Tuesday, September 28, 2010

Ev. Ulangan 4:1-10 (Minggu, 7 November 2010: 23 Set Trinitatis)

Pengantar oleh Pdt. DR. Langsung Sitorus, MTh

Kitab Ulangan ditulis jauh sesudah Musa meninggal, meskipun banyak yang beranggapan Kitab ini ditulis oleh Musa sendiri untuk mempertahankan keaslian dari beberapa isi yang memang disampaikan oleh Musa sendiri. Namun secara keseluruhan Kitab Ulangan tidak mungkin ditulis oleh Musa, hal ini diperkuat dari keterangan yang dapat diperoleh dalam pasalnya yang ke 34 dalam Kitab Ulangan. Maka, tidaklah mungkin orang yang sudah mati kemudian dapat menulis riwayat tentang kematiannya sendiri. Harus diakui memang bahwa hukum-hukum yang terdapat dalam Kitab Ulangan dapat ditelusuri merupakan hukum-hukum yang diaturkan oleh Musa sendiri. Penting untuk diketahui agar iman kita dikuatkan bahwa kita tidak setuju dengan pendapat ahli Kritik Sastra dan atau para penafsir Historis yang menyatakan Kitab Ulangan secara keseluruhan adalah merupakan produk dari abad masa kerajaan, yakni zaman sebelum Raja Yosia.


Para ahli agama sebelum masa Raja Yosia bekerja untuk mengumpulkan benang-benang tradisi yang hidup dikalangan Israel dan kemudian membuat pengantarnya serta mengdokumenkan hukum-hukum itu dan menyusun akhir dari kisah yang kemudian menjadi satu kesatuan kitab. Tentu semua ini sangat diperlukan pada zaman kerajaan sehingga ada pelengkap yang utuh untuk Kitab Keluaran maupun bagian dari karya Yahwis dan Elohis pada Kitab Kejadian. Kita mengetahui penulisan Kitab Ulangan (Deutronomis) berada pada masa zaman setelah pembuangan dan dikembangkan oleh kaum teolog dan atau para imam yang kemudian menghasilkan Kitab Imamat. Kita bisa menemukan dalam Kitab Imamat ada hukum-hukum yang bisa ditelusuri hingga zaman Musa, walaupun ditulis setelah pembuangan di zaman Ezra dan Nehemia.


Ulangan 4 ditulis dengan kalimat langsung dari Musa, sehingga kita dapat meraskan bahwa yang itu adalah suara dan perkataan Musa sendiri yang menasehati umatnya Israel. Orang bisa mengatakan, “demikianlah yang dinasehatkan Musa dulu”, atau demikianlah redaktur menulis dan merekonstruksi ucapan Musa. Sehingga ucapan-ucapan Musa dalam Kitab Ulangan dapat memperkuat bahwa Musalah penulisnya. Kita percaya bahwa penulis Kitab Ulangan di zaman kerajaan sebelum Raja Yosia mencoba seobjektif mungkin mendokumenkan bagaimana Musa menasehatkan tentang hukum-hukum dan ketetapan Allah bagi bangs Israel. Tidak ada ditemui naskah lain yang dapat menggugatnya, sehingga oleh gereja-gereja saat ini bisa percaya bahwa Kitab Ulangan adalah ucapan Musa yang ditulis oleh Deutronomis.


Bagi kita saat ini, yang penting bukan siapa penulis atau siapa yang menasehatkannya, namun yang lebih penting adalah apa isi dari nasehat itu. Mari kita cari pesan dari nasehat yang terdapat dalam nats ini.


Hasudungan

Pesan Allah kepada kita agar memelihara ketetapan-ketetapan dan hukum-hukum Allah agar kita hidup bijaksana


Pdt. E. Manullang, STh

Agar kita mengingat hukum-hukum Allah, seperti yang telah dinyatakan kepada Musa di Gunung Sinai (Keluaran 20 dan Ulangan 5). Khususnya hukum untuk mengasihi Tuhan Allah seperti mengasihi diri sendiri.


Pdt. M. Lumban Gaol, STh

Saya lebih tertarik dari ayat ke sembilan, adanya perintah bagi setiap generasi untuk meneruskan setiap hukum dan ketetapan Tuhan ke generasi demi generasi. Hukum dan ketetapan Tuhan tidak hanya perlu diketahui oleh satu generasi saja, melainkan oleh setiap generasi yang ada. Hal ini tentunya berangkat dari tengah-tengah keluarga, orangtua terhadap anak-anaknya. Oleh karena itu, di dalam ayat ketiga juga diingatkan peristiwa baal peor (Bilangan 25), bagaimana perlakuan Allah pada bangsa Israel waktu itu untuk kemudian menjadi pelajaran bagi generasi Isreal berikutnya agar tidak mengulangi kesalahan dan dosa yang dilakukan nenek moyang mereka.


