Friday, December 18, 2009

Artikel Majalah Bina Warga HKI Edisi Desember 2009 - Januari 2010


DASAR TEOLOGIS PEMAKAIAN STOLA
Oleh : Pdt. Marhasil Hutasoit, M.Th
1. PENGANTAR
Stola telah dipakai oleh banyak Gereja meskipun diskusi tentang dasar pemakaiannya belum sepenuhnya memuaskan semua pihak. Pokok soal yang diajukan menyangkut peranyaan : Adakah Stola itu merupakan "pakaian jabatan" atau tidak? Dan kalau Stola itu pakaian jabatan, timbul pertanyaan lain : Adakah Gereja-gerja kita mengenal "pakaian jabatan", selanjutnya, apakah makna pemakaian stola dalam gereja?. Karena itu dalam uraian ini pertama-tama akan dijelaskan pandangan teologis terhadap "pakaian jabatan".
2. TINJAUAN TEOLOGIS TENTANG MAKNA PAKAIAN JABATAN
Para ahli telogia memberi jawaban yang tidak sama. Menurut Kuyper, Gereja Reformasi tidak mengenal "pakaian jabatan". Toga misalnya, sebelumnya adalah pakaian biasa yang dipakai oleh sarjana-sarjana akademis. Tetapi oleh gereja sebagaimana telah dilakukan oleh Synode Den Haag tahun 1854 diputuskan bahwa toga harus dipakai oleh pendeta-pendeta dalam pelayanan. Dengan pakaian itu tidak diletakkan fungsi "pakaian jabatan" sebagaimana pakaian seragam (uniform) angkatan bersenjata, pegawai pabean, dll. Pemakaian Toga lebih menampakkan fungsi simbolis. Ia adalah pakaian biasa. Ia dipakai di dalam gereja karena ia memperlihatkan keanggunan. Kuyper menguatkan pandangannya ini dengan menunjuk kepada ucapan para reformator, khususnya Zwingli yang mengatakan : "yang ditentang bukanlah pakaian yang sopan dan gagah, tetapi pakaian yang dengannya menganggap diri menjadi lebih tinggi daripada kaum awam". Karena itu hendaklah dihindari dua bahaya : Pertama, pendangkalan akan imamat-am-orang percaya. Dan Kedua : pendangkalan akan kegenapan ibadah Perjanjian Lama dalam Kristus. Menurut Kuyper, Jas, Toga dan pakaian apa saja dapat dipakai asal saja dipahami bahwa pakaian tidak menentukan isi pemberitaan. Janganlah karena pakaian membuat orang sombong, angkuh atau menganggap diri lebih tinggi dari orang lain.

Faber berpendapat lain. Menurutnya, "pakaian jabatan" bukanlah terutama soal teologis, tetapi lebih mengarah pada pemahaman bagaimana gereja melakukan pekerjaannya di dunia. Ia setuju bahwa "pakaian jabatan" tidak mempunyai kuasa penyelamatan. Tetapi dia juga berpendapat bahwa tanpa "pakaian jabatan" dapat menimbulkan pemahaman yang tidak benar. Toga misalnya dipakai di pengadilan tetapi juga digunakan oleh pelayan Gereja dalam fungsi yang berbeda. Lagi pula menurut dia, Reformasi tidak melarang adanya "pakaian jabatan". Luther memberikan kebebasan penuh kepada pengikut-pengikutnya di bidang ini dengan syarat, bahwa kebebasan itu tidak disalahgunakan. Dalil ini dia jelaskan dengan mengatakan bahwa tiap-tiap pakaian mempunyai bahasanya sendiri. Itulah rahasia mode. Maksud yang tersembunyi dalam hati seseorang dapat tercermin dari pakaian yang dia pakai. Antara psyche dan cara memakai pakaian terdapat suatu hubungan yang erat. Lebih tegas lagi dia mengatakan bahwa "bukan manusia saja yang memakai pakaian tetapi pakaian juga memakai manusia", maksudnya dengan memakai "pakaian jabatan" seseorang menyadari bahwa dia melakukan tugas tertentu. Selain itu, pakaian mempunyai pengaruh suggestif atas daerah sekelilingnya. Akan berbeda orang yang memakai toga pada pengadilan dengan orang yang memakai toga di Gereja. Karena itu, selama gereja masih mempunyai "jabatan" tidak terlepas dari kebutuhan akan adanya "pakaian jabatan", Pendapat ini didukung oleh Van der Leeuw yang mengatakan bahwa sebenarnya semua "pejabat" harus memakai "pakaian jabatan" sebab dengan itu terlihat atas penugasan mana dia melakukan pekerjaan.

Dari uraian itu dapat ditarik kesimpulan bahwa "pakaian jabatan" tidaklah hendak membedakan kedudukan anggota jemaat yang satu dengan yang lain. Mereka semua adalah pelayan, hamba. Namun karena gereja mempunyai "jabatan khusus’, maka gereja mengenal pelayanan umum ("jabatan umum") dan pelayan khusus ("jabatan khusus") dan kepada mereka yang bertugas di bidang pelayanan khusus ("jabatan khusus") diberikan pakaian khusus berupa : toga, dalmatik1), kasula 2), stola, dll. Pakaian "jabatan" bukan hanya pakaian yang gagah saja seperti dikatakan Kuyper dan ahli telogia yang lain. Apa yang gereja khususkan bagi "pejabat-pejabat"nya mempunyai sifat resmi, dan itu berhubungan dengan "jabatan" mereka.

3. SEJARAH PEMAKAIAN STOLA DAN PERKEMBANGANNYA

Tidak diketahui jelas asal-usul pamakaian stola oleh gereja sebab pada mulanya stola adalah merupakan tanda pangkat jabatan dalam kekaisaran Romawi.3) Tetapi pada abad ke-4 gereja Timur telah mengenal adanya stola yang dipakai oleh diaken: di Spanyol dikenal pada abad ke-6 dan di Roma mulai dipakai pada abad ke-8.4) Di Inggris stola diperkenalkan oleh gerakan oxford.

Stola (bahasa Yunani=kain penutup badan) adalah sepotong kain yang agak panjang seperti selendang berwana liturgi digunakan oleh orang-orang yang ditahbiskan, yaitu uskup, imam dan diakon. Uskup memakainya dari atas kedua pundak dan menjulur sejajar ke depan. Imam memakainya secara bersilang, sedang diakon memakainya secara miring dari pundak kiri ke pinggang kanan.

Stola bukan perhiasan melainkan bagian dari pakaian liturgis yang bersifat fungsional. Hal ini berarti orang yang memakainya sedang bertugas sebagai pelayan liturgi. Mereka yang memakai stola sedang diutus oleh Tuhan untuk suatu pelayanan dengan kewibawaan yang bukan berasal dari dirinya sendiri. Stola menghadirkan kuk yang ditanggung oleh Kristus dan yang kemudian diembankan kepada para hamba-hambaNya. Karena itu, stola adalah symbol penampakan dalam hal mana gereja melalui khotbah pengajaran Firman dan pelayanan sakramen kudus mendapat otoritas. Dalam kaitan ini, perbedaan warna dan pemakaian stola tidaklah menunjukkan hierarkhi jabatan. Sebagaimana dinyatakan: "The Stole represents the yoke of Crist – differing colors used – no relationsfhip to ecclesiastical rank"5) Mengingat stola merupakan tanda jabatan kepemimpinan liturgi resmi, maka petugas liturgi yang tidak ditahbiskan tidak diperkenankan memakai stola.

Warna stola disesuaikan dengan warna liturgi Tahun Gereja yang warnanya sama dengan warna mimbar. Misalnya : warna hijau untuk hari-hari Minggu biasa, warna ungu untuk masa penyesalan seperti Advent dan Pra-Paskah, putih untuk Natal dan merah untuk hari Pentakosta.

