Monday, October 11, 2010

Ev. Filipi 3: 17-21 (Minggu, 17 Oktober 2010: 20 Set. Trinitatis)

Pengantar oleh Pdt. Jansen Simanjuntak, STh

Bacaan di atas adalah salah satu paragraf yang ditulis oleh Paulus di dalam suratnya kepada jemaat Filipi. Paragraf ini dituliskan di salah satu bagian akhir atau penutup surat. Memang sudah menjadi kebiasaan Paulus di akhir suratnya selalu menuliskan nasihat-nasihat penting kepada pembaca atau jemaatnya. Apa yang bisa kita pelajari dari paragraf tersebut? Paragraf ini adalah sebuah paragraf persuasif yang terdiri atas sebuah ajakan dengan dua buah alasan yang menyertai. Paragraf ini mau mengajak jemaat melakukan sesuatu dan Paulus memiliki sejumlah alasan detil yang ditulisnya dengan logis dan beralasan. Ajakan Paulus adalah agar jemaat Filipi mengikuti teladannya. Dia menyadari keterbatasannya berada bersama dengan jemaat Filipi. Oleh karena itu, dia juga mengajak jemaatnya untuk memperhatikan sungguh-sungguh orang lain yang telah meneladani Paulus dan rekan-rekannya. Dengan cara memperhatikan hidup mereka, maka jemaat akan meniru hal-hal baik dari mereka. Di sini, Paulus memberikan cara bagaimana meneladaninya. Perhatikanlah mereka yang telah meneladani aku sebagai contoh atau teladan bagi kamu. Hidup Paulus dalam melayani Tuhan menghasilkan sebuah transference life to others/transfer kehidupan pada orang lain. Dia memberikan influence/pengaruh dan perubahan pada hidup orang lain. Pengaruhnya sendiri adalah baik oleh karena hidup orang lain menjadi berubah kepada jalan hidup yang lebih baik.


Sebuah persuasi tidak akan efektif jika tanpa alasan kuat menyertai. Sehingga, Paulus memberikan dua alasan mengapa harus mengikuti teladannya dan rekan-rekannya. Alasan pertama, alasan perbandingan, dengan penuh tangisan Paulus menulis: “Lihatlah hidup mereka sia-sia: memusuhi Kristus, fokusnya hanyalah keinginan badaniah, hal-hal memalukan yang mereka kerjakan, hidup mereka sama seperti orang-orang dunia, dan pada akhirnya akan dibinasakan” (ayat 18-19). Seteru Salib Kristus ini dapat diartikan sebagai orang-orang yang mengaku percaya tetapi mencemarkan Injil dengan cara hidup yang asusila dan ajaran palsu. Reformasi hidup Kristen tidak lagi hidup secara daging. Rupanya di antara jemaat Filipi terdapat orang-orang yang memberi teladan salah. Mereka tidak menolak Injil dengan jalan mengandalkan usaha moral dan keagamaan mereka, sebaliknya mereka meniadakan kuasa Injil dengan menganjurkan kehidupan yang memenuhi nafsu tubuh (ayat 19). Dengan berbuat demikian, mereka hidup sebagai musuh salib Kristus (ayat 18). Lagi-lagi kehidupan Paulus adalah contoh tentang bagaimana hidup Kristen seharusnya. Apabila anugerah Tuhan telah menjamah hidup kita, pastilah hidup itu akan mengeluarkan hal-hal yang benar. Ini tulisan yang cenderung kasar dari seorang Paulus, namun ini sekaligus tulisan penuh dramatis dan emosional untuk memberikan efek kuat kepada jemaat. Lihat hidup mereka sungguh tragis, oleh karena itu ikutilah hidup kami, maka kamu akan memperoleh hidup bukan kesia-siaan atau kebinasaan. Ini sebuah ajakan penuh keberanian, kepastian dan keyakinan dari Paulus. Alasan kedua, alasan kontras, kita bukan warga dunia, bukan berasal dari dunia tetapi kita adalah warga Sorgawi, berasal dari Sorga. Paulus sengaja mengkontraskan “mereka” dan “kita”; “dunia” dan “sorga”. Kemudian, mereka yang kelihatannya hidup penuh kenikmatan dunia, suatu saat akan dibinasakan, sedangkan kita yang masih bertahan dengan tubuh fana dan menderita, akan menerima kemuliaan kelak melalui kuasa Yesus Kristus ketika Dia datang. Alasan kontras mendukung alasan perbandingan di atas dan sekaligus menguatkan ajakan Paulus.


