Ev. 2 Korintus 5: 1-10
(Minggu, 21 November 2010: Akhir Tahun Gereja)
Pengantar oleh Cln. Pdt. Yansen P. Hasibuan, STh
Untuk memahami gagasan Paulus dalam perikop bacaan kita sekarang ini, kita perlu meninjau ulang ayat-ayat sebelum bacaan kita. Dalam 4:2-16a Paulus membeberkan penderitaannya bersama-sama teman-temannya dalam pelayanan. Tetapi ia dan teman-temannya tidak “tawar hati” (ay. 16a). Mengapa bisa demikian? Karena hidup Yesus, yang juga pernah menderita itu, menjadi nyata, atau paling tidak tercermin, di dalam tubuh yang fana dari Paulus dan teman-temannya (ay.11); dan Allah telah membangkitkan Yesus, maka Dia pun tentu akan membangkitkan Paulus dan teman-temannya bersama-sama dengan Yesus (ay. 14). Dengan itu Paulus hendak menyiratkan kepada para pembacanya bahwa mereka menderita demi keselamatan orang-orang Korintus. Lalu dalam penggalan seterusnya (4:16-5:10), Paulus mengulas tema tentang “kemuliaan kekal” (“future glory”) di masa depan, yang merupakan landasan kokoh untuk bertahan dalam penderitaan saat ini. Sebagai pengantar Paulus menulis: “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami” (4:17)
2 Kor 5:1-10 berisi dua unit yang mengetengahkan pandangan yang kurang lebih sejajar atau paralel. Unit pertama adalah ayat 1-5 dan yang kedua adalah ayat 6-10. Kedua unit di atas masing-masing mencerminkan dua komponen pandangan eskatologis gereja perdana zaman itu. Komponen pertama bersifat kosmik yakni kebangkitan pada akhir masa/sejarah (parousia). Yang kedua bersifat individual yakni tubuh sejati bersama Tuhan. Dapat secara jelas kita ketahui adanya dalam pandangan ini tersirat pengaruh agama Yahudi tentang akan ada peristiwa kosmik di akhir masa/sejarah. Pada saat itulah akan ada kebangkitan orang mati dan pembaharuan kehidupan. Orang-orang Kristen yang meninggal sebelum peristiwa ini berada bersama-sama dengan Tuhan, menanti masa akhir itu.
Perikop bacaan kita (ay. 1-5) memberi tekanan pada dimensi kosmik dari eskatologi yang mempunyai akar pada pengalaman masa kini. Pernyataan “kami tahu” (ay.1a) merupakan pengakuan iman Kristen tradisional: “bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar (RSV: “destroyed”), Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di surga bagi kita, yang tidak dibuat oleh tangan manusia” (ay 1b). Ungkapan “kemah dibumi” merupakan kosa kata yang mengungkapkan kehidupan di dunia ini (bnd. Yes 38:12; Ams 9:14; 2 Ptr 1:13). Kemah di bumi yang “dibongkar” menyatakan waktu kematian.
Ayat 2-5: kerinduan “mengenakan pakaian yang baru”. Kalau dalam ayat 1 tadi Paulus menggunakan kosa kata bangunan (a.l. ‘kemah’), maka dalam bagian ini ia menggunakan kosa kata pakaian (ay. 2: “mengenakan”). Dalam praktek sehari-hari, sebelum mengenakan pakaian baru, terlebih dulu pakaian lama dicopot. Namun di sini Paulus mengenakan pakaian baru tanpa lebih dulu mencopot pakaian lapisan dalam. Tersirat di sini Paulus mencegah untuk membahas periode telanjang. Jadinya bagaimana kita memaknai pernyataan Paulus dalam bagian ini? Kedua jenis pakaian itu mencerminkan kedua wujud kehidupan kita di masa kini dan di masa datang. Di masa kini “kita mengeluh oleh beratnya tekanan” (ayat 4) dan Paulus tidak bermaksud agar pernyataan ini dimengerti sebagai keluhan, justru ini merupakan suatu pernyataan kerinduan untuk “mengenakan pakaian yang baru tanpa menanggalkan yang lama” (ayat 4). Lalu bagaimana dengan periode “telanjang”? Paulus hanya menyinggungnya sambil lewat. Katakanlah kita berada dalam keadaan telanjang, yakni bahwa kita meninggal dalam periode sebelum kedatangan Kristus kembali. Pakaian lama sudah dicopot, tetapi pakain baru belum dikenakan. Maka kita, toh, “tidak kedapatan telanjang” (ay. 3). Pernyataan Paulus ini ada kaitannya dengan pernyataannya dalam Gal 3:27 “Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus.” Kerinduan Paulus ada syaratnya, yaitu bahwa seandainya ia dibanggakan dan dijadikan teladan dengan tubuh baru (dengan tiada menderita kematian), maka ia tidak didapati bertelanjang, atau ia tiada mengalami hal dengan tiada tubuh. Rupanya Paulus ngeri ditelanjangkan sebagai yang berlaku pada saat kematian, maka sebab itu ia lebih suka menghindarkan kematian. Hal ini dapat terjadi saja, jika ia masih hidup pada hari kedatangan Tuhan dalam kemuliaan. Pada saat itu ia akan disalutkan dengan tubuh baru dengan tiada menderita kematian itu. Allah yang akan mengerjakan perubahan ini semua, memberi jaminan melalui kehadiran Roh Kudus (ay. 5), bahwa hal-hal itu pasti akan terpenuhi. Istilah “jaminan” dalam bahasa Yunani adalah arrabona dapat diartikan persekot, atau a commercial term meaning a down payment in guarantee that the whole amount will be paid.
