Monday, September 13, 2010

Ev. Yohanes 8: 1-11 (Minggu, 26 September 2010: 17 Set Trinitatis)

Pengantar oleh Pdt Dr. Langsung Sitorus, MTh

Berangkat dari pasal 7 dapat diketahui bahwa Tuhan Yesus pergi ke Yerusalem untuk mengikuti Hari Raya Pondok Daun, dan di pasal 8 Tuhan Yesus berangkat menuju Bukit Zaitun. Pada masa Tuhan Yesus keberadaan Bukit Zaitun masih berada di luar Yerusalem, namun sekarang sudah merupakan bagianYerusalem, tepatnya di bagian tengah Yerusalem. Di Yerusalem Tuhan Yesus menyatakan dan bersaksi tentang siapa dirinya (Matius 16:21: “…Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga; Matius 24:8: “Akan tetapi semuanya itu barulah permulaan penderitaan menjelang zaman baru”), sebagai kesaksian yang luar biasa dan membuat banyak orang di Yerusalem tecengang dan bertanya-tanya tentang siapa Tuhan Yesus. “Ajaran-Ku tidak berasal dari diri-Ku sendiri, tetapi dari Dia yang telah mengutus Aku”(Joh. 7:16). Apa yang diajarkan Tuhan Yesus tidak berasal dari diriNya sendiri, melainkan berasal dari Dia yang mengutus Yesus. Dari pernyataannya Tuhan Yesus tidak mecari kekuasaan dan agar banyak orang menghormatinya. Meskipun kemudian, oleh karena kesaksianNya itu banyak orang kemudian menuduh Tuhan Yesus kerasukan iblis dan semakin banyak yang membenciNya. Mendengar pengajaran Tuhan Yesus, orang bertanya-tanya tentang asal-usulNya. Apakah dari Nazaret atau yang datang dari Surga. Pertanyaan tentang diri Tuhan Yesus semakin diperkuat oleh banyaknya mujizat yang dilakukan Tuhan Yesus. Sama seperti Musa pada zaman Perjanjian Lama, juga banyak melakukan muzijat dan puncaknya membawa bangsa Israel dapat keluar dari tanah perbudakan Mesir.


Masih dalam masa perayaan hari raya Pondok Daun, Tuhan Yesus kemudian bersaksi bahwa Dialah Sumber Kehidupan,yang kemudian mengundang banyak pertentangan dari kalangan orang Yahudi di Yerusalem. Dan yang menggelikan adalah bahwa yang membela Tuhan Yesus adalah seorang non-Yahudi, Nikodemus. Pertentangan mengenai kehadiran Tuhan Yesus oleh banyak orang, mengarahkan pemahaman mereka kembali kepada Kitab Suci. Mereka diajak untuk kembali memahami Kitab Sucinya dan mencari tahu tentang kehadiran Tuhan Yesus yang diperhadapkan kepada mereka. Hal ini penting bagi mereka, dan juga bagi kita saat sekarang ini. Bahwa, untuk mengenal Tuhan Yesus kita harus kembali kepada Kitab Suci. Pada masa Tuhan Yesus, orang-orang berpegang kepada Perjanjian Lama untuk kemudian dapat mengenal siapa Dia, dan sekarang dengan adanya Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kita juga harus belajar dan kembali kepada Perjanjian Lama untuk mengenal Tuhan Yesus. Siapa yang mau mengenal Tuhan Yesus, dia harus kembali kepada Perjanjian Lama. Dan, sama bagi agama-agama lain di luar kekristenan, bahwa untuk mengenal Tuhan Yesus, mereka harus belajar dari Kitab Sucinya. Tidak salah bagi kita orang kristen untuk mengajak umat beragama lain untuk mengenal Tuhan Yesus dengan belajar dari Kitab Sucinya masing-masing, meskipun kemudian pengenalan mereka terhadap Tuhan Yesus tidak sedalam pengenalan orang kristen. Artinya, semua yang mau mengenal kehadiran Tuhan Yesus, mereka harus kembali kepada Kitab Suci, baik bagi Kekristenan, Islam, Hindu, Budha, Konghucu, dan agama-agama lainnya.