Kini di Indonesia berkembang aneka motif stola. Ada model stola yang indah dan terbuat dari sutera ada model selendang (ulos) yang berasal dari pakaian adat daerah. Berbagai model motif itu berkembang seiring dengan upaya pengembangan pakaian liturgi yang inkulturatif.
4. KESIMPULAN

Stola adalah pakaian berupa selempang yang dipakai oleh pelayan tahbisan. Perbedaan tanda dan warna yang digunakan bukanlah menunjukkan tingkatan pangkat jabatan tetapi merupakan tanda penugasan yang berbeda dalam menjalankan pelayanan.

Footnote:
  1. Pakaian liturgi resmi mirip seperti toga tetapi ujungnya dibuat persegi dengan motif hiasan berupa garis-garis salib besar.
  2. Berasal dari bahasa latin casula berarti gubuk kecil atau pakaian luar pengganti toga yang dipakai dari atas kepala menutupi seluruh tubuh.
  3. E.Martasujita, Memahami simbol-simbol dalam Liturgi, Yogyakarta, Kanisius, 1998
  4. T.N., tata Perayaan Sabat Hari Minggu dan Hari raya, Yogyakarta, Kanisius, 1989, hl.54

TARINGOT TU MANGULA DI HURIA
TARLUMOBI MA I ULAON SINTUA

1. Hombar tu aturan ni HKI (Tata Rumah Tangga HKI) Penatua (Sintua) ialah laki-laki atau perempuan yang telah menerima tahbisan (tohonan) kepenatuaan dari HKI (Sintua i ma : baoa manang daboru naung manjalo tohonan hasintuaon sian HKI). (PRT HKI pasal 18 g). Tajaha ma syarat boi gabe sintua di HKI di bagian ni PRT i. Jala taantusi ma sada-sada. Naeng ma nian na marumur saotikna 21 taon, asa dang be targoar dakdanak. Tontu naung malua sian panghakkungi, jala na dohot martanggungjawab taringot tu ulaon marbarita nauli. Ndang parsoalan atik naung marhajabuan manang dang. Sehat do di pardagingon dohot di partondion. Tontu ikkon sehat di haporseaon. Ndang gabe parpoda haliluon. Ondop do mandohoti parmingguon, jala sai dohot marulaon na badia, molo dipamasa huria. Sian i tarida, na so hona pinsang huria ibana. Molo dung marumur 21 taon jolma nunga patut ibana tammat/lulus sian SMP saderajat. Ringkot do na adong lulusna, ai jolma na songon i ma naung hea mampartanggungjawabhon parsikolaanna. Mansai denggan molo olo gabe sintua akka jolma na timbo parsikolaanna (S1, S2, S3). Tanda ni panolopion ni huria, ba na dipillit huria ma nian ibana gabe sintua di nasida. Mula-mula diusulhon sektor gabe calon sintua, dung i dibohali pandita manang guru huria ma taringot tu parsiajaran pangulaon ni akka sintua. Taringot tu na marsiajar on, saleleng mangolu do ikkon marsiajar. Alai dung marguru sataon, diarop roha ni huria nunga dapotsa be taringot tu pangulaon hasintuaon i, jala boi ma ditabalhon. Denggan do sai tambaan ni sintua I parbinotanna taringot tu hata ni Jahowa di bagasan Jesus Kristus, dohot tu taringot tu ruhut nang pangabahan ni pangulaon hasintuaon i, marhite na mandohoti akka sermon na dipamasa resort dohot huria. Rikkot do marlas ni roha, marpesta sada huria molo tamba sintuana. Ai takkas ma tamba di huria i na mangalehon ngoluna laho marhaladoi di huria i. Akka pardisurgo pe marpesta do molo tamba sintua ni huria.
2. Di bagasan Agenda ni HKI, bagian XIII “Pasahathon Tohonan Sintua”, adong do ualu (8) didok ulaon ni na targoar sintua.[1] Tajaha ma i, jala takkas tapeop di ngolunta, huhut taulahon. Naualu turgas i boi do i bagion tu tolu horong: 1) Ulaon marbarita nauli. 2) Ulaon pature parange ni jolma. 3) Ulaon manarihon pambangunan dohot ekonomi ni huria. Ulaon marbarita nauli i boi ma i didalanhon sintua marhite na marjamita ibana di partangiangan, di kebaktian khusus, di parmingguon di gareja. Tikki manghatahon barita nauli i, boi ma pakkeon ni sintua i sude parhataan sihatahonon ni pamangan (hata Indonesia, Batak, Karo, Jawa, Bugis, Papua, Cina, Arab, Rusia Tagalog, Jepang, dohot parhataan i akka jolma na adong di tanoon). Molo porlu, hombar tu pangaleon ni TONDI i, boi do ibana marhata ni tondi (berbahasa roh). Asing ni i boi do manghatai (marbaritanauli) sintua i marhite parhataan sipatudu (“bahasa isyarat”), i ma marhite akka gerak ni jari ni tangan, sein, tanda, sipatudu. Parhataan na songoan on mansai porlu tu akka na nengel. Alai porlu do nang parhataan sipatudu i pakkeon molo dao diri ni na manghatai tu na nipakkulinganna. Asing ni i, boi do pakkeon ni sintua i parhatan “pangalaho” laho marbaritanauli. Pangalaho ni sintua i gabe jamita na mangolu di tonga-tonga ni ngolu ni ruasna. Sada nari parhataan na boi pakkeon ni sintua laho marbaritanauli, i ma parhataan “hasil ni naniula” (“bahasa karya”). Molo martukkang do na boi sintua i, sai ditukkangi ibana akka dia na rikkot di huria I, hasilniniulana i sai manjamitai jolma jala marbarita nauli tu nasa na marnidasa. Molo dipasang sada sintua na opat massam parhataan i laho mangula hasintuaon i, takkas ma ibana sintua nadumenggan sian akka sintua nadenggan.
3. Tu ulaon lao pature parange ni jolma, ganup sintua ikkon takkas do mamboto piga ruas ni huria na dipasahat parmahanonna. Dang holan jumlah statistik ni ruas na ikkon dikuasai, alai dohot do akka rumang ni pangalaho dohot parrohaon ni ganup ruas i. Ala ni i do, mansai denggan molo holan 12 rumatangga ma nian diparmahan sada sintua, songon na binaen ni Tuhan Jesus mamillit siseanNa i. Ganup ruma-tangga boi do baenon adong tugasna lao mangalului ‘birubiru ni Tuhan” siparmahanonna. Na porlu situtu, ikkon botooon ni ganup sintua parrohaon ni ganup ruas na pinarmahanna. Ikkon botoonna aha do dalan ngolu ni ganup ruas i, songon dia parianakkononna. Songon dia paradatonna, partuturonna. Molo hurang ture, togutoguonna ma ruasna i tu na tumure. Huria ikkon mandukung ulaon ni akka sintua i, asa unang holan hata annon di sintua I, alai asa boi mardongan pangulaon. Unang holan maminsang ruasna diboto sintua. Dumenggan do molo dalan paturehon ngolu ni ruasna sai dipallehon sintua i. Gabe ringgas do ruas ni huria i marminggu, molo diboto ibana, ala ni panogunoguon ni sintuana ibana gabe denggan ngoluna, adong sibaenonna, jala gabe denggan parsaoranna tu huria, tu dongan sahutana dohot tu sisolhotna. Tutu sai adong do i na songon kacang na gabe lupa dilakkatna. Alai, dang i na gabe mambaen gale akka sintua. Ikkon malo do sintua manggunahon ruasna na gabe mamora dung gabe ruasna, jala ditogutogu. Akka ruas na mulai adong di ibana, lomo do roha ni i mambaen nadenggan tu huria. Denggan ma akka ruas na songon i ditogutogu, asa mantat serep ni roha. Denggan do molo gabe dipatujolo ibana laho gabe sintua, na laho marmahani ruas akka na martamba.
4. Tarmasuk tu turgas pature parange ni ruas do molo dijamoti sintua partondion ni akka dakdanak, ruas ni huria. Sian mulai ditingtinghon sorang dakdanak i, nunga ikkon leonon ni sintua rohana, tangiangna tu dakdanak i. Mansai tabo do panghilalaan ni natoras molo disungkun sintuana atik na sehat ianakkon ni ruasna. Molo ditopot tu jabu ni ruas i, takkas ma ditangianghon. Akka dakdanak naung boi dohot tu sikola minggu, disosoi ma asa diboan natorasna tu sikola minggu. Masitogitogianan ma akka na marhaha-maranggi dohot namariboto sian sada rumatangga lao ro tu sikola minggu. Molo boi sintua mangajari sikola minggu, tung mansai malo ma sintua i mangajari nasida. Ikkon gabe sintua haholongan ni sikola minggu ma sintu i. Molo so guru sikola minggu sintua i, takkas ma diparrohahon mutu ni pangajarion ni guru sikola minggu di parsikolamingguan. Denggan-denggan ma sintua i mardiskusi dohot guru sikola minggu i, tarsongon dia na dumenggan pangajarion tu anak sikola minggu i. Molo adong na marhalangan natoras mamboan anakkonna tu sikola minggu, naeng ma nian boi sintua i mangurupi lao mamboan dakdanak i tu sikola minggu.
5. Sai adong do sian ruas ni huria na mangae hadangolon na mambaen gabe marsak rohana. Sintua ma na parjolo mamparrohahon i. Molo na so adong be panganon ni ruas i, sintua i ma lao tu akka ruas na asing mangido pangurupion, asa adong allangon ni ruas na anturaparon i. Jala ikkon ma sude ruas ni huria olo mangurupi ruas na pogos i, jala olo mangaleon aha pinangido ni sintua i lao manarihon ruas napogos i. Sai mardongan tangiang dohot hata ni Jahowa dibagasan Jesus ma sude dipapungu pangurupion i dohot dipasahat tu na manghaporluhon. Molo adong ruas i na marsahit, las ma roha ni sintua molo ibana parjolo mamboto i asa pintor boi tangianghononna, manang boanonna tu rumasakit, manang mangalehon nasihat taringot tu pangubation songon dia na dumenggan tu na marsahit i. Denggan situtu molo pintor sahat barita taringot tu na marsahit i tu guru huria dohot tu pandita, asa dohot nasida manghalaputi akka na rikkot tu na marsahit i. Porlu do botoon ni ganup sintua, ia pangurupion laho asa boi dapot pangubation, tangiang dohot hata ni TUHAN lao mandongani na marsahit i, ummarga do i sian akka pangurupion hepeng sambing. Diusahahon sintua i ma ia sahit na niae ni ruasna i boi gabe dalan lao pasolohothon na marsahit i tu TUHAN i. Jamita na dumenggan disi, i ma ‘pendampingan’ (pandonganion) ni sintua i di bagasan hasolhoton na tulus.