Pdt. M. Lumban Gaol, STh
Pdt. MOS. Siahaan, STh
Perikop kita berpesan tentang kehidupan duniawi dan sorgawi. Ketidakpuasan manusia sesungguhnya merupakan sumber dari tekanan-tekanan yang muncul di dalam kehidupannya (ayat 4). Untuk itu, dalam ayat ke 5, oleh keterbatasan manusia, Allah mengambil inisiatif untuk mempersiapkan kita memperoleh tempat di perkemahan yang telah dipersiapkanNya dengan memberikan Roh Kudus melingkupi hidup manusia sehingga manusia dapat bertahan menghadapi tantangan dunia. Dan, semuanya itu akan diperhadapkan di tahta pengadilan dimana setiap orang akan mempertanggungjawabjan setiap perbuatan di masa hidupnya di dunia. Layak tidaknya manusia mendapatkan tempat di perkemahan yang Allah telah persiapkan berdasarkan pada penilaian Allah di depan pengadilanNya.
Hasudungan Siahaan
Dengan pelbagai tantangan dan tekanan yang dihadapai manusia, Paulus menguatkan kita agar kita menghadapinya dengan ketabahan (ayat 6 dan 8), karena Allah sendiri akan turut bekerja bagi kebaikan kita.
Pdt. Happy Pakpahan, Sth
Ada jenis kehidupan yang boleh kita pilih, yakni hidup menderita di dunia dan di surga oleh karena kesalahan dan kelalaian kita semasa hidup ini, dan sebaliknya; hidup menderita di dunia oleh karena kebenaran yang kita pegang teguh semasa hidup dan memperoleh kebahagiaan di surga; dan hidup bahagia di atas penderitaan orang lain dan menderita di surga. Untuk itu, dibutuhkan usaha dalam menjalaninya, terlebih jika kita memilih untuk bertahan dalam kebenaran Kristus yakni menjadi pribadi yang mengenakan “pakaian baru” (ayat 3 dan 4). Di dalam mengikut Kristus haruslah mengenakan pakaian baru yakni karakter dan pribadi yang baru, tidak dapat mengenakan dua pakaian (kepribadian) untuk memperoleh kehidupan surgawi yang Allah telah persiapkan. Dengan pelbagai tantangan hidup, manusia diarahkan untuk hidup dalam berpengharapan di dalam iman kepada Kristus sembari dipanggil untuk ikut serta menterjewantahkan Kerajaan Allah di muka bumi. Bagi kita secara khusus adalah tugas panggilan kita untuk mengimplikasikannya dengan mengkonstruksinya lewat kehidupan bergereja kita di HKI. Pada ayat ke 10, Paulus mengingatkan akan adanya pengadilan Allah, semua kita akan diperhadapkan kepada pengadilan itu, dan segala isi yang telah kita berikan dalam kehidupan ini akan dipertaruhkan di hadapan pengadilan itu. Seperti apa penilaiannya, hanya Allah yang memutuskannya.
