HARI KENAIKAN TUHAN YESUS SEBAGAI
HARI RAYA SEPI KRISTEN DAN RELEVANSIYA DENGAN KITA
Pdt. Firman Sibarani, M.Th
(Pendeta HKI di Resort Medan I).
HARI RAYA SEPI KRISTEN DAN RELEVANSIYA DENGAN KITA
Pdt. Firman Sibarani, M.Th
(Pendeta HKI di Resort Medan I).
1. Hari Raya Kenaikan Yang Sepi, Itu Alkitabiah
Hari Raya kenaikan Tuhan Yesus ke sorga adalah hari raya kristen yang paling sepi sepanjang sejarah. Memang hari raya itu adalah hari raya sepi. Itu Alkitabiah. Peristiwa kenaikan Tuhan Yesus itu adalah peristiwa sepi. Kenapa? Pertama, kenaikan itu terjadi di tempat sepi, persisnya di bukit Zaitun (Kis 1 :12 ) dekat desa Batania (Luk 24 : 50). Kedua, orang yang turut dalam peristiwa itu sangat sedikit, hanya murid-murid Yesus (Luk 24 : 36,50). Ketiga, kenaikan itu adalah perpisahan antara Yesus dengan murid-muridnya. Di Lukas 24 : 51 dikatakan : " Ketika Yesus sedang memberikati mereka, ia berpisah dengan mereka dan terangkat ke sorga".
2. Hari Raya Kenaikan Yang Sepi Itu Membuat Hidup Sangat Bersukacita
Jangan kita lupa, sukacita dapat kita miliki bukan hanya dari ibadah yang meriah, ramai, lagu-lagu dengan instrument yang hidup-hidup, khotbah yang berapi-api. Hidup yang sangat bersukacita dapat kita miliki dari keadaan sepi yang kita buat sebagai ibadah atau dari ibadah yang kita buat sepi. Keadaan sepi pada kenaikan Tuhan Yesus menjadi ibadah yang sepi bagi murid-muridnya, yang membuat mereka sangat bersukacita. Di Lukas 24 : 52 diberitahukan : "Mereka sujud menyembah kepada-Nya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita". Dalam ibadah yang sepi itu mereka dapat eling kepada Tuhan. Mereka dapat mengingat, menghayati dengan baik dan percaya pada Firman Tuhan, khususnya akan apa yang telah dikatakan Tuhan Yesus sebelum ia naik ke sorga, yaitu : "Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu : Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapaku, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku" ( Yoh 14 : 28 ). Dalam ibadah kenaikan yang sepi itu para murid memahami dan mempercayai bahwa Yesus pergi untuk menyediakan tempat bagi mereka di sorga dan akan datang membawa mereka kesana (Bnd Yoh 14 :1 – 3). Pemahaman dan iman dari ibadah sepi itu membuat hidup mereka sangat bersukacita.
Jangan kita lupa, sukacita dapat kita miliki bukan hanya dari ibadah yang meriah, ramai, lagu-lagu dengan instrument yang hidup-hidup, khotbah yang berapi-api. Hidup yang sangat bersukacita dapat kita miliki dari keadaan sepi yang kita buat sebagai ibadah atau dari ibadah yang kita buat sepi. Keadaan sepi pada kenaikan Tuhan Yesus menjadi ibadah yang sepi bagi murid-muridnya, yang membuat mereka sangat bersukacita. Di Lukas 24 : 52 diberitahukan : "Mereka sujud menyembah kepada-Nya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat bersukacita". Dalam ibadah yang sepi itu mereka dapat eling kepada Tuhan. Mereka dapat mengingat, menghayati dengan baik dan percaya pada Firman Tuhan, khususnya akan apa yang telah dikatakan Tuhan Yesus sebelum ia naik ke sorga, yaitu : "Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu : Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapaku, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku" ( Yoh 14 : 28 ). Dalam ibadah kenaikan yang sepi itu para murid memahami dan mempercayai bahwa Yesus pergi untuk menyediakan tempat bagi mereka di sorga dan akan datang membawa mereka kesana (Bnd Yoh 14 :1 – 3). Pemahaman dan iman dari ibadah sepi itu membuat hidup mereka sangat bersukacita.
