delapan orang, karena engkau tidak tahu malapetaka apa yang akan terjadi di atas bumi. Mengapa 7 atau 8 tidak kepada semua? Pengkhotbah membayangkan kita memiliki sesuatu yang bisa diberikan dan berguna kepada orang lain. Jadi siapapun orangnya yang memiliki sesuatu yang melebihi kebutuhannya, dipanggil untuk memiliki rasa solidaritas dan bersosial; menderma kepada orang lain. Angka 7 dan 8 menggambarkan bahwa objek penerima tidak cukup yang kita bayangkan saja. Karena di luar itu masih ada lagi yang membutuhkan apa yang kita miliki. Mengapa diwajibkan, karena kita tidak tahu malapetaka yang akan datang, sehingga apa yang kita miliki dan dibutuhkan orang lain tidak sempat dirasakan orang lain. Jadi, orang yang berhikmat benar-benar tahu menempatkan hartanya sebagai fungsi sosial. Harta tidak hanya material, tetapi juga talenta, kelebihan, pikiran, dan apa yang kita miliki dalam hidup ini. Maka, adalah pangilan kita untuk mengelalah apa yang kita miliki menjadi berfungsi secara sosial bagi orang lain.
Ayat 3: Bila awan-awan sarat mengandung hujan, maka hujan itu dicurahkannya ke atas bumi; dan bila pohon tumbang ke selatan atau ke utara, di tempat pohon itu jatuh, di situ ia tinggal terletak. Kondisi yang ada saat sekarang ini adalah pohon yang belum waktunya tumbang, secara paksa dipindahkan ke pusat-pusat industri dan panglong. Pengkhotbah mau mengingatkan kita tentang keberadaan Hukum Alam yang terjadi secara almai dan normal di tengah-tengah peradaban hidup manusia. Ketahuilah, siapa yang secara bijak dan penuh hikmat mengelolanya akan memperoleh sukacita, keberuntungan dan bahagia. Sama seperti barangsiapa yang tahu memuji Tuhan, dia pasti akan menggunakan tenaganya untuk melakukan yang baik. Pengkhotbah memesankan jika pohon tumbang, maka kita tidak perlu bersusah payah mencarinya kemana-mana. Pohon itu akan tetap ditempatnya jatuh, artinya jangan berlaku bodoh untuk mengelola keadaan hidup yang sejalan secara linear dengan alam. Yesus pernah berpesan, kalau padi menguning pasti siap dipanen dan siapa yang terlambat akan mendapati dirinya rugi. Di dunia sekitar kita hidup, banyak hukum alam yang hadir menyapa kita; tugas dan tanggungjawab kita adalah untuk mengelolanya agar mendatangkan berkat dan jangan sampai kita menjadi korban.

Pdt. Jansen Simanjuntak
Orangtua dulu atau nenek moyang kita hidup dengan mengenal dan membaca tanda-tanda alam. Mereka bekerja sesuai “petunjuk” dari alam. Misalnya dengan perpindahan rayap dari tempat yang satu ke daerah yang lain bertanda ada perubahan iklim. Bagaimana dengan saat sekarang ini? Sepertinya manusia semakin jauh dari alam, apakah ini bagian dari indikasi semakin jauhnya manusia dari Tuhan?

St. Raja PS. Aruan, SH, MH
Dengan bergesernya paham manusia, maka mempengaruhi perkembangan teknologi sebagai alat bantu manusia saat ini melakukan pekerjaannya. Misalnya soal perpindahan rayap, manusia sekarang tidak perlu harus mengamatinya baru mengetahui perubahan iklim. Setiap hari manusia sudah dapat mengaksesnya lewat internet dan BMG. Jadi, dengan teknologi modren saat ini manusia sudah dan hampir melupakan hampir melupakan atau meninggalkan tanda-tanda yang ada pada masa lalu. Menurut saya, bukan karena manusia semakin jauh dari Tuhan.

Pdt. M. Lumban Gaol
Kehadiran alam yang bersahabat dengan manusia sudah semakin langka. Keadaan ini terjadi tidak terlepas dari hikmat yang disalahgunakan manusia untuk mengelola alam. Kemampuan manusia tidak lagi untuk mengelola melainkan menguasai demi kepentingan diri sendiri dan kelompok, sehingga terjadi kekacauan alam. Perubahan iklim oleh karena tidak lagi bisa dikelola manusia dengan hikmat akhirnya tidak lagi mendatangkan berkat baginya.

Pdt. DR. Langsung Sitorus, MTh
Saat ini ada penempatan waktu, misalnya Kalender. Tetapi, untuk mengenal Hukum Alam harus melalui alam sendiri. Oleh karena itu, siapa yang dapat mengenalnya akan dimudahkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaannya. Kelemahan kekristenan hari ini sulit membaca hukum alam, dan ini penting bagi orang Kristen untuk bersahabat dengan alam agar lebih berhikmat.