Molo adong di huta/sektor ni sintua i na sipelebegu dope, na so ruas ni hurianta dope, unang ma dihasogohon. Alai gumodang ma dibaen nadenggan tusi, daripada tu diri ni sintua i sandiri. Tujuanna, sampe ditanda nasida holong ni TUHAN i marhite pardonganonna tu sintua i. Dijaga sintua i ma dirina dohot ruas ni huria i asa unang gabe tartait tu nasida. Molo adong akka poda ni halak i, na so niantusan ni sintua i, disukkunhon ma i tu pandita manang tu guru huria, boha do sasintongna, jala tarsongon dia do manulak poda i asa unang gabe rarat tu ruas ni huria. Di tikki sisongon i, takkas do auhonon nanidok ni Jesus: “Molo so andul dumenggan hatigoranmuna (= paragamaonmuna) sian hatigoran (paragamaon) ni akka sibotosurat dohot Parise, ndang habongotan hamu harajaon banuaginjang i.” (Mat.5:20).

Di bagasan akka panogunoguon nabinaen ni sintua, ikkon sai ajar-ajaranna do ruas na pinarmahanna i mandok mauliate tu Jahowa di bagasan Jesus Kristus. Akka parbue ni roha mauliate ni ruas i ma sude pembangunan ni fisik dohot ekonomi ni huria, tarmasuk akka na rikkot tu pandita, resort, daerah, dohot pusat. Dison tarida situtu do sintua gabe pangula na so siida gaji, alai boi mambaen mardalan ‘roda’ ni ‘organisasi’ ni huria. Ikkon boi do tardok, ia bagas joro i boi dipauli sian mas dohot perak, holan ala ni hatuluson ni roha ni sintua do manogunogu ruas i mandok mauliate tu TUHAN i. Molo sintua disuru mangaradoti parhepengon ni huria, ikkon patar, unur, tikkos ma dipature parhepengon ni huria i. Ikkon takkas ingotonna, ia ibana na manjaga asa tongtong badia do hepeng i tu ulaon di harajaon ni Jahowa. Dang boi etongonna i hepengna sandiri. Beha pe posi ni sidabudabuan ni sintua i, sotung dibuat ibana sian hepeng ni huria i lao patukkon sidabudabuanna i. Molo naeng porlu di ibana hepeng, dihatai ma tu guru huria manang tu pandita, asa dibaen jalan keluar. Holan tu akka ulaon na rikkot tu harajaon ni Jahowa do hepeng ni huria pakkeon, ai tusi do i diparbadiai. Di bagasan pangantusion on do boi baenon ni pandita manang guru huria dispensasi, molo tung adong udan na so hasaongan ditaon bendahara ni huria manang ditaon ruas ni huria. (Bersambung ke edisi berikut).

[1] 1) Dongan jala pangurupi ni pandita rap dohot guru huria do hamu manghobasi nasa ulaon di huria Kristen Indonesia, laho manjamitahon Hata ni Debata na tarsurat di Padan Narobi dohot Padan Naimbaru.
2) Marmahani dohot manangkasi parange nang ulaon ni ruas ni huria; jala molo adong na hurang denggan parange ni manang ise ruas ni huria I, ingkon pinsangonmuna marhitehite Hata ni Debata, manang paboaonmuna tu Guru dohot tu Pandita, asa dipature.
3) Ma nogunogu ruas ni huria, asa ringgas marminggu, mandohoti sakramen, I ma pandidion na badia dohot ulaon nabadia, dohot parpunguan na patut siihuthonon ni halak Kristen.
4) Manogunogu jala mandasdas akka dakdanak, asa ringgas ro tu parmingguan mangguruhon hata ni Debata.
5) Manopot jala mangapuli akka na marsak, na mardangol, napogos dohot na patut siurupan, asa masihohot nasida marhaporseaon di Tuhan Jesus Kristus.
6) Manopot jala mangapoi akka na marsahit jala paturehon akka na rikkot di nasida, olat ni na tarpatupa hamu, alai na rumikkot pasingothon hata ni Debata dohot manangianghonsa.
7) Manogunogu dohot mangapoi akka sipelebegu, nang akka parpodahaliluon, asa dohot nasida marsaulihon hangoluan na pinatupa ni Tuhan Jesus.
8) Manogunogu ruas ni Huria asa marroha hamauliateon, jala olo pasahathon akka pelean tu huria ni Tuhan Jesus, ro di nasa na rikkot tu harajaon ni Debata.
Medan/Indrapura tgl. 19 September 2009
Dipasahat tu akka dongan sintua HKI saresort Indrapura
Dohot tu akka sintua ni HKI sa Resort Tigalingga tgl. 21 Sept 2009
Di Taman Wisata Iman Sidikalang Napasahathon: Pdt. Langsung Sitorus
MENGELOLA PEMBERIAN ALLAH DENGAN BENAR (JAKOBUS 5: 1 – 6)

Pendahuluan

Kitab Yakobus diawali dengan memperkenalkan penulisnya dengan nama Yakobus hamba Allah dan Yesusn Kristus. Dengan identitas yang sangat terbatas demikian dan alamat yang tidak dicantumkan, membuat beberapa ahli berbeda pendapat tentang siapakah penulis ini sebenarnya. Sebab nama Yakobus pada zamannya merupakan nama yang cukup banyak (biasa) digunakan. Memang ada beberapa faktor yang dicoba digunakan sebagai alat penelitian, seperti faktor bahasa, nada surat dan isi suratnya, namun hal itu tidak dapat menolong, sehingga sampai sekarang masih belum ditemukan kepastian yang mutlak, siapa penulis buku ini sebenarnya.