Pdt. MOS. Siahaan, STh

Perintah untuk tidak melupakan ketetapan Tuhan dan meninggalkannya, serta mewariskannya kepada anak cucu kita dalam bentuk pengajaran tentang kehidupan beriman kepada Allah.


Pdt. DR. Langsung Sitorus, MTh

Ada beberapa kata kunci yang perlu untuk kita renungkan dan menjadi pengajaran bagi kita saat ini: 1) Kata waktu sekarang (ayat 1), mulai dari pasal 1 hingga 3, kita menemukan tidak ada peraturan dan hukum-hukum yang disampaikan kepada bangsa Israel. Semua berpautan dengan sejarah yang telah dilewati bangsa Israel. Melihat sejarah itu, maka dinyatakan kepada Israel sekarang! Sekarang memiliki arti waktu kita menghirup udara/nafas, di sini dan saat ini, now. Tuhan menuntut dari kita waktu sekarang, yakni apa yang seharusnya kita lakukan sekarang untuk Tuhan. 2) Dengarlah, mendenar memiliki arti apa yang ditangkap telinga, kemudian masuk ke dalam hati dan pikiran untuk diserap, direnungkan dan dikelola, yang seterusnya tampak dalam wujud tindakan, perbuatan dengan memilah dan memilih yang baik dari yang jahat. Termasuk menambah dan mengurangi pernyataan Allah (ayat 2). 3) Ketetapan dan Peraturan, mulai dari pasal ke 5 dalam Kitab Ulangan diuraikan dan dipaparkan mengenai ketetapan dan hukum-hukum Allah. Hampir semua merupakan hukum dan ketetapan yang masih relevan hingga saat sekarang ini. Dimulai dengan ke sepuluh perintah Tuhan, sama seperti yang terdapat dalam Keluaran 20, hanya latar belakang yang berbeda antara Keluaran dan Ulangan. Ke sepuluh perintah Tuhan itu adalah induk dari semua hukum-hukum Tuhan. Sedangkan hukum-hukum yang disebutkan selanjutnya merupakan jabaran-jabarannya mengenai kehidupan manusia. Orang Yahudi bahkan menjabarkan lebih detail lagi dan puncaknya adalah kedatangan Mesias yang telah digenapi Yesus Kristus. Misalnya, halakah atau jalan (jihad) adalah salah satu penjabaran dari kesepuluh perintah Tuhan. Tetapi orang Kristen menjabarkannya menjadi dua y.i. “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu; Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Matius 22-37-40). Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk menjabarkan ke 10 perintahNya, namun bukan untuk menambah atau menguranginya. “…ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu..” (Matius 28:20). 4) Tanah yang akan didiami, kehidupan kita buka hanya sekedar apa yang ada pada dan untuk diri kita sendiri, bukan soal waktu yang kita rasakan, tetapi lebih besar dari itu semua, yakni tentang bangsa yang kita diami. Beragama tidak hanya berteori dan tidak hanya menyusun peraturan-peraturan untuk agama itu sendiri, melainkan juga harus berhubungan dengan masalah kehidupan bangsa. Negeri yang Allah berikan bagi bangsa Israel adalah negeri yang tidak subur, bebatuan, padang pasir, gersang dan airpun tidak ada. Sangat jauh berbeda dengan negeri yang saat ini kita diami. Akan tetapi, malah negeri ini yang tidak mampu menerapkan peraturan yang adil, benar dan baik. Di Israel peraturan merupakan pertarungan hidup dan mati. 5) Jangan menambahi dan mengurangi (ayat 2), ini dinyatakan karena penulisan Kitab Ulangan masih di masa Perjanjian Lama yang belum ditemukan naskah-naskah lain seperti Kitab Nabi-nabi dan Injil. Orang Israel Utara tidak mengakui dan memakai Kitab Suci selain dari 5 Kitab Musa, sedangkan kitab-kitab lainnya dianggap tidak dianggap bagian dari Kitab Suci; Orang Yahudi tidak menerima Injil sebagai Kitab Suci mereka, hanya kitab-kitab dalam Perjanjian Lama yang dianggap sebagai Kitab Suci; Orang Kristen (protestan) tidak mengakui Kitab Deutrokanonika sebagai Kitab Suci, meskipun Katolik mengakui dan memakainya sebagai Kitab Suci mereka; dan Kristen bersama Katolik tidak mengakui Kitab Suci Gereja Mormon yang berisikan tulisan-tulisan hasil mimpi dari para imam mereka. Melihat kenyataan ini, setiap kelompok agama memiliki cara dan hasil penjabaran tersendiri mengenai perintah Tuhan, dengan kebenaranya masing-masing. Semua mengatakan bahwa mereka tidak menambahi perintah Tuhan. Lalu jika begitu apa sesungguhnya arti dari jangan menambahi yang disampaikan Musa ini? Sesungguhnya yang dimaksudkan adalah jangan menambahi inti dari ketetapan dan ajaran yang Tuhan telah berikan. Misalnya, ketetapan untuk mengasihi Tuhan Allah, tidak dibenarkan jika kemudian ditambahkan dengan dibenarkannya membunuh atau menyakiti manusia lainnya untuk dan atas nama Tuhan. Dan sebaliknya, tidak dibenarkan untuk mengasihi manusia, kemudian melawan perintah Tuhan. Banyak juga tindakan-tindakan yang berusaha mengurai ketetapan perintah Tuhan, misalnya ada gereja yang tidak mengikutsertakan “turun ke dalam kerajaan maut” dalam pengakuan iman rasulinya. Begitu juga para pengarang dogmatis yang membenarkan membaptis orang yang sudah dibaptis, itu berarti mereka telah mengurangi wibawa dan kuasa Sabda Tuhan pada pembaptisan pertama orang itu. Begitu juga jika diantara kita ada yang menganggap dan berpikir bahwa dengan amal dan kesalehannya akan menyelamatkannya dan peroleh hidup yang kekal di Surga, juga telah mengurangi ketetapan perintah Tuhan. Sebab kesalehan dan amal hanya berguna untuk mengasihi sesama manusia, sedangkan untuk memperoleh kehidupan yang kekal hanya di dalam Anugerah dari Allah. Maka, bukan soal menambahi dan mengurangi tulisannya, melainkan dinasehatkan kepada kita untuk tidak menambahi dan mengurangi inti dari ketetapan perintah Tuhan.


