Merancang Pelayanan Khusus Jemaat Buruh
Oleh Eliakim Sitorus
Oleh Eliakim Sitorus
Pada tanggal 14 dan 15 April 2008, telah dilangsungkan pelatihan dan lokakarya tentang pelayanan bagi buruh untuk para pendeta dan majelis gereja-gereja anggota UEM di Batam. Pelatihan ini merupakan kerjasama antara Program Konsultansi KPKC Sekber UEM dengan Perkumpulan Satu Dalam Misi (PSDM).
Lokalatih ini bertujuan untuk mempertemukan persepsi yang mungkin berbeda dan beragam di kalangan hamba Tuhan di gereja-gereja anggota UEM tentang pentingnya pelayanan bagi warga jemaat yang berprofesi sebagai buruh pabrik industri. Lalu jika persepsi itu sudah relatif sama, pada gilirannya boleh meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pelayanan gereja bagi warganya. Tujuan lainnya adalah mendorong para pendeta dan majelis agar sudi bekerja sama dan sama-sama bekerja melayani umat gereja yang mayoritas adalah buruh di Batam. Program bisa saja berbagai jenis, demikian juga metode penerapannya, tidak harus seragam. Itu tergantung kepada kreativitas masing-masing.
Lokalatih ini bertujuan untuk mempertemukan persepsi yang mungkin berbeda dan beragam di kalangan hamba Tuhan di gereja-gereja anggota UEM tentang pentingnya pelayanan bagi warga jemaat yang berprofesi sebagai buruh pabrik industri. Lalu jika persepsi itu sudah relatif sama, pada gilirannya boleh meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pelayanan gereja bagi warganya. Tujuan lainnya adalah mendorong para pendeta dan majelis agar sudi bekerja sama dan sama-sama bekerja melayani umat gereja yang mayoritas adalah buruh di Batam. Program bisa saja berbagai jenis, demikian juga metode penerapannya, tidak harus seragam. Itu tergantung kepada kreativitas masing-masing.
Adalah sangat tidak masuk akal, apabila warga jemaat kita di Batam mayoritas kerja sebagai buruh dan sektor informal, namun gereja kita tidak punya perhatian sama sekali terharap dinamika kehidupan perburuhan di Batam. Dengan bahasa lain, kita hanya perduli apa yang disampaikan oleh jemaat kepada gereja, sementara gereja tidak perduli apa yang hendak diberikannya kepada umat. Tidak perlu menyebut Gereja Buruh, jika memang tidak ada program khusus pelayanan bagi kaum buruh.
Sebanyak 80 orang pendeta dan pertua, sintua, syamas, guru huria juga diakones dari gereja HKBP, GKPI, HKI, GKPS, GBKP, BNKP, GKPA dan GKPPD yang ada di Batam hadir ambil bagian dalam pelatihan ini. Tampil sebagai pelatih pada hari pertama adalah Pdt. Gomar Gultom, MTh, Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia PGI Jakarta. Pdt. Gomar dengan tegas menandaskan:"Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh buruh seperti pengupahan, kondisi keselamatan kerja di pabrik, jaminan sosial tenaga kerja dan sebagainya, tidak semata-mata hanya urusan perusahaan dan pemerintah, melainkan juga urusan gereja". Mengapa? Sebab gereja diutus ke dunia untuk turut serta membenahi kondisi manusia yang kurang baik. (Bandingkan dengan Lukas 4: 18 – 19).
Mengorganisir Potensi Jemaat
Karena itu jika gereja yang jemaatnya adalah buruh di pabrik industri di kawasan
perkotaan atau desa, tetapi gereja tersebut tidak menaruh perhatian atas sistem pengupahan yang timpang bagi para buruh, kondisi keselamatan dan keamanan pekerja, maka bisa dikatakan bahwa gereja tersebut melawan hakekatnya.
Gereja terpanggil untuk melakukan tugas suruhan melakukan advokasi (pembelaan) hak-hak buruh, konseling (mendengar dan menguatkan) juga konsultasi berbagai permaasalahan yang dihadapi buruh dalam kehidupannya sehari-hari. Di akhir sesinya, Pdt. Gomar, yang menulis tugas akhir untuk magisternya di STT Jakarta tentang pelayanan gereja terhadap buruh, merekomendasikan gereja-gereja anggota UEM di Batam menata ulang makna panggilan di tengah komunitas yang lemah. Perumusan ulang tidak harus menantikan ada gerakan di tingkat nasional atau sinodal. Gereja-gereja di Batam yang ditempatkan di tengah kondisi Batam selaku pulau kota yang kompleks bisa saja merumuskan ulang makna panggilannya (koinonia, marturia dan diakonia).