Surat ini ditujukan kepada 12 suku yang tinggal di perantauan (diaspora). Hal ini menunjukkan bahwa surat ini tidak ditujukan pada satu jemaat, melainkan kepada jemaat-jemaat di berbagai tempat, baik di desa maupun kota. Dari beberapa isi surat ini dapat dipastikan bahwa Yakobus sangat memprihatinkan hidup orang Kristen yang sudah jauh menyimpang dari kebenaran. Penyimpangan dimaksud seperti, mereka cenderung menyesuaikan diri kepada dunia ini (4:4), mereka saling mencela (4: 11), kurang berdoa (4: 2), sombong (4: 13).

Mencermati pola hidup di atas, Yakobus dengan kewibawaan yang ada padanya menuliskan suratnya kepada orang Kristen dimanapun berada pada saat itu, agar “way of life” mereka benar-benar mencerminkan iman percaya mereka. Dengan kata lain, Yakobus dalam suratnya menekankan sikap dan tingkah laku orang Kristen dalam hidup sehari-hari, satu diantaranya tentang pengelolaan pemberian Allah yang benar, yang menjadi nas khotbah ini.

Penjelasan Nas dan Aplikasi
1. Mengelola harta dengan benar
Dapat dipastikan bahwa Yakobus bukanlah anti kekayaan. Tetapi Yakobus mempunyai kerinduan agar orang kaya pengikut Kristus dimanapun berada, baik yang dikenal atau tidak dikenal secara fisik, agar waspada dan masing-masing mengoreksi diri. Sebab di dunia sekitar mereka, sangat kuat mempengaruhi, dan yang pasti mereka sangat rentan dengan pengaruh itu, yang dapat menghilangkan wujud iman percaya mereka. Dalam hal ini, Yakobus mengingatkan bahwa orang kaya tidak pantas bersukaria, berfoya-foya dengan hartanya yang bergelimang, tetapi sebaliknya mereka pantas menangis. Adapun dasar Yakobus mengatakan demikian, karena mereka telah mengelola kekayaanya dengan pengelolaan yang salah. Karena pengeloaan yang salah itu, seharusnya harta kekayaan ang dimiliki dapat memberi sukacita, telah berganti menjadi duka yang sangat menyakitkan.

Pengelolaan harta sering salah dikarenakan adanya kekuatiran yang besar dalam diri orang yang mengelolanya. Oleh karena itu Yesus menegur murid dan pengikutnya agar jangan kuatir (Matius 6: 19 – 34). Harus dikaui bahwa hidup manusia di dunia ini, masih terus dilingkupi rasa kekuatiran. Seperti: petani kuatir apakah hasil panennya akan cukup untuk kebuttuhan mereka sepanjang tahun, apakah ia sanggup menyekolahkan anaknya, membeli pakaian untuknya dan anaknya? Pekerja kuatir tentang pekerjaannya, apakah ia masih mampu bersaing dengan pekerja yang masih muda dan energik? Orang kaya kuatir, apakah saldo banknya masih aman, rumahnya aman dari ancaman pencuri? Dll.
Tetapi Yesus berkata “jangan kuatir akan hidupmu, pangan, sandang, dan masa depanmu dan jangan mengumpulkan harta di bumi”. Artinya, Yesus mengingatkan agar pengikutnya tidak materialistis, yang hanya memikirkan apa yang dapat diperoleh dan dimiliki di dunia ini, sebab hal seperti itu adalah musuh rohani siapapun. Tetapi sebaliknya, Yesus menasihati pengikutnya agar “mengumpulkan harta di Sorga.” Harta di Sorga adalah kiasan yang menunjuk pada berkat yang tidak terbayangkan, yang telah disediakan Tuhan bagi mereka yang mengasihi Dia (1 Kor 2: 9; bdk. Yes 64: 4). Mengumpulkan harta di sorga dilakukan dengan cara: Pertama, mengumpulkan harta dengan kesetiaan mengabdi kepada Tuhan. Kedua, harta terkumpul dengan mencari kerajaan Allah dan kehendakNya. Ketiga, menggunakan harta untuk menolong orang lain (Mat. 10: 42).

Jadi mengelola harta dengan benar adalah menggunakan kekayaan (materi) dunia ini untuk mengupulkan harta sorgawi yang dilakukan dengan cara tidak memakai uang dengan sembrono, atau karena menggap uang itu tidak spiritual, sehingga tidak menanganinya secara jujur. Tetapi seharusnya, kita menggunakan harta dengan bijaksana untuk mencapai tujuan spiritual kita. Orang Kristen tidak boleh sama dengan orang duniawi, pikiran kita harus tertuju pada hal-hal sorgawi, dan kita harus kaya di hadapan Allah (Lukas 12: 21).

2. Berbagi dengan orang lain

Ada ungkapan yang mengatakan “hepeng do mangatur Negara on” artinya, uang yang mengatur Negara ini. Memang, sepertinya uang begitu “kuat” di dunia ini, sebab segala sesuatu dapat diperoleh, dilakukan, diatur oleh uang. Masalah ini sudah terjadi sejak awal peradaban manusia, dan menjadi bagian hidup manusia. Pada zaman Yakobus, banyak orang kaya memperkaya diri dengan cara tidak mempedulikan orang lemah dan miskin. Yang seharusnya upah para pekerja, ditilep (diambil) oleh orang kaya, dan ia kebal hukum karena ia memiliki uang untuk melindungi dirinya, di pihak lain, orang miskin dan orang lemah tidak mempunyai payung hukum yang jelas yang melindunginya. Tindakan seperti itu merupakan sikap kelobaan, tidak jujur dan pemerasan (bdk. Ul 24: 14-15; Mal. 3: 5).

Sama seperti pada saat Kain membunuh adiknya Habel, darah habel berteriak, demikian situasi yang digambarkan Yakobus, bahwa terdengar kuat dan telah sampai ke telinga Tuhan, teriakan upah buruh yang ditahan oleh orang kaya.

Sebagai orang Kristen, sepatutnya hidup dalam ajaran Yesus Kristus, dimana Yesus mengajarkan agar manusia memelihara hubungan dengan baik kepada Tuhan, selanjutnya memelihara hubungan dengan sesama manusia dengan cara bersedia berbagi dengan orang lain (Mark 10: 17 - 31). Dalam pengajaran ini, Yesus memperlihatkan kehidupan banyak orang di dunia ini yang sangat terikat dengan harta, bahkan sepertinya manusia tidak dapat hidup tanpa harta, sehingga ketika manusia diminta untuk memilih antara Allah dan hartanya, manusia lebih banyak memilih harta. Dan hendaklah disadari bahwa harta, sangat mudah dan sering memperdaya manusia (orang Kristen). Banyak orang Kristen berkata: kalau saja saya memiliki lebih banyak uang, saya akan memberikan lebih banyak demi pekerjaan Tuhan; saya akan senang kalau saya mempunyai ini dan itu; tak beda dengan orang kaya, mereka juga menginginkan harta yang lebih banyak lagi. Jika mentalitas di atas terus menerus merasuki hidup manusia, ia akan tetap dalam penderitaan kekal.

Melalui perumpamaan tentang “orang kaya yang bodoh” (Lukas 12: 15-21), Yesus mengingatkan bahwa adalah tindakan kebodohan yang menimbun harta, dengan dengan merobohkan tempat hartanya karena tidak muat lagi, lalu membangun tempat yang lebih besar lagi. Sesungguhnya hal seperti ini masih banyak di jumpai hingga saat ini, bahkan ada yang menghalalkan cara demi mendapatkan harta. Kepedulian dengan sasama apalagi “marpanarihon tu sundut na parpudi” sangat sulit ditemukan. Padahal sebagai orang Kristen seharusnya menyadari dalam setiap harta yang dimiliki, ada rencana Tuhan yaitu mau berbagi kepada sesama.
Penutup
Harta adalah anugerah Allah. Sebagai anugerah Allah, maka setiap orang yang dipercayakan Tuhan harta baik kecil ataupun besar, dituntut untuk mengelolanya dengan baik dan benar. Mengelola harta dengan baik dan benar adalah dengan memakai harta yang dimilikinya untuk menjalin hubungan yang baik dengan Tuhan dan sesama. Dan apabila harta itu telah menghalangi jalinan hubungan kita dengan Tuhan dan sesama, sebaiknya harta itu diberikan kepada orang miskin, demikian resep yang Yesus berikan dalam pengelolaan harta.