Orang Kristen tidak lagi sebagai “warga dunia” ini; mereka telah menjadi orang asing dan pendatang di bumi (ayat 20 bnd. Rom. 8:22-24; Ibr. 13:14; 1Pet. 1:17). Dalam hal kehidupan, nilai-nilai, dan arah kita, maka tanah air kita (Indonesia) adalah tempat bagi kita untuk menterjewantahkan kehidupan yang telah kita pedomani dari prinsip-prinsip sorgawi. Warganegara sorga, dengan suatu kepastian yang kokoh, Paulus memberitahukan, bahwa jemaat Filipi adalah warga sorga yang tinggal di dunia ini (ayat 20). Keadaan jasmani kita kini bersifat sementara saja, sebab kelak kita akan diberikan tubuh surgawi yang mulia (ayat 21). Kita akan luput dari pengaruh keduniawian dengan hawa nafsunya yang membinasakan, bila kita ingat kedua kebenaran tersebut. Hiduplah sebagai warganegara sorga, bukan dunia ini. Hiduplah dalam perspektif mengharapkan kemuliaan tubuh sorgawi kita kelak, yang terpancar dalam tubuh jasmani kita kini.


Cln. Pdt. Yansen Hasibuan, STh

Menjadi seteru salib berarti kebalikan dari lambang salib. Kapan kita menjadi seteru salib? Saat mementingkan diri sendiri “…dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” (Filipi 2:4). Pada waktu kita mementingkan kebutuhan orang lain, pada waktu itu kita telah menjadi Sahabat Salib. Sebaliknya, pada saat Anda tidak memperhatikan kepentingan orang lain, pada saat itu Anda menjadi Seteru Salib. Ingat, Yesus berkorban untuk kepentingan kita; Saat menolak penderitaan, “sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya” I Petrus 2:21. Salib merupakan lambang penderitaan. Jika kita menolak untuk masuk dalam penderitaan, itu berarti kita sedang menjadi seteru salib Kristus. Ketika kita melarikan diri dari hadapan api ujian dan penderitaan, itu berarti kita sedang menempatkan diri kita sebagai seteru salib Kristus. Ingat, kita bukan hanya dipanggil untuk percaya kepada Yesus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia. Jika hari ini kita sedang berada di medan penderitaan, bersyukurlah kepada TUHAN, karena kita menjadi salah satu sahabat salib Kristus. Ciri khas seteru salib diantaranya, pada waktu dicaci maki akan balas mencaci maki, pada waktu diludahi akan balas meludahi, dan pada waktu dipukul akan balas memukul. Sebaliknya seorang sahabat salib ketika dicaci maki akan balas memberkati; ketika diludahi akan balas mengasihi; dan ketika dipukuli akan balas mengampuni. Untuk mengetahui dan membuktikan apakah kita seorang sahabat salib atau seorang seteru salib, TUHAN akan mengijinkan kita untuk melewati medan penderitaan. Di sana akan diuji dan dibuktikan siapa sebetulnya diri kita. Siapapun kita, seorang yang saleh, jujur dan hidup di dalam kebenaran seperti Ayub, tetapi pada waktu-waktu tertentu Allah akan membawa kita masuk ke padang gurun kesusahan dan penderitaan untuk membuktikan kita seorang sahabat salib atau bukan; dan Saat hidup dalam kebencian, “barangsiapa berkata, bahwa ia berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang” I Yohanes 2:9. Salib merupakan lambang kasih Allah bagi umatNya. Itulah sebabnya jika ingin menjadi sahabat salib kita harus hidup di dalam kasih. Tetapi apabila kita hidup di dalam kebencian itu berarti kita hidup sebagai seteru salib. Apabila saat ini kita membenci teman atau tetangga, segeralah mengampuni agar kita tetap berada di terangNya. Jika sampai hari ini, karena perlakuan orang tua atau keluarga yang tidak adil dan kehidupan berbangsa yang diskriminatif yang membuat kita gerah, maka fokuslah untuk mengampuni dan senantiasa bersyukur dengan hanya begitu kita dapat berpikir jernih, positif dan membangun bagi lingkungan mereka yang mendatangkan kebencian dalam hidup kita.


Pdt. Jansen Simanjuntak, STh

Teladan yang Paulus sampaikan tidak jauh beda dengan keteladanan para pemimpin orang Batak dari dahulu hingga sekarang yaitu di jolo siaduan, di tonga-tonga pangaramotion jala di pudi sipaimaon (di depan sebagai pemimpin, ditengah sebagai pengarah dan di belakang sebagai pengikut). Seluruh hidup Paulus didedikasikannya hanya untuk menjadi teladan bagi para jemaat. Pada perikop kita, Paulus berpesan kiranya jemaat Filipi agar senantiasa teguh di dalam iman mereka untuk menghadapai kemunculan para seteru salib Kristus dan yang tunduk atas kuasa “perut” mereka. Untuk ini, jemaat diingatkan berhati-hati dan jangan sampai terlena dan jatuh di dalamnya dengan mengikuti teladan Paulus yang tetap setia kepada Kristus dalam berbagai kondisi yang dihadapainya. Ingatlah, Kebiasaan dalam kehidupan kita belum tentu kebenaran, melainkan biarlah kebenaran menjadi kebiasaan untuk diteladani dalam hidup kita. Amin. (yph)


(Bahan Renungan Kebaktian Pagi di kantor Pusat HKI yang dipimpin Pdt. Jansen Simanjuntak, STh)