3. Hari Raya Kenaikan Yang Sepi Itu Melahirkan Keinsafan Akan Misi
Setelah peristiwa Kenaikan yang sepi itu, lahir keinsafan akan misi memberitakan Injil dalam diri murid-murid Yesus. Tak dapat dipungkiri,
keinsafan itu lahir dari perenungan mereka akan Firman Tuhan (bnd. Luk 2 : 19) dalam ibadah yang sepi di tempat dan keadaan yang sepi. Ketika murid-murid menatap ke langit waktu Yesus naik, tiba-tiba dua orang yang berpakaian putih berdiri dekat mereka, dan berkata : "Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga" (Kis 1 : 10 – 11; bnd. Luk 21 : 27). Segera sesudah itu murid-murid kembali ke Yerusalem dan menanti-nantikan kedatangan Roh Kudus menyertai mereka dalam misi memberitakan Injil. Hal ini mereka lakukan sesaat setelah mereka memahami dan insaf akan apa yang telah dikatakan Yesus untuk mereka lakukan, yakni misi memberitakan Injil (Yoh 15 : 26 ; 16 :7; Luk 24 : 49; bnd. Kis.1:15ff) ]
Setelah peristiwa Kenaikan yang sepi itu, lahir keinsafan akan misi memberitakan Injil dalam diri murid-murid Yesus. Tak dapat dipungkiri,
keinsafan itu lahir dari perenungan mereka akan Firman Tuhan (bnd. Luk 2 : 19) dalam ibadah yang sepi di tempat dan keadaan yang sepi. Ketika murid-murid menatap ke langit waktu Yesus naik, tiba-tiba dua orang yang berpakaian putih berdiri dekat mereka, dan berkata : "Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga" (Kis 1 : 10 – 11; bnd. Luk 21 : 27). Segera sesudah itu murid-murid kembali ke Yerusalem dan menanti-nantikan kedatangan Roh Kudus menyertai mereka dalam misi memberitakan Injil. Hal ini mereka lakukan sesaat setelah mereka memahami dan insaf akan apa yang telah dikatakan Yesus untuk mereka lakukan, yakni misi memberitakan Injil (Yoh 15 : 26 ; 16 :7; Luk 24 : 49; bnd. Kis.1:15ff) ]
4. Relevansi Hari Raya Kenaikan Yang Sepi Itu Dengan Kita
a. Baiklah Hari Kenaikan Yesus menjadi hari raya sepi kristen. Tetapi sepi bukan kerena kita tidak respon, tidak peduli atau karena malas merayakan, melainkan karena sungguh-sungguh merayakannya dalam keadaan sepi atau dengan ibadah yang sepi. Hari raya sepi ini dapat kita laksanakan dengan menyepi tetapi bukan harus sendiri dan menyendiri, entah di gereja, di rumah, di bukit atau di tempat sepi lainnya. Hari raya kenaikan ini tidak perlu dengan ibadah yang meriah. Dan setelah ibadah, hari raya itu tidak perlu di isi dengan kegiatan lain yang meriah. Sehariannya biarlah sepi. Ingatlah, bahwa sepulang dari peristiwa kenaikan Yesus, para murid kembali ke Yerusalem. Mereka berkumpul bersama beberapa perempuan pengikut Yesus dan saudara-saudara Yesus di ruang atas sebuah rumah. Mereka bertekun dalam doa (Kis 1 : 12 – 14). Maka baiklah kita secara pribadi atau sekeluarga suka bertekun dalam doa, dan bersukacita menyanyikan koor walau yang mendengar hanya Tuhan.