Mengelola harta dengan baik dan benar, dapat terjadi apabila ada keyakinan bahwa Tuhan adalah Allah pemelihara yang mencukupkan segala keperluan kita, dan puas dengan apa yang diberikan Tuhan kepada kita. Ketentraman jiwa adalah sangat penting. Orang yang tentram jiwanya tidak akan merasa cemas walaupun ia kaya atau miskin menurut ukuran dunia, sebab mereka tahu bahwa mereka kaya di hadapan Allah. Karena itu, serahkan hidupmu pada Tuhan, sebab Ia lebih bijaksana mengatur hidupmu. Mintalah tuntunan Tuhan mengelola hidup dan setiap apa yang Tuhan percayakan kepadamu, agar Tuhan mempercayakan yang lebih besarlagi kepadamu. Amin.
Depok, Medio Oktober 2009
Pdt. Hotman Hutasoit, M.Th
Pendeta HKI Resort Depok

Peran dan Tanggung Jawab Penatua dalam Pemeliharaan Keutuhan Ciptaan
Makalah untuk peserta pembinaan pembekalan penatua Huria Kristen Indonesia (HKI) se Resort Tanah Jawa di Hermina Retreat Centre - Parapat
tanggal 22 Oktober 2009.

Oleh Eliakim Sitorus
Konsultan Program KPKC Sekber UEM


Di balik keprihatinan besar perihal kerusakan sumber daya alam di berbagai tempat, masih ada juga harapan, bahwa semakin banyak orang sadar bencana yang mengintai akibat perusakan alam ini. Menurut hemat saya telah muncul kesadaran baru bahwa Gereja dan warga gereja sesungguhnya turut bertanggung jawab atas kondisi planet kita dan juga bertanggung jawab atas situasi aktual lingkungan hidup di mana warga gereja tersebut berada. Semoga kemunculan kesadaran baru itu mendorong lahirnya pula keprihatinan orang tentang sikap yang benar dalam pengelolaan sumber daya alam di sekelilingnya.

Gereja memegang peranan penting dalam melestarikan sumber daya alam yang tersedia, serta usaha-usaha mulia peningkatan derajat kehidupan warganya, tanpa harus merusak alam. Merusak alam, semata-mata untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi semata, bukan pilihan yang teologis bagi komunitas Kristen. Dalam kaitan ini, penatua, selaku elemen pelaku di dalam dinamika organisasi Gereja, tentu sangat strategis, meskipun jarang sekali diperbincangkan. Baiklah percakapan ini kita mulai dari Gereja secara institusional, lalu nanti menukik ke kelompok penatua di HKI.
Dasar Keterlibatan Gereja dalam Menjaga Keutuhan Ciptaan
Pertama, dasar keterlibatan Gereja dalam membenahi bidang kehidupan jemaat sesungguhnya menjadi fondasi utama dari pelayanan Gereja bagi warganya. Bahkan sebenarnya adalah keharusan. Landasan teologianya cukup kuat. Yaitu Penciptaan. Maka, ‘Allah melihat segala sesuatu yang diciptakanNya itu ‘baik adanya’, demikian kita baca dalam Alkitab. (Kejadian 1). Bahkan ada tafsir yang mengasikkan, bahwa Tuhan Allah sesungguhnya menciptakan alam ciptaanNya lebih dahulu, barulah kemudian manusia. Sekalipun manusia adalah peta dan gambarNya (citra), tetapi karena diciptakannya belakangan, jangan-jangan sesungguhnya Allah juga mengutamakan ciptaanNya, jika tidak sama dengan manusia. Bukan saatnya kita untuk memperdebatkan tafsir teologis ini sekarang. Yang perlu kita catat adalah Tuhan Allah melihat bahwa CiptaanNya itu BAIK ADANYA. Teologia Taman Eden. Allah tidak mencipta alam yang rusak.
Dalam perkembangan pemahaman teologia kita selalu saja dinamis. Ada perubahan ada pergeseran. Pergeseran itu antara lain, kehidupan manusia dilihat menjadi dua bagian, yakni kehidupan jasmani (fisik/daging) dan kehidupan rohani (non fisik/tondi). Ada kalangan Gereja yang memilah hal itu sangat kontras (separatif). Ada Gereja yang hanya mengurusi kerohanian warganya, melupakan kehidupan riil dan nyata fisik warganya. Seolah Gereja itu adalah departemen transmigrasi, yang hanya akan memindahkan warganya dari bumi ke surga (pietis). Karena itu yang terpenting adalah hidup nanti di surga. Di sini di planet ini, hanya persinggahan belaka. Tetapi ada juga kalangan gereja yang samar-samar, tidak ada penekanan, apakah yang lebih diutamakan kehidupan rohani atau badan. Bisa jadi ada juga Gereja yang lebih menekankan pelayanan “duniawi” jemaat, kurang dalam bidang kerohanian.

Syukurlah dalam perkembangannya akhir-akhir ini, di aras internasional, dan sudah mulai di tingkat nasional, juga lokal ada kesadaran bersama di antara para pemimpin aliran-aliran teologia yang berbeda itu, bahwa warga gereja yang kita layani itu harus secara utuh (holistic), jangan dipilah-pilah roh dan jasmaninya. Pelayanan gereja bagi warganya harus konprehensif, lengkap dan menyeluruh. (Bandingkan dengan Lukas 4 : 18 – 19). Kerelaan Allah menjadi manusia, guna melepaskan manusia yang berdosa dan lingkup hukuman yang semestinya diterima, sering dijadikan inspirasi bagi Gereja dan perangkatnya, bagaimana Allah yang juga “mengurusi” fisik manusia, tidak hanya roh. Sebutlah ini Mandat Ilahi.
Secara khusus untuk ungkapan keperdulian terhadap alam dan sumber daya yang ada, maka Kejadian 2: 15 – 17, menjelaskan bahwa Allah menugaskan manusia untuk mengawasi dan mengelola alam ini, berikut semua sumber daya yang terkandung di dalamnya. Tugas itu, pernah disalahartikan. Seolah manusia diberi mandat untuk menguasai dan memberlakukan alam ini sesuka hatinya. Hingga sekarang pun tentu saja ada pemikiran demikian, bahwa manusia “berkuasa” atas alam. Sehingga alam ciptaan dieksploitasi tanpa batas. Hutan ditebangi habis. Sehingga menjadi gundul, akibatnya tidak ada lagi kanopi menahan air hujan, tidak ada akar pohon menahan air dalam tanah. Dampak berikutnya banjir pada musim hujan, dan kering kerontang saat musim kemarau. Ada juga eksploitasi mineral dari perut bumi yang dilakukan dalam skala besar-besaran. Sehingga tidak bisa tidak menggangu keseimbangan ekologis alam. Selanjutnya kehidupan manusia terganggu.
Atas dasar itulah, maka Gereja mempunyai peran penting dalam seluruh proses kehidupan warga jemaatnya di dunia ini, baik keterlibatannya dalam bidang pertanian, peternakan, perindustrian dan perikanan karena manusia memang hidup dengan memanfaatkan produksi bidang pertanian dan peternakan dan perindustrian yang ramah lingkungan.

Dalam Tata Dasar HKI, Bab III Usaha, Pasal 11, huruf (F) ditulis “Memelihara keutuhan ciptaan Tuhan (Kejadian 2: 15; 1: 28; Mazmur 104). Ini harus dikaitkan dengan Bab V Pelayan, Pasal 14, bahwa Petanua juga masuk dalam kategori pelayan tertahbis yang bertugas mengimplementasikan tugas Gereja (Epesus 4: 11 – 12).