Dalam Yohanes pasal 8, oleh Tuhan Yesus sendiri kita diajarkan bagimana menyikapi orang berdosa lewat sikap Tuhan Yesus. Dalam hal ini, Tuhan Yesus diperhadapkan oleh para ahli-ahli Taurat dan orang Farisi mengenai keberdosaan yang dilakukan oleh seorang perempuan yang telah berbuat zinah (Joh. 8:2). Kembali, untuk menyikapinya kita harus kembali kepada Kitab Suci. Oleh para ahli Taurat dan orang Farisi, mereka kembali kepada ajaran Musa tentang bagaimana semestinya memperlakukan orang yang berbuat zinah, mereka harus dihukum dengan melempari mereka dengan batu (ayat 5). Di kalangan agama Islam dan agama-agama sekitar Timur Tengah pada masa Tuhan Yesus harus dihukum dengan hukuman rajam. Begitu juga dalam Kitab Weda dan Mahabrata, pelaku zinah harus dihukum. Pertanyaan sebelum kita belajar bagaimana menyikapi orang yang berdosa adalah mengapa perbuatan zinah dianggap dosa dan mengapa begitu berat hukumannya? Bahkan dalam Hukum Siasat Gereja HKI, mereka yang melakukannya harus dikenai sanksi atau hukuman.

Pdt. M. Lumban Gaol, STh

Perbuatan Zinah yaitu perbuatan yang secara disengaja dan sadar melakukan hubungan badan (seks) di luar pernikahan. Perbuatan zinah adalah perbuatan yang ditentang keras oleh Allah, hal ini berkaitan dengan kekudusan hidup karena Allah adalah Kudus. Bahkan dalam Perjanjian Lama, konteks kehidupan suami istri dijadikan gambaran terhadap hubungan Allah dengan Bangsa Israel. Allah dan bangsa Israel digambarkan sebagai pasangan suami dan isteri. Ketika bangsa Israel berpaling dari Allah dengan menyembah allah-allah lain yang ada di sekitarnya, maka bangsa Israel telah berzinah di hadapan Allah, dan akan membangkitkan amarah Allah. Oleh karena itulah, mengapa perbuatan zinah dianggap sebagai dosa karena setiap yang berzinah tidak lagi hidup kudus di hadapan Allah dan akan membangkitkan amarah Allah.


Pdt. H. Pakpahan, STh

Berzinah dianggap berdosa karena: Pertama, dengan berzinah yaitu melakukan hubungan seks diluar pernikahan maka pelaku telah mengabaikan prosedur yang seharusnya diikuti terlebih dahulu untuk kemudian dapat melakukan hubungan badan sebagai sepasang suami dan isteri. Dengan berzinah maka pelaku telah menolkan apa yang Allah telah pesankan dan tetapkan. Kedua, dengan berzinah maka, pelaku tidak memiliki pengendalian diri untuk menjadi kekudusan dihadapan Allah, karena Allah adalah Kudus. Ketiga, dengan berzinah maka, pelaku telah mengabaikan tujuan dari seks yang Allah telah anugerahkan bagi manusia. Tujuan seks adalah untuk menggenapi pesan Allah agar manusia beranak cucu (Kejadian 1:28), dengan berzinah maka tujuan seks tidak lagi sesuai dengan perintah Allah. Karena lewat berzinah unsur kehidupan dibuang dengan sengaja. Maka, wajar jika berzinah adalah suatu dosa yang pantas memperoleh hukuman.


Pdt. Dr. Langsung Sitorus, MTh

Kepada manusia Allah memberikan berbagai macam nafsu, karena manusia adalah nefeshaya, maka manusia memiliki nafsu. Dari ragam nafsu yang Allah telah berikan nafsu yang terindah adalah nafsu akan seks. Mengapa? Karena, berhubungan dengan nafsu inilah berkat Allah sebagai suatu perintah yang pertama sekali diberikan kepada manusia sebelum manusia itu berdosa yaitu, berkat dan perintah untuk beranak cucu dan bertambah banyak. Nafsu seks adalah harga yang bernilai lebih dari sebuah berlian atau permata. Nafsu seks adalah langkah pertama untuk mencapai berkat Tuhan dan memenuhi perintahnya bagi manusia untuk memiliki keturunan. Layaknya, kita memiliki suatu yang berharga, adakah kita memperlakukannya sesuka hati dan maukah kita memberikannya kepada sembarang orang? Inilah salah satu alasan mengapa berzinah dianggap dosa. Hal ini juga akan berhubungan dengan anak-anak yang dihasilkan dari zinah, apakah dapat dibaptis oleh gereja? Berzinah juga dianggap berdosa karena juga berhubungan dengan hubungan manusia dengan Allah, yang digambarkan lewat kehidupan bangsa Israel dengan Allah, sebagai pasangan suami dan istri. Maka, Allah akan murka jika bangsa Israel berzinah dengan allah-allah lainnya (Lihat dan bandingkan Keluaran 34:15-16; Imamat 20:5-6,10; Ulangan 31:16; Hakim-hakim 2:17; I Tawarikh 5:25; II Tawarikh 21:11). Makanya begitu keras Allah memperlakukan masalah perzinahan, lewat perzinahan maka akan dapat mengganggu dan menghambati berkat Tuhan. Jika seks disalahgunakan maka akan membangkitkan murka Allah. Oleh karena itu, masalah perzinahan harus ditanggapi dengan adanya pendidikan seks di tengah-tenah kaluarga dan masyarakat yang berkesinambungan, mulai dari sang anak berusia kecil, remaja,dewasa, pra pernikahan, pasca pernikahan, dan bahkan sepanjang kehidupan manusia. Sehingga nafsu seks yang Allah berikan dapat digunakan dengan benar sehingga senantiasa dapat membangkitkan dan menjaga gairah hidup manusia.