Ayat 4: Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai. Memperhatikan awan dan angin merupakan gambaran yang oleh Pengkhotbah dipakai untuk manusia yang pesimis dan yang baru memulai pekerjaannya dengan menanti-nantikan keadaan terlebih dahulu baik. Awan dan angin adalah gambaran kehampaan dan kekosongan. Maka, siapa berlaku demikian tidak akan pernah menuai dan memperoleh hasil, karena yang menuai hanya mereka yang melihat ladangnya yakni yang berani menghadapi segala kondisi real dalam kehidupan dan senantiasa tetap melaksanakan pekerjaannya. Begitu juga dalam menunaikan pekerjaan pelayanan di dalam Tuhan lewat HuriaNya HKI, melayani harus dimulai meskipun dalam kondisi yang bagaimanapun, tidak pesimis. Maka, pasti akan ada yang dituai. Ingat bagi para pelayan di HKI, jangan menabur angin, jika tidak ingin menuai badai, dan jangan menabur awan jika tidak ingin menuai penolakan dan minimya partisipasi dari jemaat. Begitu juga jangan menangkap yang kosong dari jemaat, tetapi dengan hikmat memilah yang baik dan benar. Lihatlah semangat Nommensen, semangat menabur di dalam Tuhan nyata telah menuai hasil yang dapat dinikmati hingga saat sekarang ini.

Sekjend
Apakah termasuik berangan-angan? Maksud Pengkhotbah yakni mengawali pekerjaan dengan mengasihi pekerjaan itu sendiri. Melihat awan, berarti melihat kehampaan. Perlu diingat bahwa sewaktu Yesus naik ke Sorga yang tampak tidak hanya awan tetapi juga Yesus ada di atasnya, begitu juga yang diberitakan ketika Ia akan datang kembali ke dunia. Pengkhotbah hendak berpesan agar dalam menjalani kehidupan kita harus memiliki tujuan yang benar dan baik, hidup tidak dijalani begitu saja tanpa arah seperti perjalanan awan yang diterbangkan angin.

Pdt. DR. Langsung Sitorus, MTh
Ayat 5: Sebagaimana engkau tidak mengetahui jalan angin dan tulang-tulang dalam rahim seorang perempuan yang mengandung, demikian juga engkau tidak mengetahui pekerjaan Allah yang melakukan segala sesuatu. Pesan Pengkhotbah ini disampaikan ketika itu manusia memang belum dapat dengan menggunakan pengelihatannya sendiri mengetahui jalan angin dan tulang-tulang dalam rahim ibu. Beda dengan saat ini, dengan teknologi yang ada gerak angin dan tulang-tulang dalam rahim sudah dapat diketahui dan dilihat. Apa artinya, seperti kerahasiaan jalan angin, seperti itu kerahasiaan jalan dan karya Allah bagi manusia. Berkembangnya teknologi oleh modrenisasi zaman, maka hal yang sama berlaku untuk iman kita. Iman kita harus dimodernisasi agar kita juga dapat lebih berhikmat untuk berjalan seiring dengan perkembangan zaman dan jalan Allah yang ada di dalamnya sehingga kita dapat mengenalnya. Akan tetapi, perlu diingat bahwa secanggih apapun perkembangan modernisasi zaman, manusia tetap masih belum dan bahkan tidak akan mampu menelusuri kerahasiaan Tuhan. Rahasia kehadiran Allah tidak akan terpecahkan dan itu dizinkan Allah terjadi untuk kebaikan manusia semata. Misalnya, mengenai Trinititas, secanggih apapun peralatan iman kepercayaan kita untuk membedahnya, hasil yang kita dapati adalah kebuntuan dan tidak dapat dipecahkan serta akan tetap menjadi rahasia.

Ayat 6: Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik. Dalam tradisi orang Batak, untuk mengawali masa tanam adalah pada waktu naiknya matahari, yang dipercayai akan turut menaikkan dan menambahkan berkat bagi mereka. Pesan menabur benih adalah awal dari pemerolehan berkat Tuhan untuk yang melakukannya. Mengapa harus dipagi hari? Dalam peristiwa penciptaan, Allah menumbuhkan segala jenis tumbuhan di pagi hari (lih. Kejadian 1). Dan, secara alamiah kecambah yang baru ditanam hanya akan dapat tumbuh subur jika ditanam pada pagi hari. Lewat sinar matahari yang diterimanya, kecambah dapat memperoleh energi dan kebutuhan lainnya untuk masa pertumbuhannya. Jangan beri istirahat tanganmu pada petang hari, oleh Pengkhotbah memesankan kepada kita untuk memberikan diri kita mengisi senantiasa setiap waktu yang diberikan Tuhan untuk mendatangkan sukacita. Misalnya, jika jam selesai bekerja adalah pukul 3.00pm, maka waktu selebihnya hendaklah dimanfaatkan untuk hal-hal yang berguna dan mendatangka sukacita. Artinya kalau kita mau berkarya, maka mulai pagi sampai mata hari lenyappun kita harus tetap berkarnya. Tanamlah firman Tuhan pada bagi hari dan sempurnakanlah di malam hari di dalam doa dan syukur bagiNya. Karena kita tidak tahu apakah yang kita tanam akan berhasil atau tidak, untuk itulah perlu dengan penuh hikmat mengisi setiap waktu dengan bijak. Jika, waktu kita untuk menanam sudah petang, tidak lama lagi maka tanamlah yang sesegera mungkin dapat dituai, sehingga kita dapat merasakan hasilnya. Dan, jika waktu kita masih pagi, masih panjang maka hendaklah kita menanam yang buahnya dapat dipetik dan dirasakan oleh generasi yang akan menggantikan kehadiran kita. Amin. (yph)

(Bahan Renungan Kebaktian Pagi di kantor Pusat HKI yang dipimpin Ephorus/Bishop HKI)