Friday, June 18, 2010

Editorial Edisi Juni - Juli 2010

Begu Ganjang.

Isu Begu Ganjang kembali merebak, dan orang yang disangka memiliki begu ganjang diusir dari desa, malahan ada yang sampai dibunuh dan rumahnya dibakar. Hampir setiap tahun dalam tiga tahun belakangan ini isu begu ganjang selalu muncul. Dan yang paling mencengangkan selalu mengambil korban nyawa. Orang yang dituduh sebagai pemelihara Begu Ganjang, maupun orang-orang yang melakukan tindakan anarkis sampai membunuh adalah warga gereja, bahkan beberapa didalamnya adalah para pelayan gereja. Hal ini tentu telah mempermalukan kekristenan, mempermalukan gereja.

Peristiwa terakhir: kejadian sadis terjadi di Desa Sitanggor, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Satu keluarga tewas dibakar hidup-hidup karena dituduh memelihara begu ganjang (santet). Awal peristiwa itu setelah warga menuding satu keluarga memelihara begu ganjang. Warga yang sudah termakan sekitar pukul 22.30 Wib, ramai-ramai mendatangi kediamannya. Namun, sebelum mendatangi kediaman korban, warga terlebih dahulu menggelar doa bersama. Mereka sangat yakin bahwa keluarga tersebut memelihara santet, meski tidak punya bukti yang kuat.


Di tempat lain, seperti diberitakan Global, masyarakat Dusun IV Partangga Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, membakar satu rumah milik warga yang diduga memelihara begu ganjang. Aksi warga itu berawal dari seorang pelajar yang mengalami sakit aneh. Kemudian masyarakat melakukan pertemuan di gereja dengan membawa pelajar tersebut. Dalam pertemuan itu penyakit aneh si pelajar, kambuh. Karena emosi, warga pun ke luar dari gereja dan menuju rumah tersebut dan menyirami seisi rumah dengan bensin, lalu membakarnya. Beruntung, keluarga tersebut berhasil diamankan oleh aparat kepolisian dengan membawanya dari lokasi kejadian. Bukan hanya keluarga tersebut yang diamankan, kepala desa (Kepdes) juga diamankan untuk menghindari amukan warga. Tidak anarkis warga tidak sampai di situ saja. Di tempat terpisah masih di Desa Hutauruk, warga bertindak anarkis dengan melempari rumah yang masih kerabat tertuduh.

Dari penelusuran aparat, bahwa isu begu ganjang hanyalah rekayasa orang-orang yang iri atau sakit hati dan menebar isu tersebut sehingga motivasi sebenarnya menjadi terselubung dan menggunakan orang lain untuk membalaskan iri atau sakit hati tersebut.

Mengapa masyarakat yang dalam hal ini yang beragama Kristen masih percaya bahwa Begu Ganjang dapat menyebabkan kematian bagi seseorang? Apakah bisa dikatakan bahwa kualitas iman dari pemeluk agama Kristen masih rendah, atau apakah ini juga disebabkan kurangnya pembinaan? Pertanyaan ini penting, sebab dalam pandangan agama bahwa yang namanya Begu Ganjang/Santet tidak mempunyai kekuatan apapapun yang dapat melebihi kekuatan Tuhan.

Yang perlu mendapat catatan khusus dan perlu menjadi perhatian kita bersama: apakah kekerasan bahkan sampai membunuh merupakan penyelesaian yang baik ? Meskipun ada bukti bahwa seseorang melakukan praktek ilmu hitam, meskikah kita harus kembali pada hukum yang diberlakukan pada jaman perjanjian lama ”mata ganti mata, gigi ganti gigi ?”

Peristiwa disekitar isu begu ganjang merupakan tamparan keras bagi kita warga gereja selaku umat Kristus; baik sebagai orang yang termakan dan menjadi percaya akan begu ganjang dan yang menjadi pelaku tindak anarkis hingga turut membunuh. Baiklah kita perhatikan yang dikatakan dalam I Petrus 5:8 Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Pemred.