Karena itu jika gereja yang jemaatnya adalah buruh di pabrik industri di kawasan
perkotaan atau desa, tetapi gereja tersebut tidak menaruh perhatian atas sistem pengupahan yang timpang bagi para buruh, kondisi keselamatan dan keamanan pekerja, maka bisa dikatakan bahwa gereja tersebut melawan hakekatnya.
Gereja terpanggil untuk melakukan tugas suruhan melakukan advokasi (pembelaan) hak-hak buruh, konseling (mendengar dan menguatkan) juga konsultasi berbagai permaasalahan yang dihadapi buruh dalam kehidupannya sehari-hari. Di akhir sesinya, Pdt. Gomar, yang menulis tugas akhir untuk magisternya di STT Jakarta tentang pelayanan gereja terhadap buruh, merekomendasikan gereja-gereja anggota UEM di Batam menata ulang makna panggilan di tengah komunitas yang lemah. Perumusan ulang tidak harus menantikan ada gerakan di tingkat nasional atau sinodal. Gereja-gereja di Batam yang ditempatkan di tengah kondisi Batam selaku pulau kota yang kompleks bisa saja merumuskan ulang makna panggilannya (koinonia, marturia dan diakonia).
Apabila kita mendorong gereja sebagai institusi agama, persekutuan orang Kristen agar melakukan advokasi, konseling dan konsultasi bagi umat ang berlatar belakang mata pencaharian sebagai buruh dan sektor informal, bukan berarti pendeta atau para majelis menjadi pengacara, atau semua akan menjadi konsultan dan konselor, melainkan mengorganisir potensi yang ada di jemaat. Bukankah gereja kita punya jemaat yang bekerja sebagai lawyer/penasehat hukum, atau pegawai dinas tenaga kerja dan sebagainya. Tentu gereja kita juga ada yang pengusaha, maka kita ajaklah dia bermitra dengan kita dalam pengembangan kapasitas burunnya yang adalah warga jemaat geeja kita. Potensi itulah yang harus diketahui oleh pendeta dan majelis, lalu mengorganisirnya hingga bisa menjadi program pelayanan khusus yang tangguh bagi buruh.
Ini bukan tugas tambahan sebagai pelayan di gereja, melainkan tugas yang terintegrasi dengan yang lain dalam tri tugas panggilan gereja. Yang perlu diatur lebih jauh adalah pembagian tugas di antara majelis dan pendeta. Jangan semua pekerjaan di geeja hendak diborong oleh pendeta.
Senada dengan itu, dua pembicara selanjutnya yakni Surani Sihombing dan Immanuel Purba tampil bersamaan dalam sesi diskusi panel. Surani adalah seorang buruh, aktif di Punguan Naposo Bulung (PNB) HKI, sedang Immanuel kerja sebagai pengurus serikat buruh, dan melayani sebagai pertua di GBKP. Dengan mensitir teks Lukas 4 ayat 18 – 19, Surani berharap gereja memberitakan kabar baik bagi buruh ("Beritakan Kabar Baik itu Kepada Kami"). Dia mengeksplorasi berbagai penderitaan kaum buruh di Batam. Kalau dulu Batam mungkin pernah dianggap sebagai tujuan empuk mencari pekerjaan, sekarang sudah lain. Di Batampun bertabur pengangguran, sebab sistem kontrak (out sourching) yang diijinkan oleh Pemerintah Indonesia lewat UU NO. 13 tahun 2003, membuat banyak buruh kehilangan pekerjaannya dalam waktu tak terduga. Pertua Immanuel Purba pun menyampaikan segudang permasalahan yang menghimpit kaum buruh yang bekerja di Batam. Buruh butuh pertolongan dan pendampingan. Salah satu kunci menoling buruh, sebenarnya adalah masuk serikat buruh atau serikat pekerja.
Merancang Program Bersama
Sebagaimana sudah diketahui, bahwa sesungguhnya pimpinan gereja kita di UEM sudah menyepakati berdirinya Perkumpulan Satu Dalam Misi (PSDM) menjadi satu wadah bersama dalam pelayanan kepada buruh. Namun selama dua tahun ini, kurang lancar. Banyak faktor yang menjadi kendala dan hambatan. Karena itu pada sesi ketiga, tampillah Ketua dan Sekretaris Badan Pengurus PSDM, Pdt. Rudi Sembiring (GBKP) dan Donald Manalu (GKPI) memaparkan apa, siapa dan bagaimana PSDM.