a. Baiklah Hari Kenaikan Yesus menjadi hari raya sepi kristen. Tetapi sepi bukan kerena kita tidak respon, tidak peduli atau karena malas merayakan, melainkan karena sungguh-sungguh merayakannya dalam keadaan sepi atau dengan ibadah yang sepi. Hari raya sepi ini dapat kita laksanakan dengan menyepi tetapi bukan harus sendiri dan menyendiri, entah di gereja, di rumah, di bukit atau di tempat sepi lainnya. Hari raya kenaikan ini tidak perlu dengan ibadah yang meriah. Dan setelah ibadah, hari raya itu tidak perlu di isi dengan kegiatan lain yang meriah. Sehariannya biarlah sepi. Ingatlah, bahwa sepulang dari peristiwa kenaikan Yesus, para murid kembali ke Yerusalem. Mereka berkumpul bersama beberapa perempuan pengikut Yesus dan saudara-saudara Yesus di ruang atas sebuah rumah. Mereka bertekun dalam doa (Kis 1 : 12 – 14). Maka baiklah kita secara pribadi atau sekeluarga suka bertekun dalam doa, dan bersukacita menyanyikan koor walau yang mendengar hanya Tuhan.
b. Belakangan ini bermunculan kelompok-kelompok kristen yang mengadakan kebaktian di rumah-rumah, ruko, gedung-gedung besar seperti Plaza dengan ibadah yang selalu meriah. Mereka menggunakan lagu-lagu dengan instrument yang hidup-hidup, khotbah yang berapi-api. Banyak warga gereja-gereja tradisional (main stream) terutama muda-mudi mengikutinya. Mereka merasa tertarik dan bersukacita. Namun, harus dikatakan bahwa sukacita sejati atau sukacita penuh tidak dapat kita peroleh hanya dengan ibadah yang selalu meriah, dengan lagu-lagu dan instrument yang hidup-hidup dan dengan khotbah yang selalu berapi-api, tetapi juga dengan ibadah yang sepi. Didalam diri kita ada ruang meriah, ada juga ruang sepi. Sentuhan meriah dibutuhkan demikian juga sentuhan sepi. Karena itu tidak semua hari raya adalah meriah dan harus meriah. Ada hari raya sepi dan harus sepi demi makna, demi sukacita sejati, seperti hari raya kenaikan Tuhan Yesus.
c. Kehidupan kita sekarang ini dipenuhi dengan hari-hari raya yang meriah. Disamping hari-hari raya kristen, ada hari-hari raya masyarakat, yaitu Bona Taon, Ujung Taon, Ulang Taon Parsahutaon, Parmargaon, Parsarikkaton (STM) dan lain sebagainya. Semua berlomba ramai dan meriah. Benar ada banyak hal yang baik di sana, tetapi ada yang membuat tidak baik dan berbahaya. Apa itu? Hari-hari raya meriah itu sendiri dan kemeriahannya menjadi "Ultimate Meaning" (nilai tertinggi) dan "Ultimate Goal" (tujuan utama dan akhir). Ya, kemeriahan pesta-pesta gereja, Sinode bahkan Jubileum yang diperkosa (yang sebenarnya hari raya pembebasan dengan memberi uang kepada warga yang miskin dan menderita sesuai Imamat 25 tetapi telah merupakan hari raya meminta uang, juga dari warga yang miskin dan menderita) menjadi Ultimate Meaning dan Ultimate Goal. Semua misi menjadi
proses demi mencapai kemeriahan pesta. Arti, makna dan tujuan sebenarnya terkorbankan demi kemeriahan.
proses demi mencapai kemeriahan pesta. Arti, makna dan tujuan sebenarnya terkorbankan demi kemeriahan.
Dalam mencapai ultimate meaning dan ultimate goal seperti disebut tadi biasanya sepi doa dan sepi perenungan. Oleh karena itu sangat relevan, kena mengena dengan kita selalu mengadakan doa sepi bukan sepi doa, mengadakan banyak perenungan sepi bukan sepi perenungan. Dalam doa dan perenungan sepi itulah kita dapat menemukan dan menyadari sesuatu misi yang bermanfaat bagi kehidupan warga jemaat, baik kehidupan rohani, ekonomi, budaya, politik maupun kehidupan lainnya.
Khusus dengan ibadah hari raya kenaikan yang sepi, kita menemukan paling tidak dua titik berat. Pertama adalah apa yang akan kita lakukan untuk Tuhan, yakni menaati Dia untuk memberitakan Injil. Kedua adalah apa yang akan kita lakukan untuk manusia dengan keluar dari egoisme kepada memikirkan kepentingan orang lain, keluar dari eksklusivisme untuk menjadi "Saksi" Kristus bagi orang lain.