Tuesday, May 27, 2008

Artikel MBW Edisi Juni Juli 2008


ENAKNYA MENDAPAT TRANSFER
(Lamser Aritonang, HKI Cawang Cililitan, Editor bulletin En Theos)


Bila kita mendengar kata transfer, pikiran akan segera mengarah pada bank. Sementara bank identik dengan uang. Sehingga kata transfer otomatis berhubungan dengan uang. Apakah itu salah?
Sama sekali tidak salah! Hanya saja kasihan sekali kalau kita hanya mengaitkan transfer dengan uang. Masih banyak hal yang berhubungan dengan kata ajaib tersebut. Paling tidak ada 3 komponen lain misalnya dunia pendidikan, kerohanian/gereja dan manusia sendiri.

Dalam dunia pendidikan apa yang ditransfer? Uang? Ya, uang memang salah satu hal yang ditransfer bila kita mengingat makin banyak sekolah atau perguruan tinggi yang melayani pembayaran SPP melalui bank. Bayangkan kalau tidak ada teknologi on line di bank. Berapa panjang antrian, berapa lama menunggu serta betapa capeknya proses membayar uang sekolah. Itulah gunanya kemajuan teknologi, memudahkan dan mempercepat proses kerja. Hasilnya juga diharapkan lebih berkualitas.

Tetapi bukan uang yang paling penting ditransfer dalam dunia pendidikan! Objek yang ditransfer itu adalah ilmu pengetahuan dan pembentukan karakter anak. Itulah tugas yang disandang oleh semua pelaku pendidikan terutama oleh guru. Guru berperan membuat anak yang belum tahu menjadi tahu, memotivasi anak supaya rajin belajar dan membuat PR, mengubah anak yang bodoh menjadi pintar, mengajak anak supaya saling menghargai dengan teman-temannya dan terutama dengan orang tua.
Bagaimana proses itu berjalan? Yang pasti tidak semudah mentransfer uang yang cukup dengan menulis sejumlah uang, dan memberikan nomor rekening. Di situ diperlukan antara lain penguasaan materi pelajaran, keterampilan menjelaskan dari guru, pemahaman guru terhadap kondisi anak didiknya, konsistensi sikap dan perilaku guru , serta ketersediaan fasilitas belajar mengajar.

Di dunia kerohanian/gereja masalah transfer ini agaknya kurang disadari sehingga kurang diperhatikan. Kalau di bank yang ditranfer uang, di dunia yang ditransfer adalah ilmu pengetahuan dan karakter, maka dalam dunia kerohanian yang ditransfer tentu saja adalah iman, pengharapan dan kasih. Kita prihatin bila kebanyakan gereja lebih senang mentransfer perintah, kewajiban-kewajiban (iuran, ucapan syukur, PTB=Persembahan Tetap Bulanan), dan peraturan-peraturan.
Dunia kerohanian/gereja melakukan transfer melalui pengajaran, pelatihan, keteladanan dan ibadah seremonial. Masing-masing kita dapat melihat apakah kita mendapat pengajaran, pelatihan dan teladan yang cukup di gereja. Seperti anak sekolah yang mempunyai kurikulum, perusahaan mempunyai program rekrutmen dan pelatihan, Gereja perlu merumuskan pengajaran dan pelatihan yang sistematis. Misalnya, pengetahuan, keterampilan dan karakter apa yang minimal dimiliki oleh seorang lulusan STT sebelum menjalani masa vikariat. Demikian juga untuk tingkat sintua, pengurus lembaga kategorial, guru sekolah minggu dan naik sidi. Rasanya kita tidak dapat mengandalkan proses pengajaran hanya pada melalui khotbah sekali seminggu melalui langgatan!
Namanya juga transfer, orang yang mentransfer adalah orang yang memiliki apa yang mau ditransfer. Patut diingat bahwa yang melakukan transfer tidak harus yang paling: paling pintar, paling kaya, paling tua, paling banyak anak, paling tinggi pendidikan, paling senior, dsb. Karena biasanya yang dianggap berhak mentransfer hanyalah kalangan pendeta, guru jemaat, sintua dan majelis. Kasihan sekali mereka dituntut untuk memberikan yang belum tentu mereka miliki! Kondisi ini akan menempatkan semua pihak dalam posisi susah. Bukan saja karena susah mencari orang yang serba paling tersebut, tetapi juga tidak mendukung pertumbuhan jemaat. Karena bisa saja ada seseorang yang ahli di bidang keuangan di kantornya, tidak dapat berbuat apa-apa untuk mengurus keuangan jemaat hanya karena dia belum sintua, misalnya.
Bentuk transfer yang lain adalah transfer dalam bentuk manusia. Contohnya, kalangan pendeta menghadapi kemungkinan transfer setiap periode. Contoh lain, anak sekolah yang telah lulus merantau ke Jakarta lalu menjadi anggota di salah satu gereja. Inilah transfer yang paling menguntungkan sepanjang orang tersebut benar-benar berkualitas. Dari segi kerohanian dia punya iman, pengharapan dan kasih. Dia berkarakter bagus dan mau melayani. Apalagi bila dia juga mempunyai pekerjaan yang memungkinkan dia bisa memberikan sumbangan keuangan untuk kebutuhan pelayanan.
Sampai detik ini, belum pernah ditemukan ada orang mendapat transfer uang tetapi mengeluh. Kalaupun mengeluh, mungkin karena transfernya kurang banyak saja jumlah nol di belakang. Demikian juga kiranya kalau transfer ilmu pengetahuan, iman, pengharapan, kasih, karakter dan transfer orang berkualitas terjadi di satu gereja, atau antar gereja HKI. Jangan sampai salah alamat, kita mentransfer ke gereja lain padahal gereja HKI masih sangat membutuhkan.
Kalau transfer berjalan dengan baik dan teratur tentulah mendatangkan dampak positif. Melalu transfer akan terbangun kedewasaan rohani, kepedulian sosial, kecerdasan dan pemerataan kehidupan. Melalui transfer akan tercipta hubungan saling menolong antara pihak-pihak yang saling terlibat. Transfer menghilangkan kecemburuan, menghilangkan kemiskinan serta menghilangkan egoisme dan kesombongan.