Pdt. MP. Hutabarat, Sth
Sama seperti jemaat Korintus, orang Kristen hari ini juga kerap bebicara tentang masalah, tekanan, mengeluh, hingga depresi. Apakah yang membuatnya terjadi? Karena melihat atau tidak melihat, atau karena ada atau diadakan? Semua bersumber dari hati manusia, jika manusia kurang berhikmat maka apa yang dilihatnya akan dapat menimbulkan kecemburuan, iri hati dan menjadi masalah dalam dirinya sendiri. Untuk itu, Paulus mengingatkan kita untuk tidak hanya berfokus pada yang kelihatan saja (ayat 7). Berbahagialah orang yang percaya sekalipun dirinya tidak melihat. Kehidupan kita adalah untuk sementara waktu, diibaratkan seperti kemah yang pastinya akan tiba waktunya untuk dibongkar. Kemah yang diibaratkan Paulus tidak sekedar berbicara mengenai tempat, melainkan hidup dan kehidupan kita. Banyak manusia yang mengalami kekecewaan dari perbuatannya sendiri, baik karena mengandalkan kekuatan dan pikirannya semata, memiliki keingingan yang egois, dan memiliki tujuan hanya kepada yang kelihatan. Oleh Paulus, diingatkan bahwa setiap kehidupan akan dibongkar, oleh karena itu hendaklah hidup dengan berkacamatakan pengharapan. Tidak sekedar menjalani hidup untuk yang dapat dilihat, melainkan juga mempersiapkan diri untuk hidup yang kekal.
Bersukacitalah dalam pengharapan dan tekun dalam doa. Selama kita di dunia (kemah) ini, itu yang dituntut dari kita untuk tidak jatuh dalam cobaan hidup. Jikapun ada penderitaan dalam hidup ini, haruslah kita kelola untuk menjadi kebahagiaan di kemah yang Allah telah persiapkan. Hidup tidak ada yang otomatis dan instan, semua membutuhkan proses. Sama halnya untuk hidup sukacita di dalam Tuhan, harus melalui sebuah proses yakni dengan menanggalkan beban hidup kita dengan mengedepankan kejujuran dalam tujuan hidup. Dalam ayat 4-5, apa yang hendak diperoleh oleh manusia, bukan karena kekuatan manusia melainkan Allah sendiri yang berkenan. Untuk itu, keluarlah dari hati yang keras dan jangan memelihara karakter-karakter yang buruk dalam diri, pakailah pakaian yang baru di dalam Kristus dengan membiarkan Roh Kudus mendiami diri kita. Rencana Tuhan tidak ada yang rekayasa, semua oleh karena Allah berkenan terjadi dalam kehidupan kita. Maka, tugas di dalam hidup yang sementara ini adalah mengemban setiap pekerjaan dengan penuh sukacita di dalam Tuhan karena kita percaya semua bersumber dari Tuhan, untuk itu kita harus bersama dengan Tuhan agar berhasil. Pada ayat ke 8, Paulus mengingatkan tentang ketabahan. Hasil pecaya adalah ketabahan dan sukacita yang melekat kepada Tuhan. Untuk itu apa yang kita kerjakan dalam kesementaraan hidup ini haruslah memiliki nilai dan berkenan di hadapan Tuhan. Karena pada akhirnya semuanya akan diperhadapkan pada pengadilan Allah, dan Allah yang akan dengan sendirinya menentukan bagi kita kelayakan untuk bersama denganNya kelak berada di perkemahan yang kekal yang telah dipersiapkanNya (ayat 10). Untuk tiu, hiduplah di dalam pengharapan dan bekerjalah tidak hanya untuk memperoleh yang kelihatan, melainkan juga mempersiapkan diri untuk yang lebih besar yakni hidup bersama dengan Kristus dalam perkemahannya.
Cln. Pdt. Yansen Hasibuan, STh
Hari ini adalah penutupan tahun Gereja. Oleh karena itu, hari ini merupakan kesempatan bagi kita untuk melakukan suatu ‘rekoleksi atau retret pribadi’ secara kecil-kecilan, misalnya pergi mengunjungi gereja kita dan berdoa di situ secara khusus, atau ‘mengurung’ diri kita secara khusus di rumah untuk melakukan semacam pemeriksaan batin. Dalam suasana doa kita dapat melakukan review atas ‘kinerja rohani’ kita di tahun lalu. Dari review itu kita dapat menilai apakah kita bertumbuh semakin dekat kepada Tuhan Yesus? Berjalan di tempat? Ataukah semakin jauh dari-Nya? Tujuan dari ‘retret kecil’ itu bukanlah untuk membesarkan hati atau menciutkan hati kita, bukan pula untuk membuat kita dihantui dengan rasa bersalah atas keadaan hidup kita, melainkan untuk membuat evaluasi atas masa lalu kita agar dapat merencanakan masa depan kita dengan lebih baik. Dalam kegiatan seperti ini kita mencoba untuk menilai posisi kita di hadapan Allah. Besok kita akan mulai dengan suatu tahun liturgi baru, suatu saat untuk memulai suatu awal yang segar. Amin. (yph)
(Bahan Renungan Kebaktian Pagi di kantor Pusat HKI yang dipimpin Cln. Pdt. Yansen P. Hasibuan, STh)