Masih mengenai perzinahan yang diperhadapkan kepada Yesus, muncul pertanyaan bagi kita adalah, mengapa yang dibawa dan diperhadapkan kepada Yesus hanya seorang perempuan? Dimanakah temannya yang bersama-sama dengan dia melakukan perzinahan? Dalam Alkitab, khususnya Perjanjian Lama, sering yang kita jumpai adalah istilah-istilah yang memojokkan perempuan. Misalnya saja adanya istilah perempuan sundal, sedangkan laki-laki sundal tidak ada. Jika memang perempuan itu tertangkap basah (ayat 4, “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah”), dimanakah pasangan berzinahnya? Peristiwa ini, menggambarkan adanya penilaian yang berbeda yang diberlakukan kepada perempuan dan laki-laki. Cenderung terjadi perempuan, dijadikan kambing hitam dalam persoalan-persoalan yang timbul di tengah-tengah masyarakat. Khususnya, di kalangan bangsa Yahudi yang memberlakukan perempuan jauh lebih rendah dari perlakuannya terhadap laki-laki.


Kembali, kepada pertanyaan awal diatas, bagaimanakah kita semestinya memperlakukan orang yang berdosa lewat teladan sikap yang ditunjukan Yesus? Dalam ayat 7, Yesus mengajarkan kepada kita mengenai: “siapa yang berhak menghukum?”. Pada ayat 5, para ahli taurat dan orang Farisi menyebutkan bahwa Musa memiliki hak untuk memberikan hukuman, dan sudah tiba waktunya bahwa hanya Yesuslah yang berhak memberi hukuman. Yesus membongkar paradigma bangsa Yahudi dan juga kita tentang menghukum. Oleh Yesus dikatakanNya “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu”. Pernyataan yang menunjukkan hanya Yesus yang berhak memberikan penghukuman, karena tidak seorangpun dari antara manusia yang memiliki hidup yang benar, sehingga berhak untuk menghukum sesamanya.


Bagaimana cara Yesus menghukum? Yesus menghukum tidak seperti Musa atau kebiasaan yang berlaku pada masanya, yaitu dengan menghabisi pendosanya, namun tidak menghilangkan dosa atau pelanggaran itu sendiri. Namun Yesus menghukum dengan menghabisi dosa dan menyelamtkan sipendosa. Itulah perubahan paradigma yang Yesus berikan. Yesus memberikan kesempatan bagi sipendosa untuk memperbaiki hidupnya, sama seperti dosa awal yang dilakukan oleh Adam, Allah tidak menjadikan Adam mati, melainkan memberikan kesempatan baginya untuk melanjutkan hidupnya dengan memperbaiki kasalahannya, hasilnya dapat dilihat bagaimana Adam hidup setia dengan isterinya Hawa dan beranak cucu dan berkembang biak.