Sebagaimana sudah diketahui, bahwa sesungguhnya pimpinan gereja kita di UEM sudah menyepakati berdirinya Perkumpulan Satu Dalam Misi (PSDM) menjadi satu wadah bersama dalam pelayanan kepada buruh. Namun selama dua tahun ini, kurang lancar. Banyak faktor yang menjadi kendala dan hambatan. Karena itu pada sesi ketiga, tampillah Ketua dan Sekretaris Badan Pengurus PSDM, Pdt. Rudi Sembiring (GBKP) dan Donald Manalu (GKPI) memaparkan apa, siapa dan bagaimana PSDM.
Betul ada banyak kelemahan dalam perjalanannya, tetapi sesungguhnya diyakini bahwa PSDM bisa menjadi alat yang kuat, yang bisa digunakan gereja-gereja dalam pengembangan pelayanan bagi jemaat berprofesi sebagai buruh di Batam. Salah satu butir rekomendasi Konsultasi Internasional ke-4 UEM tentang JPIC yang diadakan di Batam pada tanggal 10 – 17 Pebruari 2008 lalu, adalah anjuran agar gereja mendukung kegiatan PSDM. Rekomendasi itu cukup kuat gaungnya, sebab sebagaimana disampaikan oleh Ketua PSDM, peserta konsultasi dari tiga benua (Asia, Afrika dan Jerman/Eropah) itu menilai keberhasilan PSDM sebagai panitia pelaksana konsultasi. Artinya bisa mengorganisir pertemuan selevel nternasional, maka tidak diragukan lagi bisa mengorganisir pelayanan tingkat lokal Batam. Masalah utama di sini adalah komitmen.
Yang kedua, dana. Patut saya catat, bahwa pada hari kedua, tinggal 63 orang yang hadir. Yang lain tidak datang lagi. Padahal hari kedua inilah lokakarya di mana akan dirancang program secara bersama-sama atau sendiri-sendiri. Memang sesuai usul utusan gereja, saat merancang kegiatan lokalatih ini, peserta tidak menginap. Alasannya karena mereka harus melayani di gereja dan jemaat pada malam hari.
Sesi pertama pagi hari kedua ini adalah sharing dari Pdt. Martongo Sitinjak. Dia melayani di HKBP Singapura, yang banyak melakukan pelayanan dan pendampingan kepada migrant workers di Klang atau Malaka, Malaysia selama ini. Mendengar dan mengetahui, sebagai perbandingan, bagaimana gereja lain di tempat lain (termasuk luar negeri), melakukan pelayanan khusus bagi pekerja, adalah modal untuk membenahi pelayanan gereja kita bagi umat yang kerja sebagai buruh. Kunci utamanya, menurut Pdt. Sitinjak adalah kerja sama. Itulah yang membuahkan banyak buruh non Kristen yang datang dari luar negeri ke Malaysia akhirnya memutuskan memilih Yesus, sebagai buah pelayanan bersama gereja-gereja di Malaysia. Kerja sama, itulah intinya.
Segera setelah itu, saya memandu sesi lokakarya. Peserta dibagi menjadi empat kelompok, setiap kelompok membahas pertanyaan pemandu yang sudah saya siapkan. Setelah diskusi yang sangat menarik di setiap kelompok, maka dihimpun dalam sesi pleno. Dari situlah dirumuskan berbagai program strategis untuk dilakukan oleh gereja-gereja secara bersama melalui PSDM dan sendiri-sendiri di jemaat-jemaat masing-masing. Kita berbangga hati, bahwa di antara gereja-gereja Sekber UEM di Batam, yang telah menyediakan pendeta khusus pelayanan buruh adalah GKPS dan GKPI. Ini pun sesungguhnya direkomendasikan oleh Konsultasi JPIC UEM yang lalu.
Kiranya, setelah training dan workshop tentang pembangunan program pelayanan khusus bagi jemaat buruh ini, para pelayan gereja kita di Batam semakin bergairah melakukan tugas panggilan, melayani Tuhan, bukan untuk dilayani umat. Saya percaya jika pelayanan kepada buruh (program advokasi, konseling dan konsultasi) bisa dijalankan dengan baik, maka warga jemaat kita tidak akan suka lagi pergi berkelana mengikuti ibadah ke gereja-gereja lain. Kita buat mereka enjoy atau at home di gereja kita. Semoga. (*)
Penulis, adalah Konsultan JPIC untuk gereja-gereja anggota Sekber UEM.