Kedua, dalam hal partisipasi pengelolaan lingkungan hidup (LH)P, maka Gereja sebagai lembaga resmi yang memiliki anggota, berhak dan berkewajiban turut serta di dalamnya. Gereja berada eksis di dunia ini dan bekerja di lingkup masyarakat, bangsa dan negara tertentu, maka dengan demikian sahlah kehadiran dan keterlibatannya dalam aktivitas peningkatan taraf kehidupan anggotanya, yang adalah bagian integral dari masyarakat di mana gereja itu bekerja, melayani dan bersaksi. Karena itu HKI, sebagai lembaga keagamaan yang resmi diakui oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia, maka berhak untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik sekaligus berkewajiban turut serta memelihara kelestarian sumber daya alam (SDA).

Untuk kita di Indonesia, Undang-undang No. 23 Tahun 1997 X) tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sudah mengatur hal tersebut, meski tidak secara eksplisit menyebut gereja di dalamnya, melainkan orang perseorangan dan/atau kelompok orang, dan/atau organisasi badan hukum. Bab III “Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat”, pada Pasal 5 (hak) hingga Pasal 6 (kewajiban) sudah dengan rinci mengaturnya.

Saya kutip selengkapnya Pasal 5;
1> Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2> Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
3> Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penjelasan ayat (2) di atas: “Hak atas infomasi lingkungan hidup suatu konsekuensi logis dari hak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas keterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan efektivitas peranserta dalam pengelolaan lingkungan hidup, di samping akan membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat berupa data, keterangan, atau infomasi lain yang dengan pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, laporan dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik pemantauan penataan maupun pemantauan perubahan kualitas lingkungan hidup dan rencana tata ruang”.
Penjelasan ayat (3) di atas: “Peran sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini meliputi peran dalam proses pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan, maupun dengan pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Peran tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau perumusan kebijaksanaan lingkungan hidup. Pelaksanaannya didasarkan pada prinsip keterbukaan. Dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup”.
Selengkapnya Pasal 6:
1> Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup seerta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
2> Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akuran mengenai pengelolaan lingkungan hidup.

Penjelasan ayat (1):”Kewajiban setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak terlepas dari kedudukannya sebagaimana anggota masyarakat yang mencerminkan harkat manusia sebagaimana individu dan makhluk sosial. Kewajiban tersebut mengandung makna bahwa setiap orang turut berperanserta dalam upaya memelihara lingkungan hidup. Misalnya, peranserta dalam mengembangkan budaya bersih lingkungan hidup, kegiatan penyuluhan dan bimbingan di bidang lingkungan hidup”. Ayat (2):”Informasi yang benar dan akurat itu dimaksudkan untuk menilai ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau terhadap ketentuan peraturan perundangan-undangan”.

Sedangkan Pasal 7 selengkapnya demikian: 1. Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolan lingkungan hidup. 2. Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di atas, dilakukan dengan cara:
a> Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan;
b> Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
c> Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
d> Memberikan pendapat saran;
e> Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.

Dari uraian itu, maka tampak jelaslah peran dan tanggungjawab yang bisa dimainkan oleh lembaga keagamaan (baca: gereja, termasuk HKI) dalam keikutsertaannya mengelola sumber daya alam dan konservasi lingkungan hidup.

X) Saya mohon maaf, bahwa sesungguhnya UU No. 23 tahun 97 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, sesungguhnya sudah diganti dan diperbaharui dengan UU No. 32 tahun 2009 tentang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang saya belum sempat beli bukunya. Tetapi secara substantif, tidak terlalu banyak perubahan dalam ranah partisipasi dan keterlibatan warga Negara dalam pengelolaan lingkungan hidup, yang dalam bahasa kita di Gereja, kita sebut Keutuhan Ciptaan.

Bagaimana penerapannya di lapangan :
Penatua dan Petani di kawasan pedesaan.