Berpegang kepada ketetepan perintah Tuhan, artinya kita juga harus mengetahui perintah itu sendiri. Apa salah satu perintah Tuhan yang melekat pada diri kita yang ada disini?

Inang Marpaung : Dasah Titah ke lima

Inang Togatorop : Dasah Titah ke enam

Inang Simangungsong : Dasah Titah satu

Inang Sihombing : Dasah Titah ke sembilan

Amang Silalahi : Dasah Titah ke enam sampai ke sembilan

Amang Lubis : Dasah Titah ke enam

Pdt. Mos Siahaan : Dasah Titah ke lima

Amang Sekjend : Dasah Titah ke sembilan

Amang Siahaan : Dasah Titah ke lima

Ephorus : Katakan ya, jika tidak hendaklah katakan tidak (Matius 5:37)


Pdt. DR. Langsung Sitorus, MTh

Kita tidak akan mungkin mampu melakukan perintah Tuhan jika kita tidak tahu apa yang kita pegang. Untuk menyikapi perintah Tuhan yang paradoks, maka dibutuhkan pengetahuan untuk dapat menyelami maksud Tuhan dan melakukan yang baik, bisa dengan hasil kajian para teolog atau pengalaman gereja.


Pada ayat ke 3 di dalam nats, kita diajak untuk melihat perbuatan Tuhan kepada kita pada masa yang telah berlalu dan masa sekarang ini. Pengalaman bangsa Israel pada masa lalu bagi mereka yang mengikuti baal peor memperoleh kematian, sedangkan yang setia kepada Tuhan tetap hidup. Arti setia kepada Tuhan dimaksudkan adalah bahwa siapa yang setia harus berpaut kepada Tuhan, berpegang dan mencantolkan dirinya hanya kepada Tuhan. Bagaimanakah berpaut kepada Tuhan, yakni berpautnya hati kita dengan hati Tuhan dan kasih Tuhan dengan kasih kita. Mari kita bayangkan, bagaimana beratnya salib yang dipikul Yesus namun Yesus dapat mengangkatnya juga dengan perjalanan yang lumayan jauh hingga ke bukit Golgata. Salib dapat diangkat oleh Yesus jika salib dan tubuh Yesus berpaut, menyatu menjadi satu kesatuan sehingga akan menjadi lebih ringan. Sama halnya, dalam kehidupan sehari-hari tatkala kita mengangkat beban (sekarung beras 30 kg) di pundak kita akan jauh lebih membantu daripada ketika kita menentengnya, artinya menyatunya diri kita dengan beban akan sangat membantu kita untuk mengangkatnya. Begitu juga keterpautan kita dengan Tuhan, akan membatu kita dan memudahkan kita untuk melakukan perintahNya. Ingat juga ketika Tuhan menciptakan manusia, setelah dibentuk dari tanah manusia itu tidak langsung hidup, tetapi ketika Tuhan menghembuskan nefes dari hidungnya seketika itu juga manusia itu memiliki kehidupan. Dari peristiwa itu, kita ketahui bahwa ada keterpautan Tuhan dengan manusia sehingga manusia itu dapat hidup. Keterpautan manusia dengan Tuhan juga tampak dari kesegambaran dan keserupaan manusia dengan Tuhan (Kejadian 1 dan 2).