Disinilah misi kita, sebagai warga dan pelayan Gereja Tuhan, HKI. Kita juga harus memberikan kesempatan bagi setiap orang yang telah melakukan kesalahan untuk menyadarinya dan bertobat. Ini stratregi pelayanan yang harus dilakukan oleh HKI, banyak warga HKI yang kemudian pindah gereja bahkan agama oleh karena kesalahan yang dilakukannya, misalnya masalah zinah dalam gereja. Ada yang dihukum dengan cara dikeluarkan. Pertanyaan bagi gereja adalah apakah mereka tidak memiliki kesempatan untuk bertobat? Seharusnya gereja memberikan kesempatan itu, seperti yang Yesus katakan kepada perempuan penzinah itu: “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang” (ayat 11b). Huria sebagai Tubuh Kristus yang kudus, tidak berdosa, maka diberikan mandat bahwa “apa yang diikat dan yang dilepas dibumi, maka akan demikian diperlakukan di Surga”. Maka, sudah saatnya gereja, khususnya HKI untuk memberikan hukuman bukan atas kehendak sendiri atau kelompok, melainkan atas perintah dan kehendak Allah. Tidak ada pembenaran bagi gereja yang melakukan penghukuman atas warganya tanpa berdasarkan ketetapan Allah, tetapi sesungguhnya gereja diberikan mandat untuk menghukum dosa agar tidak dilakukan kembali (bnd. 1Korintus 4: 1-5).


Pdt. MP. Hutabarat, STh

Mengenai perzinahan merupakan dosa karena tubuh kita adalah milik Allah, tempat bagi Kristus bekerja maka kita harus menjaga dan memelihara tubuh kita (bnd. 1Korintus 6:12-20). Dan iblis bekerja lewat perbuatan zinah yang membawa kita pada kesesatan dan keluar dari pekerjaan dan kehendak Allah, sehingga iblis memperoleh keuntungan atas kita (2 Korintus 2:11). Sedangkan untuk menyikapi keberdosaan yang dilakukan oleh sesama manusia, apa yang dilakukan Yesus adalah teladan bagi kita. Ketika di dalam diri kita tidak ada pengampunan, maka kasih tidak berjalan. Allah adalah kasih, maka kita juga semestinya saling mengasihi lewat pengampunan kita terhadap sesama. Namun, sebagai manusia Kristus kita tidak dapat bersembunyi di dalam kelemahan kita, sehingga kemudian kita kerap mengulang kesalahan dan dosa yang Allah telah beri pengampunan kepada kita. Di dalam Kristus kita menjadi kuat, untuk itu janganlah kita menyerahkan diri kita kepada perbuatan dosa. Meskipun demikian, pengakuan di hadapan Allah akan mendatangkan pengampunan, ada pengakuan maka akan hadir pengampunan.


Pdt. Dr. Langsung Sitorus, MTh

Bagaimana dengan istilah "pergi"? Istilah “pergi” yang Yesus gunakan kepada perempuan penzinah dalam ayat 11b menjadi bagian yang penting bagi kita untuk disimak dan diteladani. Kata “pergi” yang disampaikan Yesus bermakna agar perempuan itu memperbaiki dirinya, berintegrasi dengan dunia yang baru dimana hadir kebaikan, bertobat, dan memulai karya baru yang baik dalam kehidupannya agar tidak terjerumus kembali di dalam dosa yang sama. Inilah bahagian dari paradigma baru yang Yesus berikan bagi kita dalam menghukum orang yang berdosa. Menyelamatkan si pendosa dengan memberikan kesempatan baginya untuk memperbaiki hidupnya, dan melenyapkan dosa yang dilakukan dengan melakukan hal yang baru dalam hidupnya. Sebab dosa sesungguhnya adalah sesuatu yang dilakukan oleh manusia yang tidak tepat pada sasarannya, yaitu sasaran dan tujuan yang Allah kehendaki. Maka, pertobatan adalah kembali kepada rel yang menghantarkan kita pada tujuan Tuhan. Bertobat berarti memasuki jalan salib (jalan via dolorosa), jalan yang dianggap dunia penderitaan, tetapi di dalam iman kita adalah kebahagiaan. Inilah pilihan yang harus dijalani orang kristen, jalan via dolorosa, jalan penderitaan yang merupakan kebahagiaan sesungguhnya di dalam Kristus (Bc. Kis. 9:6; Rom. 8:18; 2 Kor. 4:18; Ibr 2:10 dan 1 Pet. 4:1). Demikianlah, yang dimaksudkan dan diperintahkan Yesus kepada perempuan itu, agar perempuan itu hidup pada jalan yang baru, jalan kehidupan yang meskipun tampak sulit dan berat, namun akan medatangkan kebahagiaan yang kekal baginya. Itulah kebahagiaan yang sesungguhnya. Amin. (yph)


(Bahan Renungan Kebaktian Pagi di kantor Pusat HKI yang dipimpin Ephorus/Bishop HKI).