Ketiga, secara teknis muncul dan berkembang luas di kalangan masyarakat petani, bahwa penggunaan sarana produksi pertanian beracun pada saatnya akan merugikan petani sendiri. Sedangkan untuk jemaat Gereja kita di perkotaan, tidak boleh tidak harus dimunculkan pemahaman baru tentang sikap dan tindak pengelolaan sampah yang lebih bagus dari sebelumnya.
Bahan dan sarana produksi yang mengandalkan penggunaan bahan kimia anorganik seperti pupuk kimia, pestisida[1] di samping menurunkan tingkat kesuburan tanah, juga memberi dampak negatif bagi kesehatan lingkungan di samping melambungkan (menaikkan) ongkos produksi. Untuk itu, sudah banyak petani dan peternak di berbagai penjuru bumi yang kembali ke sistem pertanian dan pertanian selaras alam atau pertanian organik.(Back tu nature). Yaitu sistem pertanian yang mengurangi sedemikian rupa penggunaan in put dari luar proses pertanian dan meningkatkan penggunaan bahan-bahan alamiah yang tersedia di lingkungan pertanian itu sendiri.
Pengetahuan dan keterampilan pertanian selaras alam ini sesungguhnya bukan barang baru, sebab sudah dilakukan oleh para pendahulu petani dan peternak. Justru penggunaan pupuk kimia dan pembasmi hama/penyakit kimia itulah yang relatif masih baru diintrodusir ke dunia ketiga (negara-negara sedang berkembang) oleh para pemilik perusahaan penghasil pupuk dan pestisida kimia dari luar negeri. Ada juga pemodal yang telah membangun pabrik pupuknya di negara-negara dunia ketiga di Asia dan Amerika Latin, tetapi sesungguhnya modal masih didominasi dari negara maju. Itulah sebabnya harga pupuk dan pestisida kimia cenderung akan menaik dan mahal, apalagi pemerintah kita yang dulunya masih bersedia memberi subsidi untuk harga pupuk sekarang sudah dicabut atau mengurangi atas saran dari lembaga keuangan internasional. Ini sisi buruknya proses globalisasi yang sudah melanda dunia.
Karena itu, tugas Gereja sebagai lembaga sosial yang berkepentingan dengan keselamatan dan kesehatan warganya untuk terus mendampingi petani supaya suatu saat nanti menghentikan sama sekali penggunaan segala bahan dan input yang beracun di dalam proses produksinya. Di samping menjaga kesehatan tubuh, kelestarian lingkungan juga mengurangi secara drastis ongkos produksi. Memang bagi petani yang sudah tergantung terhadap pupuk kimia dan pestisida akan mengajukan keberatan terhadap gagasan ini. Bertani dengan menggunakan bibit unggul import, pupuk kimia dan pestisida buatan pabrik seolah lebih ringan, gampang dilakukan, tetapi sesungguhnya merugikan secara keseluruhan proses produksi tani.
Tetapi pengalaman petani di negara/daerah yang sudah maju, yang sudah lebih dahulu menjadi “korban” industrialiasi pertanian membuktikan “kembali ke alam” merupakan jalan terbaik daripada semakin terperosok ke lembah racun. Untuk konteks lokal kita di Sumatera Utara, barangkali petani kita baru satu generasi yang sudah sangat tergantung terhadap produk pabrik industri pupuk kimia dan pestisida. Petani dan peternak generasi baru, sudah banyak yang menyadari salah kaprah tersebut dan dengan tekun menggunakan pupuk hijau, taru-taru, ugan-ugan, kompos, bokashi, serasah, mikrobia, dan lain sebagainya bentuk bahan yang sesungguhnya tersedia di alam sekitar kita ini. Sama halnya dengan bidang lain seperti kesehatan, masyarakat bersedia mencari alternatif lain dari obat-obatan produk pabrik kimia selama ini. Tujuannya ganda, pertama mengurangi beban biaya, yang kedua mengurangi dampak negatifnya bagi tubuh dan lingkungan. Masalahnya adalah apakah kita mau atau tidak merubah diri dari kebiasaan ketergantungan semua bahan bermuatan kimia tersebut!
Di sinilah, menurut saya kata kunci, bagaimana Peran dan Tanggung jawab Penatua Gereja dalam hal Pemeliharaan Keutuhan Ciptaan, sebagaimana tama diskusi kita ini. Penatua adalah eleman garus depan (front liner) pelayanan Gereja kepada umat atau warga gereja kita. Dengan begitu, Penatua yang berprofesi (bermata pencaharian) sebagai petani, harus yang pertama dan terutama menerapkan pertanian selaras alam ini. Harus diyakinkan bahwa, tugas menjaga keutuhan ciptaan, adalah juga tugas kepenatuaan.
Dengan demikian tidak ada alasan bagi penatua HKI untuk mengelak dari tugas pelestarian sumber daya alam atau menjaga keutuhan ciptaan Tuhan, sekalipun dalam Peraturan Rumah Tangga HKI, Bab V, Pasal 15, huruf (g), tidak atau belum dengan tegas disebut tugas penatua ‘turut mengaja keutuhan ciptaan’. Tugas-tugas yang ditulis di PRT HKI, masih sangat kecil lingkupnya dan internal sifatnya. (Halaman 27, “Tata Gereja HKI 2005 – Termasuk Revisi dan Perubahannya”).
Keempat, keluhan petani yang sudah memproduksi hasil pertanian melebihi dari apa yang sekedar dimakan (subsisten) adalah masalah pemasaran. Hampir semua komoditi petani kita mengalami kejatuhan harga pada saat panen tetapi saat membeli bibit dan pupuk harganya melambung[2]. Tentu saja ini masalah struktural yang membutuhkan kerjasama antara pemerintah dengan petani sebagai produsen. Namun, kita sebagai Gereja tidak bisa hanya berpangku tangan. Harus ada yang dilakukan. Salah satu di antaranya adalah mengatur jadual tanam seturut dengan musim dan kemampuan pasar menyerap produksi semua jenis komoditi petani warga jemaat kita.
Gereja tidak bisa membiarkan warganya berjuang sendiri untuk memperoleh pasar bagi produksi mereka. Untuk ukuran skala kecil terbatas, patut pula dipikirkan untuk memasarkan produk pertanian warga jemaat di pedesaan kepada warga jemaat gereja di kota. Petani adalah produsen sedangkan penduduk kota adalah konsumen. Baik produsen di desa maupun konsumen di kota sebagian adalah warga gereja kita. Mengapa kita tidak mencoba menyambungkan kedua kelompok warga tersebut?.
Untuk maksud itu, maka sangat diperlukan organisasi petani dan organisasi warga konsumen, dalam bahasa umum disebut organisasi rakyat basis. Gereja bisa memperkuat organisasi petani di lingkungan di mana gereja itu melayani dan menghubungkannya dengan organisasi warga di kota yang akan menjadi konsumen bagi produk pertanian warga gereja tertentu. Sukarkah itu dilakukan oleh gereja? Sesungguhnya tidak. Sebab gereja mempunyai akses dan keterkaitan dengan warga, penatua penyambungnya sehingga relatif lebih gampang melakukan penguatan organisasi petani, ketimbang organisasi lain semacam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ikatannya dengan kelompok warga petani masih sangat longgar dan harus dibangun dari dasar. Menumbuhkan kepercayaan di antara LSM dengan petani membutuhkan waktu dan pengorbanan yang tidak sedikit.
Banyak contoh memang LSM atas dasar kemanusiaan sudah berhasil memberdayakan organisasi rakyat, termasuk petani. Sementara gereja, sebagaimana disebut tadi, memiliki keterkaitan langsung (petani adalah jemaat gereja), maka akan lebih mudah mengorganisir jaringan pemasaran produk pertanian. Sekali lagi memang di sini dipertanyakan, apakah gereja sudah memiliki komitmen untuk “hidup bersama petani”? Jika ya, maka tidak ada dalih, bahwa gereja tidak bisa membantu meningkatkan kesejahteraan umatnya yang berprofesi sebagai petani. Jika jemaat sejahtera, maka gereja pun sejahtera. Orientasi pelayanan memang harus semakin diarahkan ke bidang-bidang kehidupan nyata warga jemaat gereja.
Penutup
Oleh karena penatua adalah bagian dari warga jemaat, maka perubahan temperatur oleh karena perubahan iklim/cuaca (climate change), secara langsung berpengaruh kepada kita, maka sudah selayaknyalah kita bersikap. Tentulah kita sudah membaca atau mendengar tentang Pemanasan Global (global warming), yaitu perubahan suhu planet yang semakin ekstrim, disebabkan perubahan keseimbangan ekologis di bumi dan angkasa. Hal itu terjadi karena pembakaran yang terjadi secara besar-besaran, efek rumah kaca, menciutnya permukaan bumi yang tertutupi oleh kanopi, sehingga menaikkan temperatur bumi, melelehkan gunung es (gletsyer) di kutub, mengalir ke laut dan memperluas permukaan air yang menutupi darat.

Pada akhirnya, terjadi dampak negatif bagi kehidupan fauna dan flora di bumi. Gereja secara global sudah menaruh perhatian terhadap ini. Warga gereja harus ikut ambil bagian secara pro aktif mengurangi dampak pemanasan global, yaitu dengan menanami sebanyak mungkin pohon, mengurangi pemakaian energi tak terbarukan, menjaga kebersihan danau, tidak mencemari sungai, mengurangi penggunaan sampah anorganik. Dan secara khusus bagi petani, mengurangi penggunaan pupuk kimia dan pestisida seraya menaikkan jumlah pemakaian pupuk organik.
Tuhan menyertai kita melaksanakan tugas mulia ini! (***)
Terima kasih! Parapat, 22-10-2009.

[1] Pestisida berasal dari bahasa Inggris, kata pesticide artinya obat pembunuh hama pengganggu tanaman. Khusus untuk gulma atau rumputan tanaman pengganggu disebut herbicide. Khusus untuk pembasmi jamur disebut fungicide.

[2] Ini seperti lingkaran setan , harga jual petani rendah, padahal ongkos produksi tinggi karena harga sarana produksi pertanian (saprotan: bibit, pupuk dan pestisida) tinggi. Rantai itu harus diputus, dengan menghentikan pemakaian pupuk kimia dan pestisida, sehingga meskipun harga jual produk rendah, tetapi margin keuntungan bagi petani produsen sudah memadai, sebab biaya produksi rendah.

Berburu Beasiswa Ke Luar Negeri
Oleh : Fernando Sihotang

Capailah cita-cita mu sampai ke negeri cina. Kiasan ini mungkin bukan hanya sekedar kata yang sering diucapkan oleh guru ataupun berupa nasihat dari orang tua, akan tetapi kali ini saya capai hingga ke Eropa.

Buat sebagian orang pendidikan yang terbaik adalah pendidikan yang terjangkau oleh kantong dan otak, tapi tidak sedikit juga yang berpikiran untuk mencapai pendidikan jauh dinegeri orang. Mengecap pendidikan di luar negeri adalah harapan dan sekaligus impian setiap orang untuk mendapatkan nya dikarenakan mutu pendidikan dan juga prestise yang didapatkan. Pada dasarnya impian itu bukan hanya bisa didapatkan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan secara finansial, mereka yang tidak memiliki finansial yang memadai juga bisa merasakan peluang yang sama untuk mengecap pendidikan di luar negeri. Berbagai hal ditempuh untuk mendapatkan impian tersebut, salah satunya adalah dengan berburu beasiswa. Ini bagi kebanyakan orang dianggap sebagai jalan alternatif jika kondisi keuangan tidak memungkinkan melanjutkan pendidikan ke luar negeri.

Bukan hal yang mudah bagi setiap orang bisa mewujudkan impian tersebut, selain ketekunan yang menjadi syarat utama juga banyak prosedur yang harus dilakukan. Jika dilihat dari persyaratan yang harus dipenuhi, sekilas dapat mematahkan semangat para pencari beasiswa. Tidak hal yang sulit lagi saat ini mendapatkan informasi kesempatan mendapatkan beasiswa dari lembaga-lembaga donor bagi warga negara indonesia yang semakin banyak ditawarkan. Banyak peluang yang bisa didapatkan dengan menggunakan teknologi seperti halnya browsing di internet dan semakin banyak nya komunitas pencari beasiswa yang dapat diikuti. Komunitas tersebut dapat saling menukar informasi beasiswa seperti yang saya lakukan dengan bergabung di mailling list.