Mulai dari ayat ke enam hingga sembilan kita diajak untuk kembali mengevaluasi tugas pengajaran yang diberikan kepada kita. Ungkapan didaskadho, didaskadhe (pengajaran) oleh keluarga-keluarga bangsa Israel tidak hanya dilakukan secara formal di dalam Sinagoge, melainkan juga diterapkan dalam rumah tangga mereka. Bagaimana dengan yang sudah kita lakukan di tengah-tengah keluarga kita? Gereja mula-mula sudah memulainya dan berhasil membuat buku didakhe, sedangkan untuk HKI selama ini sangat minim akan tanggungjawabnya melakukan pengajaran. Kedepannya dengan bantuan Tuhan kita akan tingkatkan. Lihat saja sekolah-sekolah HKI yang bertutupan oleh karena tidak ada lagi muridnya, dan kemudian gedungnya dibongkar dan dialih fungsikan. Kenapa tidak HKI sudah saatnya untuk membenahinya, misalnya lewat pengadaan Pendidikan Anak Usia Dini di setiap jemaat HKI. Kita harus memulai diri kita untuk mengajar lewat belajar, baik melalui perkataan dan tindakan terhadap orang lain. Dengan begitu kita sudah mengajar sesama kita. Perlu kita ketahui dari ajaran maka akan muncul akal budi dan kebijaksanaan (ayat 6). Hikmat dan bijaksana tidak akan muncul dengan sendirinya, dengan begitu kita dapat secara matang untuk mengarahkan orang kearah yang benar dan baik. Itulah orang yang bijaksana dan berakal budi. Kita mengtahui Musa menginginkan bangsa Israel menjadi bangsa yang besar dan meliki akal budi dan kebijaksanaan. Untuk HKI tidak cukup hanya dengan berpusat pada Pucuk Pimpinan, tetapi semua pelayan dan warga HKI diharapkan untuk mau menjadi pelaku dalam mengajar. Musa saja, harus dibantu oleh 70 orang yang dipilih dari tengah-tengah bangsa Israel untuk membebaskan Israel. Sebagai Huria, HKI akan berkembang jika memiliki integritas. Gereja dan Bangsa yang maju adalah yang berintegritas dan memiliki konsistensi terhadap iman dan ideologi bangsanya. Waspadalah agar ketetapan dan perintah Tuhan tidak lupa dari hidup kita, sebab Tuhan kita Maha Hadir (omnipresent), oleh karena itu kita akan disanggupkan untuk melakukan dan memberikan yang terbaik bagi Tuhan dari setiap waktu (sekarang: disini dan saat ini) yang kita miliki (Matius 28:20b)

Pdt. MP. Hutabarat, STh

Jika perintah Tuhan kita tambahi dan kurangi akan mendatangkan ketidakbaikan bagi kita sendiri. Dan dalam kehidupan yang diberikan Tuhan kepada kita, ada yang telah berlalu, yang masih kita nikmati sekarang dan yang akan datang. Mari kita perhatikan ayat 1-21, kita menemui karya Tuhan bagi bangsa Israel, namun dibutuhkan proses untuk mencapai semua itu. Perlu bagi kita untuk mengetahui bahwa sebelum ketetapan dan perintah Tuhan diberikan kepada kita untuk dilakukan, manusia telah dipersiapkan terlebih dahulu (lihat pasal 1-4 dan masuk ke pasal 5 dst). Untuk itu kita dituntut untuk menjadi pelaku Firman Tuhan bukan sekedar pendengar.

Pdt. DR. Langsung Sitorus

Pada ayat kesepuluh, kita diingatkan akan pentingnya pertemuan, perkumpulan dan persekutuan sebagai wadah belajar dan mengajar di antara kita, seperti saat ini di dalam ibadah yang setiap hari kita lakukan di kantor pusat. Diingatkan kepada kita untuk tidak meninggalkannya, karena lewat perkumpulan sepertinya maka akan terjadi trasfer pengajaran antar generasi ke generasi berikutnya. Semoga Firman Tuhan diberkati bagi kita untuk menghantarkan kita kepada waktu yang disediakan bagi kita bekerja bagi Tuhan dengan tidak mensia-siakan waktu sekarang yang Tuhan telah berikan. Amin. (yph)

(Bahan Renungan Kebaktian Pagi di kantor Pusat HKI yang dipimpin Ephorus/Bishop HKI).