Pengalaman saya mendapatkan dua kali study (beasiswa) di Eropa tidak terlepas dari intensitas yang banyak saya tujukan untuk melakukan pencarian beberapa situs di Internet, dan barangkali banyak orang menyangka bahwa saya lama di Internet hanya sekedar membuka Facebook dan bermain Poker. Internet sangat menjanjikan dalam penyediaan informasi tersebut yang pada akhirnya saya dapat mengecap pendidikan di Serbia pada awal tahun 2009 dan yang sudah menerima kepastian adalah di Swiss pada tahun 2010. Jika anda tertantang dengan informasi yang tersedia anda dapat menjelajahi nya jika application nya sedang lagi ditawarkan oleh pihak pemberi beasiswa tersebut yang beragam jenis seperti beasiswa short course, internship, international conference serta beasiswa gelar (S1, master maupun PhD). Walaupun peluang pertama ini saya dapatkan berawal dari niat yang masih hanya sekedar mencoba keberanian diri karena saya menyadari bahasa inggris saya masih jauh di bawah standard dan hanya bermodalkan percaya diri serta juga Tuhan. Selanjutnya saya mengirimkan berkas-berkas yang diminta lewat email lembaga tersebut setelah saya mengisi application nya selama satu bulan – seharusnya satu hari mungkin bisa selesai jika kompeten. Puji Tuhan saya dipanggil untuk mengikuti interview di kampus UI – Depok dengan perasaan pesimis setelah melihat Curiculum Vitae peserta lain yang sudah melanglang buana ke luar negeri. Akan tetapi sekali lagi saya katakan bahwa saya hanya mampu meyakinkan mereka untuk mengembangkan bahasa saya selama dua bulan sehingga mereka tertarik dengan tantangan yang saya sampaikan dalam interview tersebut. Alhasil saya lulus.

Kembali dari Serbia, saya memulai untuk mencari informasi beasiswa lain nya – tanpa syarat TOEFL – di internet yang kebetulan Lutheran World Federation (Swiss) sedang memberikan peluang Internship untuk pemuda Kristen di seluruh dunia. Rasa pesimis itu muncul lagi dengan melihat syarat yang jauh lebih berat dari apa yang saya bayangkan yaitu penguasaan bahasa selain bahasa Inggris serta juga lembaga ini hanya memberikan peluang kepada satu orang. Terbayang sesaat jika yang mengajukan diperkirakan ratusan bahkan ribuan orang. Akan tetapi doa meyakinkan ku untuk berjuang sekeras tenaga walaupun pendaftaran nya akan tutup dalam tempo 10 hari dan harus menemui amang Ephorus untuk meminta dukungan dalam hal pernyataan saya sebagai anggota jemaat HKI dan juga keterlibatan saya di PNB HKI. Usaha itu saya lakukan dengan menemui amang Ephorus secara resmi . Akhirnya dengan dukungan Letter of Recommendation dari Pucuk Pimpinan HKI dan Letter Of Reference salah satunya dari Pdt. Happy Pakpahan serta motivasi dari amang Ephorus serta tantangan yang saya lalui membuat saya semakin yakin "SAYA PASTI LULUS".

Banyak dari antara kita mungkin masih beranggapan bahwa mendapatkan surat pernyataan/rekomendasi dari HKI sangatlah sulit dan hanya segelintir orang (keluarga pendeta/majelis pusat) yang bisa mendapatkan nya. Saya merupakan anak seorang pendeta HKI (Pdt. Eli M.B Sihotang) dan tidak pernah mengatasnamakan orang tua untuk hanya memohon atau pun bertemu dengan Pucuk Pimpinan HKI. Bahkan orang tua saya sendiri tidak mengetahui rencana ini sampai saya dinyatakan lulus seleksi dan akan berangkat ke Swiss. Siapapun personal nya jika memiliki keinginan kuat disertai kemampuan yang memadai, HKI akan selalu memberikan dukungan yang terbaik.

Pada tanggal 30 October saya mendapat informasi dari Lutheran World Federation (Swiss) bahwa saya diterima study selama 10 bulan dengan mendapat biaya full yang akan ditempatkan bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai satu-satu nya utusan Pemuda dari seluruh dunia setelah melewati dua tahap seleksi termasuk interview lewat telepon. Saya merasa bangga sebagai pemuda HKI yang berhak mendapatkan peluang tersebut dan memberikan nilai plus bagi HKI dimata dunia Internasional nantinya. Bagaikan mimpi.

Saya menyadari tidak semudah yang kita pikirkan memperoleh peluang itu. Motivasi adalah kunci utama yang saya bangun sendiri dengan dibalut oleh doa dan itu menjadi senjata utama saya bisa mendapatkan peluang tersebut. Diawal saya merasa pesimis dengan kemampuan dan keahlian saya termasuk pengetahuan bahasa saya yang dahulunya bisa dikatakan "tidak layak", namun motivasi itu lah yang kemudian menjadi guru terbaik dengan semangat belajar sendiri – karena tidak punya dana untuk ikut kursus.

Banyak program beasiswa ditawarkan dan itu semua tersedia di Internet yang sudah mudah di akses di manapun. TOEFL Internasional memang banyak dijadikan sebagai syarat mutlak beberapa pemberi beasiswa ke luar negeri. Mungkin ada beberapa dari antara anda yang memiliki nasib sama dengan saya, (tidak mampu secara finansial untuk membayar Tes TOEFL – kira-kira 2 juta rupiah – dan juga bahasa Inggris yang masih standard) anda bisa mencari alternatif dengan mencari beasiswa yang tidak menjadikan TOEFL sebagai syarat utama. Program Internship yang pernah saya dapatkan di Serbia dan yang saat ini saya dapatkan di Swiss tidak meminta syarat tersebut akan tetapi kita diwajibkan membuat essay – tergantung akan isu dan program yang sedang digeluti. Sebagai contoh saya membuat essay tentang hak asasi manusia yang menjadi salah satu fokus UN Commitee for Human Rights di Swiss yang berhubungan dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman sosial saya. Ini digunakan oleh beberapa orang sebagai batu loncatan untuk mendapatkan Beasiswa Master atau PhD dikarenakan penguasaan bahasa yang pasti akan semakin baik dan juga pengalaman internasional serta kepercayaan diri yang semakin tinggi.

Tidak banyak yang bisa saya sampaikan dalam tulisan ini akan tetapi saya terbeban untuk sharing dan berbagi pengalaman dan informasi bersama teman-teman PNB HKI dengan membangun komunikasi dengan saya. Besar harapan saya kita bisa memantapkan kualitas sebagai seorang anak HKI yang punya semangat juang yang bisa membanggakan gereja, orang tua dan orang Kristen. Saya bangga mempersembahkan tulisan dan pesan ini kepada orang-orang khususnya PNB HKI. Saya diingatkan oleh amang Pdt. HP yg bertugas di Kantor Pusat HKI bagaimana globalisasi semakin membuka peluang kita untuk berkarya di kancah internasional. Artinya juga orang Indonesia (termasuk PNB HKI) tertantang untuk berkompetisi SDM dengan anak-anak dari bangsa lain. Semangat ini harus di sharingkan salah satunya lewat tulisan kepada PNB HKI agar kiranya bersama-sama kita berjuang untuk mendapatkan pendidikan dan juga pengalaman di luar negeri untuk kemudian pengalaman itu dipersembahkan melalui pengabdian kita kelak kepada TUHAN melalui Gereja HKI yang kita cintai. Ini juga jadi harapan saya nantinya kita dapat membangun Gereja secara umum dan juga PNB secara khusus lewat mutu pendidikan serta prestasi yang kita capai. Jangan pernah malu untuk bermimpi karena semuanya pasti dimulai dengan "MIMPI". Semangat berjuang dan raihlah cita-cita mu. Tuhan beserta kita. Amin
Telp : 085275872494
Email : fernando.sihotang@gmail.com